“Ketika matahari pagi menyapa kulitku, lembut, tahukah kau, betapa sesungguhnya, aku sangat ingin membagikan kehangatannya, Bunda…
Agar kau tahu, di setiap celuk yang menghasrati ragaku, engkaulah yang mengisinya dengan nyawa doamu…
Maka, tapak kakiku adalah cinta yang menuntunku untuk sampai ke jalanmu…
Maka, indra ragawiku adalah dian pelita yang mengikatku pada harapmu…
Maka, setiap nafasku telah tertebat dalam rengkuhmu…
Maka, keelokanmu adalah darah yang kau bersihkan dari nyeri dan pilu yang menderamu…
Engkau adalah cinta tak bertepi, saat kupejamkan mata, maka ia adalah benteng naungan yang mendindingiku dari kesatnya kehampaan…
Engkau adalah ruh yang terus hidup, saat mataku terbuka, maka lautan senyawanya menarikku dalam geraknya…
Engkau adalah kata tak berucap, tatapanmu adalah titah yang menyulut bara kepada apinya…
Engkau adalah samudra tak berbatas, yang melibas setiap kekhilafanku menjadi kealiman tak bernanah dan berbau, redam oleh tangalannya…
Maka Bunda, biarkan aku menuang madu berzaitun dalam bejana kalbumu, dan selaksa tasbih mengiringi dalam setiap peluknya…
Relakan diri untuk guyuran sutera berteratai yang mewadahi embunnya, agar tak ada lagi didih hati milikmu yang memberang karena fitnahku…
Karenanya Bunda, biarkan engkau menjadi harta tak ternilaiku, yang mengecupku saat bangunku, yang menyelimutiku saat tidurku, yang membarengi dalam jagaku, yang memautku dalam resahku…
Karena aku hanya punya engkau, tak ada yang lain, dalam hidupku, dalam cintaku…”
Dikutip dari cerita “Surat Cinta Muthi Buat Ummi dan Abi” dalam buku Tarbiyah Madal Hayah Chicken Soup for Tarbiyah…
*Teruntuk Ibunda dan Almarhum Ayahanda tercinta, sungguh aku mencintaimu karena Allah…
Semoga kita semua bisa berkumpul di surga Allah kelak bersama Rasulullah SAW, para sahabat, para syuhada, dan orang-orang yang beriman… ^_^
Agar kau tahu, di setiap celuk yang menghasrati ragaku, engkaulah yang mengisinya dengan nyawa doamu…
Maka, tapak kakiku adalah cinta yang menuntunku untuk sampai ke jalanmu…
Maka, indra ragawiku adalah dian pelita yang mengikatku pada harapmu…
Maka, setiap nafasku telah tertebat dalam rengkuhmu…
Maka, keelokanmu adalah darah yang kau bersihkan dari nyeri dan pilu yang menderamu…
Engkau adalah cinta tak bertepi, saat kupejamkan mata, maka ia adalah benteng naungan yang mendindingiku dari kesatnya kehampaan…
Engkau adalah ruh yang terus hidup, saat mataku terbuka, maka lautan senyawanya menarikku dalam geraknya…
Engkau adalah kata tak berucap, tatapanmu adalah titah yang menyulut bara kepada apinya…
Engkau adalah samudra tak berbatas, yang melibas setiap kekhilafanku menjadi kealiman tak bernanah dan berbau, redam oleh tangalannya…
Maka Bunda, biarkan aku menuang madu berzaitun dalam bejana kalbumu, dan selaksa tasbih mengiringi dalam setiap peluknya…
Relakan diri untuk guyuran sutera berteratai yang mewadahi embunnya, agar tak ada lagi didih hati milikmu yang memberang karena fitnahku…
Karenanya Bunda, biarkan engkau menjadi harta tak ternilaiku, yang mengecupku saat bangunku, yang menyelimutiku saat tidurku, yang membarengi dalam jagaku, yang memautku dalam resahku…
Karena aku hanya punya engkau, tak ada yang lain, dalam hidupku, dalam cintaku…”
Dikutip dari cerita “Surat Cinta Muthi Buat Ummi dan Abi” dalam buku Tarbiyah Madal Hayah Chicken Soup for Tarbiyah…
*Teruntuk Ibunda dan Almarhum Ayahanda tercinta, sungguh aku mencintaimu karena Allah…
Semoga kita semua bisa berkumpul di surga Allah kelak bersama Rasulullah SAW, para sahabat, para syuhada, dan orang-orang yang beriman… ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar