Suatu hari, tepatnya 13 Februari 2013 Allah mempertemukanku dengan salah satu guru terbaikku saat SD dulu. Lewat tulisan ini, saya ingin bercerita tentang Beliau.
Waktu aku masih duduk di bangku sekolah dasar, pemerintah daerah Kabupaten Sinjai membuat sebuah program kelas unggulan dari kelas 4 – 6 SD. Siswa-siswa terbaik dari setiap sekolah diseleksi dan dikumpulkan dalam satu kelas. Guru-guru yang mengajar di kelas ini pun diseleksi. Alhamdulillah, aku bisa lolos seleksi dan dipertemukan dengan guru-guru hebat saat itu. Salah satu guru terbaik yang pernah mengajar saya adalah Ibu Sidrah. Beliau mengajar mata pelajaran IPS dan PPKN.
Beliau punya daya tarik tersendiri, sehingga aku dan teman-teman senang sekali setiap kali mengajar kami. Beliau juga pernah marah, tetapi kemarahannya tak membuat kami merasa takut dan malas belajar. Beliau marah apabila kami tidak jujur atau ada mata pelajaran yang sudah dijelaskan berulang-ulang namun kami belum bisa memahaminya. Aku masih ingat waktu itu, kami harus menghafal nama-nama provinsi dan ibu kotanya, nama-nama negara dan ibu kotanya, nama-nama menteri, dan pelajaran peta buta. Kami juga harus menghafalkan hasil perkebunan, pertanian, dan sebagainya di berbagai daerah di indonesia dan luar negeri.
Tentunya waktu di sekolah sangat sedikit untuk mengajarkan semua itu. Oleh karena itu, Beliau selalu menyediakan waktunya di sore hari untuk mengajari kami. Beliau membuka pintu rumahnya buat kami. Saya masih ingat, waktu itu kami selalu ke rumahnya hampir setiap sore. Rumahnya lumayan jauh dari rumahku. Karena kami jalannya beramai-ramai hingga tak terasa.
Lalu apa yang membuat saya tak bisa melupakan Beliau?
Setiap kali mengajar, Beliau selalu memberikan kalimat positif kepada kami. Beliau selalu berkata, “Kalian adalah anak-anak ibu yang hebat-hebat dan suatu saat Ibu ingin melihat kalian sukses”. Kalimat itulah yang selalu mengingatkanku pada beliau.
Hal lain yang membuat aku selalu terkenang dengan beliau adalah keramahannya. Tak pernah sekalipun beliau mengeluarkan kalimat yang kasar dari mulutnya. Jika kami berbuat salah, beliau selalu menasehati kami dengan lembut. Selain itu, beliau suka memeluk anak-anaknya dan saya adalah salah satu siswa yang dulu selalu merasakan pelukan beliau.
Ada satu kejadian dimana beliau dulu pernah bertanya pada saya, “Bonita, nanti kalau besar mau jadi apa nak?”. Waktu itu aku menjawab, “Boni ingin jadi dokter Bu. Doakan ya Bu.” Dan kalimat semangat dan doa itu pun mengalir untukku.
Dan sekarang setelah 14 tahun, Allah mempertemukanku dengan beliau.
Beliau kembali bertanya, “Sekarang sudah jadi dokterkah nak? Jangan lupa sama Ibu kalau sudah jadi dokter ya?”
Sambil tersenyum saya menjawab, “Maaf ibu, ternyata Allah tak mengizinkanku untuk menjadi seorang dokter. Kalau Doktor, insya Allah Bu, mohon doanya selalu Bu semoga kuliah saya dilancarkan.”
Dan jawaban beliau seperti ini, “Tidak apa-apa nak. Allah selalu tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Cuma satu pesan ibu, apapun masalah yang kamu hadapi nanti kedepannya tetap tersenyum dan hadapi saja. Karena insya allah semuanya pasti akan terlewati. Dengan begitu kamu akan jauh lebih bahagia. Terkadang Allah mempertemukan kita dengan orang-orang yang menginjak-injak kita, membuat kita menangis, dan ingin lari dari masalah. Ketika engkau bertemu dengan orang-orang seperti itu, maka tersenyum saja dan hadapi. Tak perlu marah dengan mereka karena hanya akan merugikan dirimu. Tetap berbuat baik pada orang-orang yang pernah menyakitimu. Insya allah, kamu akan jauh lebih bahagia nak.”
Aku hanya memeluk beliau dan hanya berkata “terima kasih Bu untuk semuanya”. Tak ada yang berubah dari beliau, masih sama seperti dulu. Kelembutannya, keramahannya, dan kehangatan saat memeluk anaknya.
Buat Ibu Sidrah,
Jika Ibu membaca tulisanku ini…
Bonita ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk semua ilmu yang telah Ibu berikan…
Kata terima kasih rasanya tak cukup untuk membalas semua kebaikan ibu…
Semoga Allah membalasnya dengan membangunkan Ibu sebuah istana di surga-Nya kelak…
Ibu mengajariku bagaimana menjadi seorang ibu dan isteri dalam keluargaku kelak. Walaupun waktu itu aku masih anak-anak, tetapi aku melihat bagaimana ibu tetap berusaha menjalankan tugas sebagai seorang ibu dan isteri di rumah. Aku masih ingat setiap kali kami belajar ke rumah Ibu, maka Ibu akan meminta izin untuk memasak dulu sebentar. Sambil mengajari kami, Ibu tetap melakukan aktivitas sebagai seorang Ibu. Sambil membimbing kami, Ibu tetap mengasuh anak. Meski saat itu aku masih sangat kecil, tetapi aku melihat semua kebaikan yang Ibu berikan untukku…
Ibu guruku tercinta…
Sekali lagi terima kasih… hanya allah yang bisa membalas semua kebaikan Ibu…
Hormatku…
Mantan siswa Ibu yang selalu mencintai Ibu, Bonita Mahmud
Waktu aku masih duduk di bangku sekolah dasar, pemerintah daerah Kabupaten Sinjai membuat sebuah program kelas unggulan dari kelas 4 – 6 SD. Siswa-siswa terbaik dari setiap sekolah diseleksi dan dikumpulkan dalam satu kelas. Guru-guru yang mengajar di kelas ini pun diseleksi. Alhamdulillah, aku bisa lolos seleksi dan dipertemukan dengan guru-guru hebat saat itu. Salah satu guru terbaik yang pernah mengajar saya adalah Ibu Sidrah. Beliau mengajar mata pelajaran IPS dan PPKN.
Beliau punya daya tarik tersendiri, sehingga aku dan teman-teman senang sekali setiap kali mengajar kami. Beliau juga pernah marah, tetapi kemarahannya tak membuat kami merasa takut dan malas belajar. Beliau marah apabila kami tidak jujur atau ada mata pelajaran yang sudah dijelaskan berulang-ulang namun kami belum bisa memahaminya. Aku masih ingat waktu itu, kami harus menghafal nama-nama provinsi dan ibu kotanya, nama-nama negara dan ibu kotanya, nama-nama menteri, dan pelajaran peta buta. Kami juga harus menghafalkan hasil perkebunan, pertanian, dan sebagainya di berbagai daerah di indonesia dan luar negeri.
Tentunya waktu di sekolah sangat sedikit untuk mengajarkan semua itu. Oleh karena itu, Beliau selalu menyediakan waktunya di sore hari untuk mengajari kami. Beliau membuka pintu rumahnya buat kami. Saya masih ingat, waktu itu kami selalu ke rumahnya hampir setiap sore. Rumahnya lumayan jauh dari rumahku. Karena kami jalannya beramai-ramai hingga tak terasa.
Lalu apa yang membuat saya tak bisa melupakan Beliau?
Setiap kali mengajar, Beliau selalu memberikan kalimat positif kepada kami. Beliau selalu berkata, “Kalian adalah anak-anak ibu yang hebat-hebat dan suatu saat Ibu ingin melihat kalian sukses”. Kalimat itulah yang selalu mengingatkanku pada beliau.
Hal lain yang membuat aku selalu terkenang dengan beliau adalah keramahannya. Tak pernah sekalipun beliau mengeluarkan kalimat yang kasar dari mulutnya. Jika kami berbuat salah, beliau selalu menasehati kami dengan lembut. Selain itu, beliau suka memeluk anak-anaknya dan saya adalah salah satu siswa yang dulu selalu merasakan pelukan beliau.
Ada satu kejadian dimana beliau dulu pernah bertanya pada saya, “Bonita, nanti kalau besar mau jadi apa nak?”. Waktu itu aku menjawab, “Boni ingin jadi dokter Bu. Doakan ya Bu.” Dan kalimat semangat dan doa itu pun mengalir untukku.
Dan sekarang setelah 14 tahun, Allah mempertemukanku dengan beliau.
Beliau kembali bertanya, “Sekarang sudah jadi dokterkah nak? Jangan lupa sama Ibu kalau sudah jadi dokter ya?”
Sambil tersenyum saya menjawab, “Maaf ibu, ternyata Allah tak mengizinkanku untuk menjadi seorang dokter. Kalau Doktor, insya Allah Bu, mohon doanya selalu Bu semoga kuliah saya dilancarkan.”
Dan jawaban beliau seperti ini, “Tidak apa-apa nak. Allah selalu tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Cuma satu pesan ibu, apapun masalah yang kamu hadapi nanti kedepannya tetap tersenyum dan hadapi saja. Karena insya allah semuanya pasti akan terlewati. Dengan begitu kamu akan jauh lebih bahagia. Terkadang Allah mempertemukan kita dengan orang-orang yang menginjak-injak kita, membuat kita menangis, dan ingin lari dari masalah. Ketika engkau bertemu dengan orang-orang seperti itu, maka tersenyum saja dan hadapi. Tak perlu marah dengan mereka karena hanya akan merugikan dirimu. Tetap berbuat baik pada orang-orang yang pernah menyakitimu. Insya allah, kamu akan jauh lebih bahagia nak.”
Aku hanya memeluk beliau dan hanya berkata “terima kasih Bu untuk semuanya”. Tak ada yang berubah dari beliau, masih sama seperti dulu. Kelembutannya, keramahannya, dan kehangatan saat memeluk anaknya.
Buat Ibu Sidrah,
Jika Ibu membaca tulisanku ini…
Bonita ingin mengucapkan banyak terima kasih untuk semua ilmu yang telah Ibu berikan…
Kata terima kasih rasanya tak cukup untuk membalas semua kebaikan ibu…
Semoga Allah membalasnya dengan membangunkan Ibu sebuah istana di surga-Nya kelak…
Ibu mengajariku bagaimana menjadi seorang ibu dan isteri dalam keluargaku kelak. Walaupun waktu itu aku masih anak-anak, tetapi aku melihat bagaimana ibu tetap berusaha menjalankan tugas sebagai seorang ibu dan isteri di rumah. Aku masih ingat setiap kali kami belajar ke rumah Ibu, maka Ibu akan meminta izin untuk memasak dulu sebentar. Sambil mengajari kami, Ibu tetap melakukan aktivitas sebagai seorang Ibu. Sambil membimbing kami, Ibu tetap mengasuh anak. Meski saat itu aku masih sangat kecil, tetapi aku melihat semua kebaikan yang Ibu berikan untukku…
Ibu guruku tercinta…
Sekali lagi terima kasih… hanya allah yang bisa membalas semua kebaikan Ibu…
Hormatku…
Mantan siswa Ibu yang selalu mencintai Ibu, Bonita Mahmud
Tidak ada komentar:
Posting Komentar