Beberapa hari yang lalu saya dan teman-teman mengikuti sebuah kajian kampus yang mengundang Ustadz Abdullah Gymnastiar atau biasa dipanggil Aa Gym. Banyak sekali pelajaran berharga yang kami dapatkan saat Beliau memberi taujih. Oleh karena itu, izinkan saya membaginya ke teman-teman dalam bentuk tulisan sederhana. Semoga bermanfaat… ^_^
Hal pertama yang disampaikan oleh Beliau adalah tentang “belajar bersyukur”. Mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh Allah. Ketika seseorang diberikan makanan dan makanan itu sudah ada di depannya, maka belum tentu makanan tersebut adalah rezeki orang tersebut. Bisa saja datang seseorang yang tiba-tiba memakannya dan kita tak mendapatkan kue satu pun. Akan tetapi ketika kue itu sudah menjadi rezeki kita, maka kue itu akan menjadi milik kita. Allah-lah yang mengatur rezeki kita, jadi tak perlu khawatir dengan rezeki kita karena ada Allah yang mengaturnya. Tugas kita hanyalah menyempurnakan ikhtiar, berdoa, dan berserah diri kepada Allah. Dan tak lupa banyak-banyaklah bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah.
Pelajaran kedua dari taujih Beliau adalah “dasar pondasi dalam belajar islam adalah ilmu tauhid”. Beliau memberi ilustrasi seperti seorang laki-laki yang datang melamar seorang perempuan. Laki-laki tersebut menemui orang tua si perempuan dengan penuh keseriusan bahkan melamar dengan penuh “kekhusyuan” karena laki-laki tersebut sudah mengenal dengan baik karakter dari keluarga perempuan, khususnya orang tuanya. Nah, seperti itulah gambarannya mengapa sholat kita kadang tidak khusyu karena kita belum mengenal Allah.
Dari ilustrasi yang diberikan oleh beliau, saya belajar tentang besarnya tanggung jawab seorang laki-laki. Dia harus mengajarkan keluarganya, isterinya, dan anak-anaknya untuk mencintai Allah. Bagi laki-laki yang ingin menyelamatkan keluarga, isteri, dan anak-anaknya, dicintai oleh mereka tidaklah begitu penting. Yang terpenting adalah mereka mencintai Allah, karena dia juga adalah makhluk ciptaan Allah yang suatu saat akan meninggal dan akan meninggalkan mereka. Ketika mereka sudah mengenal dan mencintai Allah maka mereka tidak akan bersedih saat manusia yang diciptakan oleh Allah meninggalkannya. Dan ketika cinta kepada Allah sudah tertanam dalam hati-hati mereka, maka Allah-lah yang akan menghadirkan cinta diantara mereka. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan pemahaman agama.”
Pelajaran ketiga dari taujih beliau adalah manusia kadang terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu berbahaya buat dirinya. Padahal ada satu bahaya besar yang patut kita takuti. Syaithon itu tidak berbahaya karena dia juga adalah ciptaan Allah. Justru yang paling berbahaya adalah tidak dilindungi oleh Allah dari perbuatan maksiat. Tidak dijaga oleh Allah agar hati kita senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Oleh karena itu, mintalah selalu pertolongan kepada Allah agar Allah selalu menetapkan hati-hati kita di jalan-Nya dan kita terlindungi dari perbuatan maksiat.
Pelajaran keempat adalah “selalu meluruskan niat dalam setiap aktivitas”. Ketika seseorang kuliah atau bekerja hanya untuk persoalan perut, maka derajatnya sama dengan yang keluar dari isi perutnya. Karena itu luruskan niat, semuanya semata-mata karena Allah, sebagai bentuk cinta dan pengabdian kita kepada Allah.
Pelajaran kelima dari beliau adalah “hidup itu penuh dengan persaingan”. Namun, nikmatilah persaingan itu sebagai salah satu kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk kita untuk berbuat lebih baik. Persaiangan memberikan kita kesempatan untuk tampil lebih optimal, tentunya optimal di hadapan Allah. Tak perlu memikirkan bahwa persaiangan itu berat, karena sesungguhnya hal yang paling berat adalah memikul dosa-dosa kita. Tak perlu takut memikirkan persaingan, karena sesungguhnya hal yang patut kita takuti adalah “ketika kita jauh dari Allah”.
Pelajaran keenam dari taujih Beliau adalah ketika ada seorang ikhwan dan akhwat yang bertanya. Seperti biasa, topik terhangat yang selalu dibicarakan dalam setiap kajian adalah “sindrom 20” alias topik pernikahan. Seorang ikhwan bertanya seperti ini, “Ustadz, cinta itu adalah karunia dari Allah, lalu apa yang harus saya lakukan ketika cinta itu datang selain memantaskan diri? Lalu bagaimana cara meyakinkan keluarga saya kalau saya ini sudah siap untuk menikah?” tanya sang ikhwan dengan suara yang lumayan lantang.
Setelah sang ikhwan menyampaikan pertanyaannya, seorang akhwat juga bertanya dengan pertanyaan yang mirip-miriplah. Pertanyaannya seperti ini, “Ustadz, bolehkah saya berdoa kepada Allah agar diberikan jodoh yang kriterianya………..”, sang akhwat menyampaikan beberapa contoh kriteria yang diinginkannya.
Aa Gym tersenyum mendengar pertanyaan dari mereka dan inilah jawaban beliau, “Banyak-banyaklah beristighfar. Dengan beristighfar Allah akan mencabut kegundahan yang ada di dalam hatimu, dengan beristighfar maka Allah akan memberikanmu jalan keluar, dan dengan beristighfar Allah akan memberimu pertolongan dari arah yang tidak engkau duga-duga.” Jadi, menurut Aa Gym nih ya, pokoknya ngga usah pusing memikirkan rezeki atau pun jodoh. Karena jodoh, rezeki, dan kematian adalah rahasia dan urusan Allah. Tugas kita hanyalah menyempurnakan ikhtiar, berdoa agar diberikan yang terbaik menurut Allah, dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah... ^_^
Yuppkkkssss, jawaban dengan dalil memang selalu menenangkan hati dan tidak akan memunculkan pertanyaan lagi. Beliau kembali melanjutkan penjelasannya, “orang yang paling nelangsa hidupnya adalah orang yang menginginkan sesuatu yang tidak akan pernah menjadi takdirnya. Oleh karena itu, jangan seenaknya mengatur Allah dengan memberikan kriteria A-Z, memangnya kita ini siapa yang seenaknya saja mengatur Allah. Bukankah Allah yang lebih tahu kebutuhan kita? Bukankah Allah yang lebih tahu yang terbaik untuk kita? Anda mau jodoh yang terbaik dihadapan manusia atau yang terbaik dihadapan Allah?. Oleh karena itu, serahkanlah semua urusan kita kepada Allah. Biarlah Allah yang mengaturnya karena Allah yang lebih tahu yang terbaik untuk kita.”
Saudaraku,
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa “Seseorang tidak akan merasakan keindahan surganya Allah, ketika dia belum menikmati indahnya surga dunia. Lalu apakah surga dunia itu? Surga dunia adalah engkau hidup karena cintamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Engkau menjalani kehidupan karena Allah dan Rasul-Nya. Semuanya karena Allah dan Rasul-Nya…” (Semoga saya tidak salah kutip, saya lupa di buku mana saya pernah membacanya… hehehehe…afwan ya… ^_^)
Ketika engkau mengkhawatirkan sesuatu yang bukan menjadi urusanmu, maka kita mungkin perlu berdiam diri sejenak dan bertanya pada diri kita, “betulkah kita meyakini keberadaan Allah???”
Karena itu, banyak-banyaklah mencari muka di hadapan Allah…
Karena tiada pun sehari Allah lupa memberi kita rezeki…
"Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidup dan Matiku hanyalah untuk Allah..."
Wallahu a’lam bi shawab…
# Jakarta, 26 Juni 2013...^_^
Hal pertama yang disampaikan oleh Beliau adalah tentang “belajar bersyukur”. Mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh Allah. Ketika seseorang diberikan makanan dan makanan itu sudah ada di depannya, maka belum tentu makanan tersebut adalah rezeki orang tersebut. Bisa saja datang seseorang yang tiba-tiba memakannya dan kita tak mendapatkan kue satu pun. Akan tetapi ketika kue itu sudah menjadi rezeki kita, maka kue itu akan menjadi milik kita. Allah-lah yang mengatur rezeki kita, jadi tak perlu khawatir dengan rezeki kita karena ada Allah yang mengaturnya. Tugas kita hanyalah menyempurnakan ikhtiar, berdoa, dan berserah diri kepada Allah. Dan tak lupa banyak-banyaklah bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah.
Pelajaran kedua dari taujih Beliau adalah “dasar pondasi dalam belajar islam adalah ilmu tauhid”. Beliau memberi ilustrasi seperti seorang laki-laki yang datang melamar seorang perempuan. Laki-laki tersebut menemui orang tua si perempuan dengan penuh keseriusan bahkan melamar dengan penuh “kekhusyuan” karena laki-laki tersebut sudah mengenal dengan baik karakter dari keluarga perempuan, khususnya orang tuanya. Nah, seperti itulah gambarannya mengapa sholat kita kadang tidak khusyu karena kita belum mengenal Allah.
Dari ilustrasi yang diberikan oleh beliau, saya belajar tentang besarnya tanggung jawab seorang laki-laki. Dia harus mengajarkan keluarganya, isterinya, dan anak-anaknya untuk mencintai Allah. Bagi laki-laki yang ingin menyelamatkan keluarga, isteri, dan anak-anaknya, dicintai oleh mereka tidaklah begitu penting. Yang terpenting adalah mereka mencintai Allah, karena dia juga adalah makhluk ciptaan Allah yang suatu saat akan meninggal dan akan meninggalkan mereka. Ketika mereka sudah mengenal dan mencintai Allah maka mereka tidak akan bersedih saat manusia yang diciptakan oleh Allah meninggalkannya. Dan ketika cinta kepada Allah sudah tertanam dalam hati-hati mereka, maka Allah-lah yang akan menghadirkan cinta diantara mereka. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa “Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan baginya, maka Allah akan memberikan pemahaman agama.”
Pelajaran ketiga dari taujih beliau adalah manusia kadang terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang belum tentu berbahaya buat dirinya. Padahal ada satu bahaya besar yang patut kita takuti. Syaithon itu tidak berbahaya karena dia juga adalah ciptaan Allah. Justru yang paling berbahaya adalah tidak dilindungi oleh Allah dari perbuatan maksiat. Tidak dijaga oleh Allah agar hati kita senantiasa istiqomah di jalan-Nya. Oleh karena itu, mintalah selalu pertolongan kepada Allah agar Allah selalu menetapkan hati-hati kita di jalan-Nya dan kita terlindungi dari perbuatan maksiat.
Pelajaran keempat adalah “selalu meluruskan niat dalam setiap aktivitas”. Ketika seseorang kuliah atau bekerja hanya untuk persoalan perut, maka derajatnya sama dengan yang keluar dari isi perutnya. Karena itu luruskan niat, semuanya semata-mata karena Allah, sebagai bentuk cinta dan pengabdian kita kepada Allah.
Pelajaran kelima dari beliau adalah “hidup itu penuh dengan persaingan”. Namun, nikmatilah persaingan itu sebagai salah satu kesempatan yang diberikan oleh Allah untuk kita untuk berbuat lebih baik. Persaiangan memberikan kita kesempatan untuk tampil lebih optimal, tentunya optimal di hadapan Allah. Tak perlu memikirkan bahwa persaiangan itu berat, karena sesungguhnya hal yang paling berat adalah memikul dosa-dosa kita. Tak perlu takut memikirkan persaingan, karena sesungguhnya hal yang patut kita takuti adalah “ketika kita jauh dari Allah”.
Pelajaran keenam dari taujih Beliau adalah ketika ada seorang ikhwan dan akhwat yang bertanya. Seperti biasa, topik terhangat yang selalu dibicarakan dalam setiap kajian adalah “sindrom 20” alias topik pernikahan. Seorang ikhwan bertanya seperti ini, “Ustadz, cinta itu adalah karunia dari Allah, lalu apa yang harus saya lakukan ketika cinta itu datang selain memantaskan diri? Lalu bagaimana cara meyakinkan keluarga saya kalau saya ini sudah siap untuk menikah?” tanya sang ikhwan dengan suara yang lumayan lantang.
Setelah sang ikhwan menyampaikan pertanyaannya, seorang akhwat juga bertanya dengan pertanyaan yang mirip-miriplah. Pertanyaannya seperti ini, “Ustadz, bolehkah saya berdoa kepada Allah agar diberikan jodoh yang kriterianya………..”, sang akhwat menyampaikan beberapa contoh kriteria yang diinginkannya.
Aa Gym tersenyum mendengar pertanyaan dari mereka dan inilah jawaban beliau, “Banyak-banyaklah beristighfar. Dengan beristighfar Allah akan mencabut kegundahan yang ada di dalam hatimu, dengan beristighfar maka Allah akan memberikanmu jalan keluar, dan dengan beristighfar Allah akan memberimu pertolongan dari arah yang tidak engkau duga-duga.” Jadi, menurut Aa Gym nih ya, pokoknya ngga usah pusing memikirkan rezeki atau pun jodoh. Karena jodoh, rezeki, dan kematian adalah rahasia dan urusan Allah. Tugas kita hanyalah menyempurnakan ikhtiar, berdoa agar diberikan yang terbaik menurut Allah, dan berserah diri sepenuhnya kepada Allah... ^_^
Yuppkkkssss, jawaban dengan dalil memang selalu menenangkan hati dan tidak akan memunculkan pertanyaan lagi. Beliau kembali melanjutkan penjelasannya, “orang yang paling nelangsa hidupnya adalah orang yang menginginkan sesuatu yang tidak akan pernah menjadi takdirnya. Oleh karena itu, jangan seenaknya mengatur Allah dengan memberikan kriteria A-Z, memangnya kita ini siapa yang seenaknya saja mengatur Allah. Bukankah Allah yang lebih tahu kebutuhan kita? Bukankah Allah yang lebih tahu yang terbaik untuk kita? Anda mau jodoh yang terbaik dihadapan manusia atau yang terbaik dihadapan Allah?. Oleh karena itu, serahkanlah semua urusan kita kepada Allah. Biarlah Allah yang mengaturnya karena Allah yang lebih tahu yang terbaik untuk kita.”
Saudaraku,
Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa “Seseorang tidak akan merasakan keindahan surganya Allah, ketika dia belum menikmati indahnya surga dunia. Lalu apakah surga dunia itu? Surga dunia adalah engkau hidup karena cintamu kepada Allah dan Rasul-Nya. Engkau menjalani kehidupan karena Allah dan Rasul-Nya. Semuanya karena Allah dan Rasul-Nya…” (Semoga saya tidak salah kutip, saya lupa di buku mana saya pernah membacanya… hehehehe…afwan ya… ^_^)
Ketika engkau mengkhawatirkan sesuatu yang bukan menjadi urusanmu, maka kita mungkin perlu berdiam diri sejenak dan bertanya pada diri kita, “betulkah kita meyakini keberadaan Allah???”
Karena itu, banyak-banyaklah mencari muka di hadapan Allah…
Karena tiada pun sehari Allah lupa memberi kita rezeki…
"Sesungguhnya Sholatku, Ibadahku, Hidup dan Matiku hanyalah untuk Allah..."
Wallahu a’lam bi shawab…
# Jakarta, 26 Juni 2013...^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar