Kamis, 16 Januari 2014

Jagalah Kami dalam Perantauan Ya Rabb...

Jumat, 29 Juni 2012 adalah hari yang bersejarah buatku. Hari ini adalah hari keberangkatanku ke Jakarta. Aku akan hijrah ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan. Secara pribadi, aku ingin hijrah dalam segala hal. Aku berharap di tempat yang baru nanti, aku akan menjadi pribadi yang lebih baik dihadapan Allah. Berharap menjadi pribadi yang lebih bermanfaat untuk banyak orang, khususnya untuk orang-orang di sekitarku. 

Aku berangkat ke Bandara pukul 05.00 WITA setelah aku menunaikan sholat shubuh. Dua orang temanku, K’Tri dan K’Dilla sudah ada di bandara dan mereka menungguku sudah dari tadi. Aku tiba di bandara 15 menit kemudian. Aku dan teman-teman pun segera masuk untuk chek in. Sebelum masuk aku menyalami keluarga teman-temanku. Saat aku menyalami Ibu K’Tri tiba-tiba aku teringat dengan ibuku di rumah. Beliau mirip sekali dengan Ibuku. Ibu tidak mengantarku ke Bandara karena aku yang minta agar beliau tidak ikut. Aku tidak mau menangis di hadapannya saat aku pergi nanti. Aku sudah menahan air mata sejak di rumah. Namun, semuanya gagal saat Ibu K’tri memberikan wejangan dan beliau memelukku. Aku hanya teringat dengan pelukan Ibuku tadi.

Ya Allah, ternyata ayah K’Tri juga ikut dan lagi-lagi aku teringat dengan almarhum Bapak. Aku pamit dan mencium tangannya dan Beliau mengusap kepalaku. Aku jadi ingat dengan kebiasaan Bapak yang selalu melakukan hal yang sama setiap kali aku pamit padanya. Saat itu aku hanya bisa berkata dengan diriku sendiri, “Sudahlah Boni, sekarang Bapak sudah mendapatkan tempat yang lebih baik.”

Saya jadi teringat dengan peristiwa 6 tahun yang lalu. Saat itu aku ingin sekali kuliah ke Jawa. Aku sudah mengikuti tes di Unair, tetapi belum lulus. Setelah ditelusuri, ternyata Ibu dan Bapak belum ridho saya kuliah di luar Sulawesi. Mungkin inilah waktunya salah satu impianku terwujud. Ternyata Allah mentarbiyah aku selama 6 tahun untuk meraih salah satu impianku ini.

Hhheemmm, setelah sampai di tempat chek in ternyata barang bawaan kami melebihi kapasitas. Lebihnya 15 kg dan setiap kilonya bebannya Rp 20.000,00. Wow… akhirnya kami pun memutuskan untuk menenteng bawaan kami dan ternyata pesawatnya sudah mau boarding. Kami pun segera berlari menuju pesawat. Aku  yang tak pernah olahraga cukup kelelahan juga. Sekarang aku baru menyesal karena malas berolahraga. Kami segera berlari menuju pintu 3 dan petugas yang melihat kami hanya geleng-geleng kepala melihat barang bawaan kami. Petugas itu pun menyarankan agar barang-barang bawaan kami dibagasikan saja nanti di bawah. Alhamdulillah, ternyata barang kami masih bisa dibagasikan dan gratis. Subhanallah, hari pertama saja kami sudah merasakan pertolongan Allah. Terima kasih ya Allah. Kumohon penjagaan-Mu selama kami dalam perantauan. Amiin…

Sesampai di pesawat kami segera mencari tempat duduk. Karena chek-in paling terakhir, akhirnya kebagian tempat duduk paling belakang. Ngga apa-apa dech, yang penting ngga ketinggalan pesawat. Hehehe…

Dari atas pesawat, aku hanya memandangi pemandangan di luar. Satu persatu terbayang wajah orang-orang yang kucintai. Wajah Ibuku saat mengantar kepergianku. Aku masih teringat dengan pelukannya yang erat saat melepasku. Air matanya sudah mau keluar, tetapi aku segera beranjak pergi. Aku tak ingin membuat Ibu menangis. Ibu kembali menghampiriku kembali dan berkata, “jaga dirimu baik-baik, ingat selalu sama Allah. Apalagi kamu seorang perempuan. jaga kesehatan ya.”

“Iya Ma”, kataku sambil memasang kaos kaki sebelum berangkat ke bandara.

Semoga Allah selalu menjagamu selama kepergianku.  

Senyuman Bapak pun datang menghampiriku. Teringat saat aku mengunjungi makamnya. Aku ingin pamit karena akan pergi jauh. Aku masih ingat saat Bapak tak mengizinkan aku melanjutkan pendidikan di Jawa. Alasannya Cuma satu. Bapak belum bisa melepaskan aku karena aku sendiri perempuan dalam keluarga. Sekarang Allah sudah mengizinkanku untuk melanjutkan pendidikan di jawa. Kuanggap, Bapak pun sekarang meridhoiku. Aku hanya menatap batu nisannya dan mengingat hari-hari yang pernah kulewati bersama Bapak. Aku pun duduk dan membersihkan daun-daun kering yang ada di sekitarnya.

“Bapak, masih ingat kan waktu saya ngotot lanjut kuliah ke Unair. Waktu itu Bapak mengizinkan ikut tes, tetapi ternyata Bapak belum sepenuhnya mengizinkanku. Sekarang saya baru tahu kalau memang saat itu waktunya belum tepat. Sekarang saya akan pergi melanjutkan kuliah. Bapak, kuharap sekarang Bapak sudah tenang dan mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya. Cita-cita kita tak akan berubah kan Pak? Berkumpul di surga-Nya Allah dan berjumpa dengan-Nya. Ya, itulah yang menjadi tujuan kita bersama.”

Tak terasa air mataku sudah mulai tak tertahankan. Aku segera memperbaiki posisi dudukku. Pesawatnya sudah mulai bergerak perlahan. “Ya Allah, jaga orang-orang yang kucintai. Kutitipkan mereka pada-Mu. Jagalah mereka dengan sebaik-baik penjagaan-Mu. Ibu, kakak, keponakanku, teman-teman lingkaranku, adik-adikku, murabbiku, dan saudara-saudaraku. Sungguh aku mencintai mereka karena-Mu. Pertemukan dan kumpulkanlah kami di surga-Mu.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...