Rabu, 15 Januari 2014

Apakah Calistung Sudah Harus Diajarkan di Tk??? (Bagian Pertama)

Akhir-akhir ini, saya sering mendengar keluhan dari teman-teman yang mengajar di TK tentang pembelajaran Calistung. Apakah Calistung memang sudah harus diajarkan di PAUD/TK/RA? Di sekolah teman saya ini, Calistung wajib diajarkan. Alasannya ada dua, yaitu:

     Pertama, pihak sekolah yang mewajibkan untuk mengajarkan siswanya Calistung agar sekolahnya bisa menjadi sekolah unggulan dan diminati oleh masyarakat. Sekolah memberikan jaminan kepada orang tua siswa bahwa saat anaknya masuk SD, anak tersebut sudah bisa Calistung.

     Kedua, pihak orang tua yang memang menuntut pihaak sekolah agar mengajari anaknya calistung.

Oleh karena itu, saya ingin menuliskan beberapa hal yang berkaitan dengan calistung, khususnya aturan pemerintah tentang pembelajaran Calistung. Apakah anak-anak kita yang masih bermain di PAUD/TK/RA sudah bisa diajarkan calistung?

Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), tidak menerapkan kurikulim Baca, Tulis dan Berhitung (Calistung), tetapi hanya pengenalan terhadap huruf dan angka. Hal ini sesuai dengan Surat Edaran Pemerintah Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 Perihal Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar. Dalam surat edaran tersebut dikatakan “Pengenalan membaca, menulis dan berhitung (calistung) dilakukan melalui pendekatan yang sesuai dengan tahap perkembangan anak. Oleh karena itu pendidikan di TK tidak diperkenankan mengajarkan materi calistung secara langsung sebagai pembelajaran sendiri-sendiri (fragmented) kepada anak-anak. Konteks pembelajaran calistung di TK hendaknya dilakukan dalam kerangka pengembangan seluruh aspek tumbuh kembang anak, dilakukan melalui pendekatan bermain, dan disesuaikan dengan tugas perkembangan anak. Menciptakan lingkungan yang kaya dengan “keaksaraan“ akan lebih mamacu kesiapan anak untuk memulai kegiatan calistung.”

Selain itu dalam surat edaran tersebut juga dikatakan bahwa “sebutan "Taman" pada Taman Kanak-kanak mengandung makna "tempat yang aman dan nyaman (safe and comfortable) untuk bermain" sehingga pelaksanaan pendidikan di TK harus mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman dan nyaman sebagai wahana tumbuh kembang anak. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan tahap tumbuh kembang anak didik, kesesuaian dan keamanan alat dan sarana bermain, serta metode yang digunakan dengan mempertimbangkan waktu, tempat, serta teman bermain”

Dari surat edaran tersebut, maka jelaslah bahwa alasan pemerintah mengeluarkan aturan agar pembelajaran calistung tidak diberikan di tingkatan PAUD/TK/RA karena pembelajaran ini tidak sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Pada masa usia dini, guru atau pendidik sebaiknya membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Selain itu, guru juga membantu anak dalam mengembangkan kepribadian dan potensi diri sesuai dengan tahap perkembangan anak. Hal ini dijelaskan pada penjelasan Pasal 28 ayat 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Guru juga membantu anak dalam meletakkan dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, keterampilan, dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya. Hal ini dijelaskan pada Pasal 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1990.

Dalam Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Anak usia Dini. Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum (2007) dituliskan bahwa Pembelajaran PAUD bersifat holistik dan terpadu. Pembelajaran mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi (1) moral dan nilai-nilai agama, (2) sosial-emosional, (3) kognitif (intelektual), (4) bahasa, (5) Fisik-motorik, (6) Seni. Pembelajaran bersifat terpadu, yaitu tidak mengajarkan bidang studi secara terpisah. Satu kegiatan dapat menjadi wahana belajar berbagai hal bagi anak. Bermain sambil belajar, dimana esensi bermain menjiwai setiap kegiatan pembelajaran amat penting bagi PAUD. Esensi bermain meliputi perasaan senang, demokratis, aktif, tidak terpaksa, dan merdeka menjadi jiwa setiap kegiatan. Pembelajaran hendaknya disusun sedemikian rupa sehingga menyenangkan, membuat anak tertarik untuk ikut serta, dan tidak terpaksa. Guru memasukkan unsur-unsur edukatif dalam kegiatan bermain tersebut, sehingga anak secara tidak sadar telah belajar berbagai hal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...