Rabu, 15 Januari 2014

Edisi Dua Tahun dalam Tali Persahabatan Ilahi

Saya duduk menanti kedatangan teman-teman yang lain. Hari itu saya dan teman-teman akan mengikuti sebuah pelatihan. Sudah ada beberapa teman yang lain, namun semua sibuk dengan urusannya masing-masing. Mungkin karena saya masih guru baru jadi saya belum akrab dengan mereka. Meskipun ada beberapa orang yang kukenal, namun hanya kenal wajah tapi tidak tahu nama. Saya biasa melihatnya dalam agenda-agenda jama’ah, makanya saya sudah mengenal wajah beberapa orang di sekolah tersebut.
Tiba-tiba Ibu Ita, Ibu kepala sekolah, datang menghampiriku dan ingin menyampaikan sesuatu.
“Bunda Bonita, Anda ditugaskan untuk mengajar di kelas 1. Ada akan satu tim dengan Bunda Wati, Bunda Erna, dan Bunda Hamsi. Kemungkinan Bunda akan berpartner dengan Bunda Wati,” kata Ibu Ita sambil tersenyum.
“Oh iya Bu. Insya Allah, mohon bimbingannya ya Bunda,” jawabku singkat.
Aku kembali terdiam sambil mengingat-ingat yang mana ya wajah-wajah Bunda-bunda yang disebut oleh Ibu Ita tadi. Setelah menanyakan ke salah satu teman akhirnya saya tahu siapa yang akan menjadi rekan kerjaku selama satu tahun ke depan.
Sebenarnya agak kaget juga mengetahui orang-orangnya. Mereka adalah bunda-bunda yang mengetes saya waktu microteaching. Saya masih teringat waktu kejadian microteaching, mereka tidak mau tersenyum dan hanya melihat gaya mengajarku. Apalagi waktu itu saya diminta menyanyi lagu anak-anak. Saya yang tidak pernah memiliki pengalaman mengajar sebelumnya harus bisa memenuhi perminataan mereka. Saat saya bernyanyi, bunda-bunda tadi tidak juga tersenyum. Dan sekarang saya harus satu tim dengan mereka. Ya Allah, bagaimana saya harus melewati hari-hariku. Walaupun saya ngga cerewet-cerewet amat tapi saya orangnya ngga bisa duduk diam. Kalau mereka pendiam, aku ngomong sama siapa ya??? Masa ngomong sama anak-anak terus. Atau ngomong sama tembok kali. Hiks…hiks…hiks…

Hingga akhirnya…
Kami pun bertemu dalam sebuah rapat kecil. Kami berempat rapat untuk membicarakan program kerja selama setahun. Saya diminta untuk memperkenalkan diri. Saya berusaha untuk membuang semua pikiran aneh yang ada di kepalaku. Kalau kata MR-ku “Selalulah memandang sesuatu positif, maka engkau akan mendapat yang positif juga”. Awalnya aku lebih banyak diam dan mendengarkan penjelasan mereka. Bukan karena malu atau kesal satu tim dengan mereka, tetapi karena saya memang tak tahu harus buat apa karena ini adalah pengalaman pertamaku menjadi seorang guru. Saya meninggalkan semua zona nyamanku dan belajar mencintai dunia pendidikan dan anak-anak.
Ya… dua hal yang sangat kubenci. Saat kuliah pun saya tak pernah mengambil mata kuliah yang berhubungan dengan perkembangan anak dan psikologi pendidikan (kaget ya??? Saya aja heran…). Saya lebih banyak mengambil mata kuliah industri. Dan sekarang dua hal tadi menjadi bidang yang saya jalani saat ini dan insya allah bidang yang sangat saya cintai…
Lanjut lagi ya ceritanya…
Ketika kami diminta untuk menghias kelas, saya pun berjalan menuju kelas. Saya mendapati Bunda Wati sudah ada di dalam kelas yang sedang berbenah. Waduh saya harus ngomong apa ya. Terus terang saya segan pada Beliau karena Beliau adalah salah satu guru senior di sekolah ini.
“Apa yang harus saya lakukan Bunda? Tolong ajari saya ya,” tanyaku sambil ikut membantunya berbenah.
“Terserah Bunda Nita. Kelas ini adalah milik kita berdua, kita berdua yang akan menghandle-nya jadi kalau Bunda Nita punya ide silahkan disampaikan,” jawab Beliau sambil membenahi isi laci meja.
Saya tersneyum mendengar jawabannya. Hhhheemmm, I like her. Beliau orangnya demokratis dan mau menerima masukan. Itu penilaian pertamaku saat berinteraksi langsung dengan Beliau. Tetapi beliau lebih banyak diam saat di kelas. Padahal saya orangnya ngga bisa diam dalam jangka waktu yang lama. Hari itu pun berlalu dan kami hanya mengisinya dengan obrolan-obrolan ringan. Namun, setelah hampir setahun bersama banyak hal yang berubah dari hubungan kami berdua. Awalnya yang hanya rekan kerja sekarang menjadi seorang saudara yang saling mencintai karena-Nya.
Saat pertama kali mengajar…
Ya Allah, ini pertama kaliku menghadapi anak-anak. Meski saya punya banyak keponakan, tetapi tentunya beda menghadapi anak orang. Oh ya, ada satu cerita menarik lagi. Keponakanku, Imam, juga menjadi murid baru di sekolah tersebut. Saya sudah meminta ke panitia yang mengatur pembagian kelas untuk menempatkan Imam di kelas lain saja. Saya tidak mau menjadi guru kelasnya. Saat tiba di sekolah, Ustadz Mustain menempel nama-nama siswa di depan kelas sambil berkata, “Bunda, Imam ditempatkan di Al Biruni.”
“Ya ampun? Kenapa bisa ustadz? Tidak bisakah dikasi pindah kodong? Nanti dia segan sama saya lagi ustadz? Waduh, tolonglah ustadz,” tanyaku sambil melihat daftar nama yang tertempel.
“Tidak bisami Bunda karena hasil MIR-nya, Imam harus ditempatkan di kelas Al Biruni,” jawab Beliau singkat.
Saya terdiam mendengar penuturan Beliau. Ya Allah, ujian apalagi ini. Harus menjalankan dua peran, menjadi tante dan guru buat keponakan sendiri bukanlah hal yang mudah buatku. Apalagi saya yang belum pernah memiliki pengalaman dalam mengajar. Tapi mau gimana lagi. Semua harus dihadapi dan dijalani dengan sebaik mungkin.
“Ini adalah amanah Bonita!!! “, kataku pada diri sendiri untuk meyakinkan diriku.

Ada lagi pengalaman menarik dengan Bunda Erna Damayanti. Saat berkenalan dengan Beliau biasa aja. Saya masih ingat saat berkenalan dengannya, Beliau hanya menyebut nama tanpa basa-basi. Senyum pun tidak. Tetapi aku membuat seribu satu macam alasan. Mungkin dia lagi capek habis ngajar atau lagi sariawan. Dan ternyata benar, Beliau kelelahan habis melatih anak-anak untuk pementasan.
Saat pertama kali mengajar, saya harus mengajar di kelasnya. Beliau-lah yang mengajariku tentang cara menghadapi anak kinestetik. Beliau pernah bertanya, “Bukanya Bunda Nita lulusan Psikologi, berarti tahu dong cara menghadapi anak-anak.”
Jlebbbb… saya hanya tersenyum mendengarnya lalu menjawab, “Bukan berarti saya lulusan psikologi saya jadi tahu semuanya kan Bun. Mungkin Bunda jauh lebih hebat dari saya.”
Satu lagi penilaian saya untukmu Bunda, “to the point.” But I like it. Saya suka orang yang to the poin, ngga bertele-tele. Kalau suka ya bilang suka, kalau tidak ya tidak. Ngga usah muter-muter kemana-mana kalau hanya mau mengatakan suka atau tidak, right???

Bunda Hamsi…
Pembawaannya yang sederhana dan cuek habis menjadikan dia punya ciri khas tersendiri. Saat pertama kali berkenalan dengan Beliau adalah saat makan bersama. Beliau selalu menanyaiku tentang banyak hal, seperti interview gitu. Tentang saya, keluargaku, pengalaman kerja, bahkan calon pasangan kali ya… hehehehe… Maklum, saat itu lagi tersebar sindrom 20.

Dua tahun berlalu…
Tak terasa kita sudah dua tahun dalam tali persahabatan Ilahi…
Banyak hal yang kudapatkan dari kalian. Terima kasih telah memberiku banyak pelajaran hidup. Terima kasih telah mengajariku bagaimana mencintai anak-anak. Terima kasih telah mengajariku bagaimana menjadi seorang Ibu, sahabat, kakak, dan adik.
Masihkah kalian mengingat dengan semua kenangan-kenangan yang telah kita ukir bersama?
Kenangan saat harus belanja subuh-subuh ke pasar untuk kegiatan fun cooking?
Kenangan saat harus mencari kostum buat fashion show anak-anak kita? Apalagi saat kehujanan di BTP bersama Bu Wati mencari tempat penyewaan kostum anak-anak?
Kenangan saat menghadapi anak-anak yang tidak kunjung bisa menyelesaikan soal-soal yang diberikan?
Kenangan saat harus dikejar deadline LK, kumpul nilai, masukkan raport?
“Bunda Nita, LK besok nah. Ingatki nah harus selesai besok!”. Kalimat yang selalu terlontarkan dari Bunda Erna kalau jadi PJ LK… tapi palig suka kalau saya yang jadi PJ LK… giliran saya yang balas dendam…hehehehe… :D
Dan masih banyak lagi kenangan suka dan duka yang kita lewati bersama…
Ibaratnya ini adalah rumah tanga kita dan hanya kita berempat yang mengetahui semua baik, buruknya kita. Hanya kita berempat yang mengetahui masalah-masalah yang kita hadapi dan berusaha untuk menyelesaikan semua… Apalagi kalau ada dua orang yang baku diam-diaman… ckckckck… masih saya ingat itu waktu saya jadi penengah… hehehehe…
Bunda Wati, terima kasih untuk semuanya. Saya tahu Bunda sepertinya butuh waktu beradaptasi dengan orang baru. Mungkin karena kita punya banyak kesamaan, jadi kita bisa sangat dekat. Bersabarlah… bersabarlah… bersabarlah… Allah selalu mendengar doa-doamu. Semua akan indah pada waktunya. Bukankah itu yang selalu Bunda katakan padaku???
Bunda, terima kasih telah menjadi Ibu, kakak, dan sahabat buatku. Semua ilmu dan taujih-taujih dari Bunda Wati akan selalu kuingat. Terima kasih selalu menguatkanku dikala aku lemah, terima kasih selalu menemaniku disaat aku butuh seseorang untuk berbagi, terima kasih… terima kasih…terima kasih… aku sungguh mencintaimu karena Allah… ^_^
Bunda Erna, terima kasih untuk semua ilmunya. Satu hal yang kusukai dari dirimu adalah lincah. Mungkin kita berdua bisa mengimbangi mereka berdua (Bunda Wati dan Bunda Hamsi.red). eitsss, ngga boleh marah ya… :D Soalnya kan kita berdua yang bisa bawa motor dan kita berdua yang paling ngga bisa diam lama, hehehehe…
Satu hal yang juga selalu kuingat dari Bunda adalah semangatnya untuk bekerja dan kuliah. Dan tentunya “to the point.” Suka banget deh sama gaya Bunda yang satu ini… cuma harus diatur dikitlah, apakah situasinya tepat ngga ya kalau saya ngomong langsung… dan satu lagi “SMILE”. Banyak-banyakki senyum nah Bunda… senyum adalah cara sederhana untuk memulai hubungan yang baik dengan orang baru… apalagi tambah maniski kalau senyum… (traktirka bede’…) ^_^
Bunda Hamsi, terima kasih telah menjadi kakak buatku. Engkau tahu kan Bun aku tak punya saudara perempuan dan akhirnya kutemukan juga dalam dirimu. Kalimat penyemangat yang selalu terlontar darimu selalu membuatku bisa tersenyum kembali. Apalagi saat saya mau mendaftar S2, Bundalah yang selalu memberiku semangat. Ya… lagi-lai saya belajar semangat kuliah sambil kerja dari Bunda. Satu hal lagi yang selalu kuingat adalah, setiap kali saya mengeluh, pasti akan keluar kalimat-kalimat bijak dari Bunda… ^_^
Bunda Wati, Bunda Erna, dan Bunda Hamsi, tulisan ini kubuat special untuk mengenang 2 tahun kebersamaan kita. Saya tak pernah tahu apakah saya akan menemukan tim yang solid seperti kalian. Tim yang ukhuwahnya selalu terjaga. Tim yang dalam rapatnya ada taujih dan muhasabah diri (paling suka kalau Bunda Hamsi yang ditunjuk kasi taujih dadakan… ^_^).

Bunda Nita yang selalu dan akan selalu merindukan dan mencintai kalian karena Allah…
Semoga Allah masih mempertemukan kita dalam kondisi yang lebih baik…
Kita masih punya rencana yang belum terlaksana lho… ^_^

#Jakarta, 12 Juni 2013
Di salah satu sudut Ibu Kota… ^_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...