“Assalamu ‘alaikum.!!!”, sapaku kepada seorang anak yang baru kukenal.
“Wa’alaikum salam!!!”, jawabnya sambil mencium tanganku lalu dia bersegera menyimpan tasnya.
“Boleh Bunda tahu namanya siapa sayang?” tanyaku kembali kepadanya.
“Husayn Khalilurrahim!” jawabnya singkat sambil tersenyum malu.
“Terima kasih Husayn. Bunda senang bisa ketemu Husayn hari ini!” jawabku sambil menggandeng tangannya mengajaknya berkumpul bersama temannya yang lain.
Itulah awal perkenalanku dengan Husayn, salah satu siswaku yang unik. Koq unik??? Hehehehe… Husayn adalah salah satu siswaku yang tak terlupakan dan telah mengajariku banyak hal. Oleh karena itu, izinkan saya menuliskan keunikan salah satu siswa terbaikku.
Husayn adalah anak kembar, saudaranya yang lain bernama Hasan. Mereka berdua ditempatkan di kelas yang berbeda dan saya yang mendapatkan amanah untuk menjadi guru Husayn. Meskipun saya juga mengajar Hasan, tetapi kebersamaanku dengan Husayn lebih banyak karena saya menjadi guru pendamping di kelasnya.
Banyak kenangan indah yang kuukir bersama dengan Husayn. Ada satu kenangan yang tak pernah saya lupakan saat saya mengajar sains. Husayn mungkin tak pernah tahu bahwa ini adalah pengalaman pertama Bundanya menjadi seorang guru. Tak pernah saya membayangkan sebelumnya kalau saya akan mencintai dunia anak-anak dan pendidikan. Dan Husayn adalah salah satu anak yang membuatku semakin yakin dan mencintai dunia yang saya geluti saat ini.
Saat mengajar sains, saya menjelaskan tentang anggota tubuh dengan menggunakan metode bercerita. Tiba-tiba Husayn mengangkat tangan dan bertanya, “Bunda, gendut itu apa?”.
Waduh, koq bisa Husayn ngga tahu ya apa itu gendut. Anak-anak yang lain tidak ada yang bertanya. Saya pun menjelaskannya dengan contoh gambar dan dia pun mengerti. Lalu bertanya kembali, “Bunda, panjang itu apa?”.
Ya ampuuuunnnn, ini anak koq panjang saja ngga tahu. Di TK dulu belajar apa sih, koq gurunya ngga pernah ngajarin. Saya pun kembali menjelaskannya dengan contoh gambar. Dan semakin lama, Husayn selalu bertanya tentang sesuatu yang menurutku anak-anak yang lain sudah tahu.
Setelah mengajar, saya pun mencari informasi tentang Husayn kepada guru yang lain. Ternyata Husayn ini dulu TK-nya di Korea. Saya pun akhirnya paham mengapa dia berbeda dengan anak-anak yang lain. Pantas saja ketika saya mengajar bahasa Inggris, Husayn lebih cepat belajarnya dibanding teman-temannya yang lain. Penyebabnya hanya satu, masalah bahasa. Husayn baru pulang dari Korea dan tentunya dia baru beradapatasi dengan situasi yang dihadapinya sekarang. Tetapi saya salut dengan siswaku ini karena dia kategori siswa yang termasuk cepat beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Salah satu kecerdasan Husayn yang menonjol adalah kecerdasan naturalis. Dia senang mengamati lingkungan di sekitarnya. Pernah suatu kali kami melakukan agenda outing untuk tema lingkungan. Saat berbaris dia berdiri paling belakang dan sayalah yang bertugas menjaga siswa dari belakang. Saat berjalan, saya harus berhenti berkali-kali untuk menemaninya mengamati hal-hal yang menurutnya aneh dan baru dilihatnya. Jadilah kami berdua yang terakhir tiba di sekolah. Hehehehe….
Ada lagi kisah yang lain saat saya menemaninya belajar sains. Siswa diminta untuk menjawab beberapa pertanyaan singkat dan salah satu jawaban pertanyaan adalah pohon. Husayn justru tidak menulis kata pohon, tetapi malah menggambar pohon. Saya tersenyum dan bertanya, “kenapa Husayn tidak mau menulis pohon?”
Lalu dia menjawab sambil tersenyum, “kepanjangan Bunda!!!”
Kejadian ini terjadi beberapa kali. Jawaban yang bisa dijawabnya dengan gambar, maka akan dijawab dengan gambar bukan dengan tulisan… :D
Husayn juga termasuk kategori anak yang mandiri. Husayn adalah satu-satunya siswa laki-laki yang tak pernah kubantu saat berganti pakaian sehabis belajar olah raga. Dia sudah bisa berpakaian sendiri dan tak pernah mau dibantu. Dari cerita ibunya saya juga baru mengetahui kalau ternyata dia juga sudah bisa menggoreng telur sendiri. Semua ini dipelajarinya saat Husayn masih sekolah di TK dan ini adalah bagian yang menarik dari beberapa kisahku dengan Husayn. Pendidikan anak usia dini di Korea mengajarkan kepada anak tentang “life skill”. Anak-anak diajarkan tentang hal-hal sederhana yang justru sangat dibutuhkannya saat dia dewasa kelak, misalnya saja kemandirian. Sementara di Indonesia, pendidikan anak usia dininya masih terfokus pada pengembangan aspek kognitif dan cenderung melupakan aspek perkembangan yang lain. Hal ini terlihat dari banyaknya sekolah-sekolah yang sudah mewajibkan siswanya harus pintar calistung sementara anak tersebut masih TK. Inilah yang seharusnya menjadi tanggung jawab kita bersama. Orang tua sebaiknya tidak terlalu menuntut anaknya dalam hal kognitif. Ada hal lain yang perlu kita ajarkan kepada mereka, misalnya penanaman nilai-nilai karakter. Banyak guru TK yang suka mengeluh saat saya bertanya, “mengapa Ibu sudah memaksa anak untuk bisa calistung? Bukankah anak baru pada tahap pengenalan?” Lalu inilah jawaban mereka, “Ini karena tuntutan orang tua Bunda. Soalnya anak-anaknya mau disekolahkan di sekolah favorit yang syaratnya harus sudah bisa calistung. ”
So… sepertinya perlu ada kerja sama antara orang tua, guru, dan sekolah SD yang akan menerima murid baru mengenai hal ini. Mereka harus memiliki pemahaman yang sama tentang pendidikan anak usia dini.
Kembali lagi ke kisahku bersama Husayn ya… ^_^
Kebersamaanku dengan Husayn hanya berjalan selama satu tahun karena saya harus melanjutkan pendidikan ke Jakarta. Saat berpisah saya memeluknya erat-erat dan saya tidak mengatakan kepadanya kalau Bunda akan pergi. Rasanya saya ingin menangis saat itu, seolah-olah ini adalah pertemuanku yang terakhir.
Dan Alhamdulillah, saat liburan semester pendek kemarin Allah memberiku kesempatan untuk bertemu kembali dengan siswa-siswaku. Ada kebahagiaan melihat respon mereka saat Allah masih mempertemukan kami. Mereka berhamburan keluar kelas dan langsung memberiku pertanyaan-pertanyaan, “Bunda dari mana saja? Bunda kapan ngajar lagi? Bunda masih mengajar lagi kan?”
Saya hanya bisa menjawabnya dengan tersenyum dan memeluk mereka satu persatu. Melepaskan kerinduan yang tertahan selama ini. Saya pun mencari Husayn. Ternyata dia sedang menulis dan hanya melihatku dari jauh. Saya bertanya dalam hati, “Kenapa Husayn tidak menghampiriku seperti teman-temannya yang lain? Apakah saya punya kesalahan hingga dia berubah sikap terhadapku?”.
Saat siswa-siswaku sudah kembali ke kelasnya dan merapikan alat tulis mereka, saya pun menghampiri Husayn. “Assalamu ‘alaikum Husayn?”
Tiba-tiba dia mendekat dan memelukku.
Ya Allah… saya ingin menangis. Ternyata dia masih mengingatku.
Dia tidak bertanya seperti teman-temannya yang lain. Dia hanya memelukku, lalu duduk di sampingku. Satu lagi yang saya ketahui tentang dia, terkadang dia malu mengungkapkan isi hatinya. Dan satu pelukan itu sudah cukup menghapus semua pertanyaan-pertanyaan yang sempat hadir dalam benakku.
Teruntuk anakku Husayn yang selalu Bunda cintai,
Bunda ingin mengucapkan terima kasih. Banyak pelajaran yang sudah Husayn ajarkan untuk Bunda. Termasuk membuat Bunda jatuh cinta pada dunia pendidikan anak. Husayn telah mengajari Bunda bagaimana menjadi seorang ibu, guru, dan sahabat buat Husayn.
Husayn anakku yang selalu Bunda sayangi,
Bunda selalu berdoa dan berharap, kelak Husayn akan jadi anak yang sukses di dunia dan akhirat. Satu hal yang selalu kurindukan adalah obrolan-obrolan kita berdua saat makan. Bunda senang mendengar cerita-cerita Husayn tentang mainan-mainan Husayn, tentang keluarga Husayn, tentang sekolah Husayn di Korea. Semoga Allah masih mempertemukan kita dan Bunda kembali bisa mendengar saat Husayn memanggil “Bunda Nita!!!”. Oh ya, shalat lima waktunya dijaga ya sayang, apalagi sholat shubuhnya… Bunda juga berharap semoga Husayn sudah suka menulis, jadi Ummi ngga perlu pusing lagi mengajari Husayn. Bunda berharap Husayn bisa membaca tulisan ini dan Husayn bisa tahu betapa Bunda sangat berterima kasih pada Husayn karena telah menjadi guru buat Bunda. Melalui tulisan ini juga, Bunda berharap Husayn tahu betapa besar cinta Bunda Nita buat Husayn… ^_^
Terkadang anak tak bisa mengungkapkan isi hatinya. Mereka tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata…
Terkadang anak juga tak bisa mengungkapkan keinginannya. Mereka tak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata…
Tetapi mereka mengerti dengan satu bahasa...
Bahkan sangat mengerti dibanding orang dewasa...
Mereka lebih hebat dalam menggunakan bahasa hati…
Karena itu, Ajarilah mereka dengan hati yang penuh cinta, ketulusan, dan keikhlasan...
Sesuatu yang datangnya dari hati, maka akan sampai ke hati…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar