Materi pembelajaran PAUD amat variatif. Ada pendapat yang menyatakan bahwa PAUD hanya mengembangkan logika berpikir, berperilaku, dan berkreasi. Adapula yang menyatakan bahwa PAUD juga mempersiapkan anak untuk siap belajar (ready to learn); yaitu siap belajar berhitung, membaca, menulis. Ada pula yang menyatakan bahwa materi pembelajaran bebas, yang penting PAUD mengembangkan aspek moral-agama, emosional, sosial, fisik-motorik, kemampuan berbahasa, seni, dan intelektual. PAUD membimbing anak yang premoral agar berkembang ke arah moral realism dan moral relativism. Pembelajaran membimbing anak dari yang bersifat egosentris-individual, ke arah prososial, dan sosial-komunal. Pembelajaran juga melatih anak menganal jati dirinya (self identity), menghargai dirinya (self esteem), dan kemampuan akan dirinya (self efficacy). Banyak pertanyaan dari guru dan orangtua tentang bolehkan mengajarkan anak berhitung, membaca, dan menulis. Bukannya tidak boleh mengajarkan semua itu, tetapi yang penting ialah anak sudah siap dan guru menggunakan cara-cara yang sesuai untuk belajar anak.
Prof. Dr. Soegeng Santoso juga mengemukakan bahwa kurikulum Calistung mulai diterapkan pada pendidikan tingkat Sekolah Dasar (SD), seperti matematika untuk berhitung dan untuk tingkatan PAUD hanya pengenalan angka dan huruf saja. Contohnya, untuk pengenalan angka di tingkat PAUD, maksimal yang diajarkan adalah mengenal angka 1 sampai 20. Hal itu disesuaikan dengan pemahaman anak usia dini yang harus belajar dengan bentuk yang konkret. 20 angka itu berarti mengenal angka sesuai dengan jumalah jari kaki dan jari tangan anak (http://www.radar-bekasi.com).
Berlakunya Calistung di tingkat SD, telah ditetapkan dalam keputusan pusat. Pengembangan PAUD yang memperkenalkan angka dan huruf, karena disesuaikan dengan masyarakat Indonesia yang heterogen. Tingkat pendidikan di daerah perkotaan dan pedesaan berbeda, baik dari segi fasilitas serta kurikulumnya.
Yani Widianto (2012) mengemukakan bahwa para peneliti otak diseluruh dunia juga sepakat bahwa PFC seorang anak belum siap untuk dijejalkan hal-hal yg kognitif. Akibat dari pemaksaan terhadap hal-hal yang bersifat kognitif adalah membuat anak tidak mampu menunjukkan emosi yg tepat, kendali emosi (intra personalnya terganggu), dan anak sulit menunjukkan empati.
REFERENSI:
Kajian Kebijakan Kurikulum Pendidikan Anak usia Dini. Departemen Pendidikan Nasional, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pusat Kurikulum, 2007.
Surat Edaran Pemerintah Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 Perihal Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar.
Widianto, Yani. Mengapa Anak TK Tak Boleh Diajari Calistung?, http://yani.widianto.com/2012/03/13, (diakses pada tanggal 26 Juni 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar