Sering kali ada guru yang suka mengeluh karena merasa kesulitan untuk membelajarkan siswanya. Menurutnya, dia sudah berusaha untuk memberikan yang terbaik untuk siswanya saat mengajar tetapi siswanya masih saja malas untuk belajar. Siswanya seringkali merasa ogah-ogahan saat belajar. Sehingga rencana pembelajaran yang sudah disusun seringkali tak bisa dilakukan sepenuhnya, bahkan gagal total.
Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi ilmu yang saya dapatkan dari pemilik Highscope dan Playmall Jakarta. Ada banyak hal yang saya dapatkan dari pengalaman Beliau selama hampir 10 tahun aktif di dunia pendidkan, khususnya PAUD.
Menurut Beliau, hal pertama yang harus ditumbuhkan oleh seorang guru saat mengajar adalah love learning. Seorang guru harus mampu membuat siswanya untuk mencintai kegiatan belajar tersebut. Oleh karena itu, untuk anak usia dini (0-8 tahun) janganlah pernah bertanya kepada mereka “lagi belajar apa?”. Tetapi bertanyalah dengan pertanyaan “lagi main apa”. Karena sesungguhnya bagi anak, kegiatan bermain adalah aktivitas yang sangat serius bagi mereka. Di saat bermain itulah meraka sebenarnya sedang belajar.
Saat anak sudah mencintai kegiatan belajar tersebut, maka rasa ingin tahu anak tersebut akan muncul. Mereka akan sering bertanya kepada orang-orang sekitarnya, mengapa begini, mengapa harus begitu. Dan sebagai seorang pendidik, kita tidak boleh mematikan rasa ingin tahu anak tersebut. terkadang guru kurang menyukai jika anak-anaknya adalah orang-orang yang kritis atau suka bertanya. Melalui pertanyaan-pertanyaan itulah sebenarnya, mereka sedang membangun atau mengkonstruksi pengetahuannya.
Setelah rasa ingin tahu anak muncul dan mereka mulai sering bertanya, tentunya rasa percaya diri anak mulai terbangun dan mereka mulai berani mengemukakan pendapatnya. Anak mulai berani untuk mengungkapkan ide-idenya kepada guru atau teman-temannya. Contohnya saja, ketika anak pernah membaca suatu informasi kemudian informasi tersebut dibahas saat belajar, maka anak akan langsung bercerita bahwa dia pernah membaca hal tersebut.
Ketika anak-anak mulai merasa percaya diri dan berani mengungkapkan pendapatnya, maka tugas selanjutnya adalah megajari anak tentang problem solving. Hal ini akan sangat bermanfaat bagi anak ketika dia menghadapi kehidupan yang sebenarnya (real life). Sebagai contoh, Andi dan Budi memperebutkan sebuah mainan. Andi merasa dialah yang pertama kali memegang mainan tersebut, tetapi menurut Budi dialah yang pertama kali melihat permainan tersebut. saat menghadapi situasi ini, dimana kedua anak tersebut tidak ada yang mau mengalah, apa yang akan Anda lakukan? Mungkin saja ada yang berpendapat seperti ini, “Andi dan Budi, mainnya bergantian ya sayang soalnya waktu belajar sudah mau habis. Oke, jadi tidak usah berantem”. Lalu apakah masalahnya selesai? Mungkin bagi guru masalahnya selesai, tetapi bagi meraka masalahnya belum selesai. Anak jadi tidak tahu tentang problem solving dan mereka akan cenderung bergantung pada orang-orang di sekitarnya setiap kali mereka menghadapi masalah. Tentunya hal ini juga akan berpngaruh pada kemampuan anak dalam mengambil keputusan.
Lalu bagaimana cara menyelesaikannya?
Sebagai seorang guru, sebaiknya Anda bertanya kepada keduanya, “mainannya cuma satu, terus waktu belajarnya sudah mau habis, jadi bagaimana menurut kalian?”. Jadi, biarkanlah anak untuk berpikir terlebih dahulu mencari jalan keluar untuk masalah yang dihadapinya. Dengan sendirinya, kedua anak tersebut akan saling mengalah dan memilih untuk bermain secara bergantian. Biarkan mereka yang memutuskan langkah apa yang akan meraka ambil untuk menyelesaikan masalahnya sehingga tidak ada yang mengganjal di hatinya.
Pada intinya, sekolah adalah salah satu sarana yang menjadi tumpuan harapan para orang tua agar anak-anaknya kelak menjadi orang sukses. Oleh karena itu, sebagai seorang guru hendaknya kita mengajarkan mereka tentang karakter-karakter yang harus dimiliki anak untuk bisa menghadapi kehidupan yang sebenarnya. Pendidikan karakter itu, harus ditumbuhkan sejak dini karena pada masa itu adalah masa-masa yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak.
Maafkan Bonita jika ada yang salah…
Terima kasih kepada Ibu Gina yang sudah membagi ilmunya…
Wallahu a’lam bi shawab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar