Bismillah...
Kemarin Allah mempertemukanku dengan sahabat seperjuangan di kampus dan Alhamdulillah saya diberi kesempatan untuk belajar dari pengalamannya. Saya mendapat info kalau sebentar lagi dia akan menggenapkan setengah dien-nya dan seperti biasa saya mencoba ngobrol dengannya. Tujuannya sederhana, saya mau belajar dari pengalaman orang-orang di sekitar saya. Dia akhirnya bersedia menceritakan pengalamannya saat memutuskan untuk meninggalkan “pacaran” dan memantapkan hati untuk menjalin hubungan yang halal.
Sebut saja namanya Ahmad (biar saya lebih mudah menuliskannya kawan. Ini nama samaran ya... ^_^ ). Semuanya berawal ketika Ahmad menemukan kehampaan saat menjalani aktivitas yang sering disebutnya pacaran. Dia mulai merasa ada yang kurang dalam dirinya, ada yang kosong dalam hatinya. Secara materi Alhamdulillah dia sudah cukup. Itulah sebabnya dia memilih menyimpan pemghasilannya kepada kakaknya karena dia takut jiwa mudanya yang senang berfoya-foya muncul dan uangnya dihabiskan untuk hal-hal yang tidak berguna (Karena tak ada yang menjamin hari ini kita masih baik, maka mintalah kepada Allah untuk diistiqomahkan... ^_^).
Hingga suatu hari, dia tiba di satu titik dimana dia ingin berubah (hal ini tidak mau dia ceritakan. Ya, saya ngertilah. Itu wilayah pribadi seseorang yang tidak ingin diketahui oleh orang lain). Ahmad memutuskan untuk meninggalkan aktivitas pacaran yang telah dijalaninya sejak SMP. Dia lalu berdoa kepada Allah. Dia menyampaikan semua isi hatinya kepada Allah, “Ya Allah, engkau tahu hamba meninggalkan semua ini karena-Mu. Terima kasih ya Allah untuk semua nikmat yang selama ini Engkau berikan untukku. Hamba bersyukur ya Allah untuk semua nikmat yang telah Engkau berikan kepada hamba selama ini. Hamba mohon ampunan-Mu ya Allah jika selama ini hamba sering melupakan-Mu dan banyak berbuat dosa. Karena itu ya Allah, izinkan hamba meminta. Pertemukanlah hamba dengan jodoh hamba. Hamba ingin menjaga hati dan ingin melakukan sesuatu yang lebih bermakna dalam hidup hamba.”
*kira-kira seperti itu penuturannya kepada saya kawan. Saya masih berusaha mengingat setiap kalimatnya. Semoga tak ada yang terlewatkan, hehehehe... :D
Finally, dalam sebuah moment Allah mempertemukannya dengan seorang perempuan yang ternyata pernah menjadi teman satu kampusnya. Perempuan ini satu kampus dengannya, namun mereka tak pernah saling sapa. Mereka hanya satu kampus, tetapi tidak kuliah di jurusan yang sama. Ahmad pun mulai mencari tahu tentang perempuan ini dari teman-temannya. Hingga akhirnya mereka dipertemukan dalam sebuah moment dan terjadilah sebuah obrolan sederhana dimana Ahmad melamar perempuan tersebut. Saat itu dia hanya berpikir dan meyakinkan hatinya bahwa dia mau menikah, mau menyempurnakan setengah agamanya, dan dia tidak mau lagi melakukan aktivitas pacaran yang jelas-jelas dosa. Dia pun menyampaikan ke perempuan tersebut (sebut saja namanya Rahma).
“Rahma, sudah punya anak,” tanya Ahmad memulai percakapannya.
“Gimana mau punya anak, nikah aja belum,” jawab Rahma santai.
“Kalau saya yang datang ke rumah menemui Bapakmu gimana?” tanya Ahmad kepada Rahma.
Dengan nada sedikit kaget, Rahma menjawab, “Maksudnya?”
“Iya, saya lagi cari calon isteri yang siap menikah sekarang. Siap diajak hidup susah soalnya kondisinya sekarang saya lagi lanjut kuliah dan saya belum punya pekerjaan tetap. Tetapi, Bismillah saya akan berusaha untuk memenuhi semua kewajiban saya sebagai kepala keluarga. Saya akan berusaha bekerja sebaik mungkin dan berusaha bertanggung jawab. Tetapi saya mencari perempuan yang siap menikah sekarang dan siap menemani saya melewati masa-masa sulit itu. Hingga nanti ketika kelak keluarga saya berhasil melewati itu, saya punya kenangan dengannya bahwa kita pernah hidup susah. Jadi tak ada yang perlu disombongkan ketika kelak saya mencapai kesuksesan. Bagaimana? Tetapi saya mau menikah sekarang dan siap menemani saya melewati hari-hari yang sulit karena saya masih kuliah dan belum punya pekerjaan tetap?”
Mendengar semua itu, Rahma tak bisa berkata-kata. Terdiam mendengar semua penuturan orang yang baru dikenalnya itu.
Akhirnya, Rahma pun meminta Ahmad datang menemui orang tuanya. Sebelum menemui orang tua Rahma, Ahmad sempat dihinggapi perasaan ragu. Benarkah dia jodohku? Saya tidak salah pilihkan ya Allah? Dia pun berdoa kepada Allah untuk dimantapkan hatinya untuk datang melamar dan menemui orang tua perempuan yang baru dikenalnya.
Ada satu pesan yang disampaikannya kepada saya ketika dia akan datang melamar yang menurut saya sangat menarik. Kira-kira seperti ini pesannya, “Dek, menikah itu menyangkut dua hal. Keyakinan dan meyakinkan. Saat engkau akan menikah, maka keyakinanmu kepada Allah sedang diuji. Betulkah selama ini engkau yakin dengan semua ketentuan yang telah ditetapkan-Nya? Keyakinan bahwa menikah akan membuka pintu rezeki. Keyakinan bahwa dialah orang yang akan engkau pilih untuk menjadi ayah atau ibu untuk anak-anakmu kelak. Banyak keraguan yang akan datang menghampirimu dan berusaha meruntuhkan keyakinanmu. Makanya minta sama Allah agar diberi kekuatan karena kita yakin bahwa apa yang kita lakukan saat itu adalah bagian dari menjalankan perintah-Nya. Daripada saya pacaran kan???. Selain itu, bagi laki-laki kemampuannya dalam meyakinkan orang tua calon isterinya betul-betul diuji. Saya harus berusaha meyakinkan ayah sang perempuan bahwa saya bisa mengambil alih tanggung jawabnya untuk menjaga anak perempuannya. Apalagi saya baru kenal beberapa hari, wajar kalau ayahnya merasa khawatir. Tetapi disitulah kemampuan meyakinkan orang tua sang calon isteri dilihat. Saat itu saya hanya berdoa kepada Allah untuk dikuatkan karena saya yakin apa yang saya lakukan saat itu adalah sebuah kebaikan. Dan alhamdulillah semuanya berjalan lancar.”
Ya... Alhamdulillah sebentar lagi teman saya ini akan menikah. Semoga Allah memudahkan dan memberkahi pernikahannya. Terima kasih ya k’ atas ilmu dan nasehatnya. Terima kasih juga sudah mengizinkan saya membagi pengalamannya di blog saya.
Lalu apa hikmah dari kisah di atas?
Sahabatku yang kucintai karena Allah...
Saya sengaja menuliskan pengalaman salah satu teman seperjuangan di kampus ini hanya sebagai bahan pelajaran buat saya pribadi. Kalau ada yang bisa mengambil pelajaran dari kisah ini juga, Alhamdulilah ^_^. Berusaha mengambil hikmah dan sisi positif dari pengalaman orang-orang di sekitar kita.
Pelajaran pertama, menikah itu tak harus dimulai dengan pacaran terlebih dahulu. Teman saya ini berpesan kepada saya seperti ini, “Jangan pernah pacaran ya dek. Saya sudah berpengalaman dalam hal pacaran jadi saya tahu bagaimana rasanya. Pacaran itu tidak ada manfaatnya, hanya membuang-buang waktu. Kalau ada orang pacaran yang tidak bisa makanlah gara-gara diputuskan atau tidak bisa hidup tanpa pacarnya, itu semua omong kosong. Paling lama dua minggu waktu yang dibutuhkannya untuk melupakan mantannya. Setelah itu semua akan seperti biasa kembali. (Ini penuturan laki-laki lho guys, kalau perempuan kalian butuh waktu berapa lama sih??)”
Saya terdiam mendengar penuturannya, saya teringat dengan beberapa orang yang pernah curhat kepada saya saat mereka katanya putus dari pacarnya (putus??? Layangan kaleee...hehehe...gak boleh marah yaaa... :D ). Saya hanya selalu berkata kepada orang-orang yang katanya lagi putus cinta, “Ngapain sih buang-buang air matamu untuk orang yang jelas-jelas bukan siapa-siapamu? Ngapain buang-buang energimu untuk orang yang belum jadi apa-apa sudah membuat kamu menangis? Orang seperti itu yang akan engkau pilih untuk menjadi ayah bagi anak-anakmu? Mendingan kamu nangis dihadapan Allah. Kalau belum bisa nangis karena Allah, maka cobalah menangis mengingat apa yang sudah kamu lakukan untuk orang tuamu? Sudahkah kamu membalas setiap kasih sayang yang diberikannya untukmu? Jangan-jangan waktumu selama ini lebih banyak engkau habiskan untuk orang yang bukan siapa-siapamu itu dibanding dengan orang tuamu? Kalau kamu tak bisa juga menangis, maka menangislah karena kamu tak bisa menangis. Mungkin saja Allah sudah menutup hatimu dan mintalah hati yang baru.”
Pelajaran kedua dari Beliau adalah “orang yang menjadi pacarmu saat ini belum tentu akan menjadi pasanganmu kelak. Betapa banyak fenomena orang yang bertahun-tahun pacaran namun tak berakhir di pelaminan. Jadi, jika ingin membangun sebuah komitmen maka bangunlah dalam sebuah ikatan pernikahan. Setelah menikah nanti disitulah kalian nanti akan saling mengenal. Karena omong kosong tuh orang-orang yang mengatakan bahwa mereka pacaran untuk saling mengenal biar nanti setelah menikah bisa lebih langgeng. Tidak ada jaminan bahwa orang pacaran terlebih dahulu lebih langgeng pernikahannya dibanding orang tidak pacaran setelah menikah. Bahkan ada yang pacaran bertahun-tahun, tetapi pernikahannya hanya bertahan beberapa bulan.”
Pelajaran ketiga, saat Beliau memutuskan untuk berhenti pacaran dan berusaha untuk memperbaiki diri, disitulah dia belajar tentang arti bercermin. Jodoh kita itu kelak adalah cerminan diri kita. Maka pada saat dia meyakinkan dirinya untuk meninggalkan aktivitas pacarannya selama ini, saat itulah dia berazzam pada dirinya untuk terus memperbaiki diri. Dia tidak mau mendapatkan jodoh yang kualitasnya sama dengan dirinya yang di masa lalu. Keyakinannya bahwa ketika dia memperbaiki diri, maka jodohnya pun saat ini sedang memperbaiki diri.
Pelajaran keempat, saya sempat bertanya kepada dia “Mengapa dia tidak menikahi saja mantan terakhirnya yang kemarin?”. Jawabannya simpel, “Salahnya dia bertemu dengan saya tatkala saya belum siap untuk membangun sebuah komitmen.” Saya hanya terdiam mendengar jawabannya. Jujur saja, saya agak shock mendengar jawabannya. Parah banget kawan. Jadi selama ini dia pacaran buat apa coba. Ya Alhamdulillah, Allah telah memberinya hidayah dan sudah menyadari kesalahannya. Saya langsung memikirkan teman-teman perempuan saya yang menghabiskan waktunya untuk pacaran. Tahukah engkau saudariku, ketika engkau pacaran kerugian jauh lebih besar itu akan diderita oleh perempuan. Coba tanyakan pada hatimu, bukan pada logikamu yang selalu mencoba mencari pembenaran atas sikap yang engkau pilih saat ini. Saya selalu bertanya kepada teman-teman saya yang perempuan, “Apakah kamu yakin kalau dia akan datang melamarmu?”. Cara menjawab dan jawaban mereka hampir sama. Menjawab dengan penuh keraguan sambil berkata, “hheemm, yakin sih k’ tapi kadang saya juga ragu dan pengen bertanya sama dia kapan engkau datang melamarku? Tetapi kalau keraguan itu datang, saya berusaha untuk meyakinkan diri lagi.”
Jujur saja saya kasihan melihat teman-temanku ini. Tetapi ini masalah pilihan, tugasku hanyalah menjadi pendengar ketika dia butuh teman cerita dan memberinya saran plus taujih sederhana serta berharap Allah menyentuh hatinya dengan hidayah-Nya.
Saudariku, mengapa engkau tak menghabiskan waktumu untuk hal-hal yang jelas-jelas lebih bermanfaat untuk dirimu daripada menghabiskan waktumu untuk orang yang jelas-jelas bukan siapa-siapamu. Cobalah tanyakan pada isi hatimu. Bukankah Allah sudah melarang kita untuk tidak mendekati zina. Tahukah engkau sobat, aturan-aturan yang dibuat oleh Allah itu untuk hamba-Nya juga. Kebaikan Allah tak akan berkurang ketika semua aturan-aturan itu untuk Allah. Aturan itu dibuat karena Allah sayang sama kalian. Cobalah kalian cari tahu mengapa Allah menyuruh kita untuk menjaga pandangan??? Semua itu untuk dirimu kawan, karena Allah sayang padamu... (Coba dicari dulu ya Sob, ane belum mau share disini... Ntar tulisannya kepanjangan... Insya Allah suatu hari ane share ya... ^_^ )
Saya lagi mikir nih kawan, apalagi pelajaran yang bisa saya ambil dari kisah kawan saya. Saya berusaha mengingat-ingat pesan-pesannya. Maklum hanya mengandalkan ingatan, gak mungkin kan ane catet tuh semua kata-katanya saat ngobrol.
So, maybe itu aja dulu ya kawan yang bisa saya bagi hari ini.
Semoga teman-teman bisa mengambil hikmah dari kisah kawan saya tadi.
Saya coba menyimpukan apa yang ingin disampaikan kawan saya tadi ya...
Teruslah memperbaiki diri...
Memperbaiki diri sama aja dengan memperbaiki kualitas jodoh kita...
Tetapi tetap jaga niatnya bahwa kita memperbaiki diri karena Allah...
Yakinlah bahwa Allah sudah menyiapkan jodoh terbaik untukmu selama kamu memberikan yang terbaik untuk-Nya...
Dan satu hal...
Janji Allah itu selalu tepat waktu...
Allah akan memberikan apa yang kita butuhkan pada waktu yang tepat...
So...
Terus semangat memperbaiki diri karena-Nya yaaaaaa.... ^_^
Tak perlu membuat komitmen jika belum siap untuk menikah karena komitmen dua hati itu hanya ada dalam sebuah ikatan yang bernama “pernikahan”.
Buat saudariku, teruslah memperbaiki diri dan terus mempersiapkan diri hingga ketika jodohmu datang engkau sudah siap menjalankan peranmu sebagai seorang isteri shalehah dan ibu bagi anak-anakmu. Peran yang bisa mengantarkanmu masuk surga dari pintu manapun yang engkau inginkan. Tetapi semua itu harus kita jemput dengan cara yang diberkahi dan diridhoi oleh Allah. Kamu ngga mau kan sob kalau Allah marah karena kita melanggar perintah-Nya???
Wallahu a’lam bi shawab...
#Jakarta, 26 November 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar