Rabu, 15 Juli 2020

KURIKULUM NEW NORMAL

Sekarang semua orang disibukkan dengan urusan tahun ajaran baru. Orang tua sibuk mendampingi anaknya mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah atau MPLS. Guru sibuk menyiapkan rencana dan media pembelajarannya. Sementara sebagian anak-anak sibuk bertanya mengapa kita tidak belajar di sekolah? Mengapa belajarnya di depan laptop atau HP? Mengapa tidak bisa ketemu langsung dengan bapak dan ibu guru?


Tahun ajaran baru kali ini benar-benar sungguh berbeda. Kita tak pernah menyangka sebelumnya bahwa kita akan berada di situasi seperti ini. Oleh karena itu, di tulisan kali ini saya ingin sharing tentang kondisi tahun ajaran baru yang dihadapi oleh para pendidik dan perserta didik.

Sebelum tahun ajaran baru dimulai, beberapa guru datang untuk konsultasi. Mereka bertanya, “Apa yang harus dilakukan oleh sekolah dengan kondisi new normal nantinya? Bagaimana memahamkan para orang tua tentang cara menggunakan media dan cara mengajar anak-anak seperti di sekolah?”

Mendengarkan pertanyaan mereka, saya teringat dengan pengalaman ketika menjadi seorang guru SD. Mengajar anak orang lain dengan jumlah yang banyak dan karakter yang berbeda-beda memang bukan hal yang mudah. Butuh kesabaran ekstra menghadapi mereka satu-satu. Ada beberapa teman yang kadang suka curhat tentang kondisi kelasnya bahkan ada yang sampai jenuh dengan aktivitas yang monoton. Namun sekarang, para guru malah pusing kembali ketika dihadapkan pada situasi tidak boleh bertatap muka langsung dengan para siswanya. Sungguh benar firman Allah yang mengatakan bahwa salah satu sifat manusia itu adalah suka mengeluh.

Pertama yang ingin saya bahas adalah apa sebenarnya tujuan pendidikan? Apakah hanya sekadar membuat anak mampu dari segi akademik? Banyak guru yang pusing tentang bagaimana caranya membuat siswa tuntas nilainya dalam mata pelajarannya? Sebagai contoh mata pelajaran matematika. Ketika SD dulu salah satu materi dalam pelajaran matematika adalah tentang faktor dan kelipatan (FPB dan KPK). Kita diajarkan tentang cara mencari nilainya, tetapi kita tidak diajarkan sebenarnya apa manfaat dari mempelajari hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Itulah mengapa banyak yang kewalahan ketika berhadapan dengan soal cerita karena materi yang didapatkan di kelas tidak diaplikasikan langsung dalam kehidupan sehari-hari. Belum lagi materi tentang sin cos tan yang lebih sering membuat kening berkerut ketika dihadapkan dengan soal-soalnya tetapi jarang guru yang mengajarkan apa manfaat dari mempelajari hal tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kedua, ada lagi yang mengeluhkan tentang bagaimana membuat Renca Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dalam artian ini berhubungan dengan administrasi seorang guru. Pertanyaan saya, sebenarnya Anda jadi guru untuk benar-benar mengajar peserta didik atau memenuhi administrasi Anda sebagai seorang guru? Seharusnya ini menjadi perhatian penting bagi pihak-pihak yang berhubungan dengan administrasi seorang guru agar mereka jangan dibebankan dengan berkas-berkas adminsistrasi yang ribet. Saya melihat bahwa salah satu yang menghambat kreativitas guru adalah tuntutan kepada mereka untuk menyiapkan banyaknya administrasi yang harus dilengkapi sehingga waktu mereka lebih banyak tersita untuk menyiapkan hal tersebut.

Lalu apa yang harusnya dilakukan oleh para guru untuk menghadapi tahun ajaran baru dalam situasi new normal saat ini?

Kita kembali dulu pada tujuan pendidikan nasional menurut Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Poin pertama dari tujuan pendidikan nasioal  adalah mengembangkan potensi peserta didik agar mereka menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Islam mengajarkan kita bahwa hal pertama yang diajarkan ke anak adalah tentang nilai-nilai tauhid. Anak diajarkan bagaimana dia meng-Esa-kan Allah, bagaimana menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung dalam kehidupan ini. Faktanya, tidak semua sekolah fokus pada hal ini. Bahkan ada sekolah yang malah sibuk memberikan les calistung (Baca Tulis Hitung) kepada anak di saat masih duduk di bangku Taman Kanak-Kanak. Ketika saya menanyakan mengapa mereka memberikan les calistung, ternyata orang tualah yang meminta agar anaknya diberikan kelas tambahan. Tujuannya agar anaknya kelak bisa masuk SD unggulan. Inilah sedikit potret dunia pendidikan kita saat ini. Orang tua lebih khawatir ketika anaknya tidak masuk sekolah unggulan dibanding dengan anak mengenal siapa Tuhannya.

Oleh karena itu, sekolah dan orang tua sebaiknya fokus untuk mengajarkan anak tentang nilai-nilai tauhid. Kondisi anak yang Belajar Dari Rumah (BDR) juga memberikan kesempatan kepada para orang tua untuk mengajarkan langsung ke anaknya tentang nilai-nilai tauhid ini. Jika selama ini guru yang lebih banyak mengambil peran dalam mengajarkan anak tentang nilai-nilai tauhid, maka saat ini orag tua memiliki kesempatan emas tersebut. Mengapa saya menyebutnya sebagai kesempatan emas? Saya teringat ketika dulu menjadi guru kelas 1 SD, banyak diantara siswa saya yang belum menghafal surah Al Fatihah. Kondisi itu membuat tim di kelas harus mengajarkan kepada mereka surah tersebut karena mereka harus menggunakannya ketika sholat berjamaah di sekolah, khususnya bagi siswa laki-laki karena mereka digilir untuk menjadi imam sholat. Kesempatan mengajarkan surah tersebut harusnya dimanfaatkan oleh orang tuanya, bukannnya malah diberikan kepada orang lain. Coba Anda bayangkan berapa banyak pahala jariyah yang didapatkan oleh orang tua jika mereka mengajari anaknya surah Al Fatihah dan surah tersebut dipakai oleh anaknya sholat di sepanjang usianya.

Hal lain yang perlu dibahas dengan kondisi pembelajaran new normal adalah harusnya sekolah sudah menyiapkan kurikulum new normal. Sekolah harus mampu untuk cepat beradaptasi dengan situasi sekarang. Kelamaan move on maka akan membuat kita menjadi oon. Kita akan ketinggalan jika masih menggunakan cara-cara lama dalam mengajar dan masih mengutuk situasi sekarang. Berhentilah berharap bahwa tahun depan akan begini, begini, dan begini karena yang Anda hadapi saat ini adalah hari ini. Jika waktu habis untuk mengutuk keadaan lalu kapan mikirnya untuk membuat program new normal untuk peserta didik?

Seperti apa itu kurikulum new normal? Saya pribadi belum menemukan buku bacaan atau pun referensi yang membahas tentang hal ini. Namun, ini hanyalah bagian dari konsep yang muncul ketika guru-guru datang bercerita tentang tantangan yang mereka hadapi saat ini. Saya jadi kepikiran mengapa kita tidak fokus untuk mengajarkan anak tentang life skill? Selama ini kita sudah terlalu mengagung-agungkan kemampuan akademik sehingga anak yang memiliki bakat tertentu tidak mendapatkan tempat khusus. Anak yang rangking satu lebih dihargai dibanding dengan anak yang jago basket. Anak yang rajin mengerjakan PR di kelas lebih sering dipuji dibanding dengan anak yang lebih banyak diam tetapi ternyata memiliki kemampuan menggambar yang bagus.

Guru bisa merancang pembelajaran yang dekat dengan kehidupan sehari-hari anak. Satu aktivitas tetapi sudah bisa menyelesaikan beberapa mata pelajaran. Pembelajaran tematik saat ini sebenarnya sangat membantu. Sebagai contoh untuk kelas 1 SD, guru cukup memberikan tema “Halaman Rumahku”. Tema seperti ini, anak bisa diminta untuk membersihkan halaman rumahnya dengan memungut sepuluh sampai dua puluh daun untuk dikumpulkan. Pada pelajaran matematika guru bisa meminta anak untuk menghitung jumlah daun yang dikumpulkannya, lalu untuk pembelajarn sains mintalah anak untuk mencari informasi tentang daun. Orang tua bisa membimbing anak dengan mencari video pembelajaran sederhana yang bisa membantu anak untuk mendapakan penjelasan secara audio visual. Setelah itu, guru bisa melakukan video call dengan anak dan minta mereka bercerita tentang pengalaman belajarnya hari ini, dengan siapa dia belajar, bagaimana dia melakukannya, informasi apa yang didapatkannya dari kegiatan tersebut, dan bagaimana perasaannya saat melakukan hal tersebut.

Contoh lain pembelajaran dengan tema “Membantu Ibu di Dapur”. Guru bisa meminta orang tua untuk mengajak anaknya membuat jus atau kue donat. Saat anak membuat kue donat, anak akan belajar matematika karena dia harus mengukur berapa perbandingan dari setiap bahan yang dibutuhkan untuk membuat kue donat tersebut. Lalu guru bisa meminta kepada anak untuk mencari informasi tentang kandungan gizi dari kue tersebut. Setelah itu guru bisa mengarahkan anak untuk berbagi makanan dengan keluarga dan tetangganya dengan memberikan kue yang telah dibuat kepada mereka. Setelah melakukan semua aktivitas tersebut, guru bisa melakukan video call dengan anak dan meminta anak untuk menceritakan kegiatannya hari itu. Guru bisa menanyakan apa yang sudah dilakukan oleh anak, bagaiman dia melakukannya, dengan siapa dia melakukannya, dan bagaimana perasaannya ketika melakukan semua aktivitas tersebut.

Proses pembelajaran seperti ini akan melatih kepercayaan diri anak karena dia akan bercerita dihadapan guru dan teman-temannya ketika video call berlangsung. Hal ini juga akan semakin mempererat hubungan orang tua dan anak, anak juga terlatih kemampuan sosialnya, mengasah rasa ingin tahunya karena dia diminta untuk aktif mencari informasi, dan yang terpenting anak belajar tentang sebuah proses. Selama proses menjalani semua aktivitas tersebut anak akan belajar tentang kesabaran, menghargai waktu, dan masih banyak lagi nilai-nilai moral yang bisa diajarkan ke anak ketika proses pembelajarannya dekat dengan kehidupan sehari-harinya.  

Lagi-lagi ini hanyalah konsep yang penulis harapkan dengan kondisi new normal saat ini. Tidak menutup kemungkinan teman-teman pembaca lainnya memililki ide yang lain. Penulis melihat bahwa saat ini banyak anak yang mampu dari segi akademik, namun ketika dihadapkan pada ujian hidup yang sebenarnya mereka malah menjadi pribadi yang gampang mengeluh dan menyerah pada keadaan. Harusnya dengan kondisi pembelajaran new normal saat ini menjadi sebuah kesempatan kepada semua pihak untuk mengevaluasi semua proses pendidikan yang kita terapkan selama ini.

Semoga bermanfaat.

Wallahu a’lam bi shawab

6 komentar:

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...