Bapak...
Maafkan aku...
Aku belum bisa melupakanmu...
Aku belum bisa melupakan senyuman hangatmu...
Senyum yang selalu kurindukan...
Bapak...
Di ruangan yang bernuansa putih itu, engkau terbaring lemah
tak sadarkan diri. Aku hanya bisa mendengar suara alat-alat yang tak pernah
kutahu apa namanya. Aku hanya bisa mendengar hembusan nafasmu. Kutatap
dalam-dalam garis wajahmu. Kugenggam tanganmu yang kulitnya semakin kasar. Betapa
besar tanggung jawab yang engkau jalankan selama ini.
Bapak...
Apakah engkau tahu apa yang ada dalam pikiranku saat itu?
Aku hanya bisa berbicara dengan diriku sendiri...
Aku hanya bisa bertanya pada diriku sendiri...
Dan memohon kekuatan dari-Nya...
Saat mereka memintaku untuk mengikhlaskan apapun yang akan
terjadi...
Aku hanya bisa terdiam sambil memandangi wajahmu...
Secepat itukah engkau akan meninggalkanku?
Aku belum bisa memberimu apa-apa...
Aku belum bisa membuatmu bangga...
Aku belum bisa membahagiakanmu...
Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam dan berbicara pada diriku
sendiri...
Satu-persatu bayangan masa kecil yang indah bersamamu
kembali menghampiriku...
Mengantarku ke sekolah dengan berjalan kaki...
Engkau menggenggam tanganku sambil bercerita...
Cerita tentang sosok para nabi dan rasul yang waktu itu
belum kukenal baik...
Menjemputku sepulang sekolah sambil memberiku sebungkus
coklat...
Ahhh, engkau selalu tahu kesukaan putri kecilmu...
Mengajakku ke masjid setiap kali engkau ingin sholat...
Saat aku berbuat gaduh di masjid, engkau tak pernah
memarahiku...
Engkau hanya menegurku saat pulang dan bercerita kalau
masjid itu rumah Allah dan aku harus menjaga perilakuku saat berada di
rumah-Nya...
Saat menemaniku ke dokter gigi...
Engkau sangat tahu kalau alat-alat dokter gigi itu selalu
saja membuatku ketakutan...
Bahkan memelukku disaat aku harus berdamai dengan jarum
suntik...
Aku ingat saat TK aku tak mau ke sekolah karena guruku yang
tiba-tiba mencubitku tanpa alasan yang jelas...
Saat itulah aku melihatmu terdiam...
Engkau lalu membujukku dan menemui guruku agar
memperlakukanku dengan baik...
Kapan pertama kali aku melihatmu marah kepadaku?
Hhheemmm, aku ingat waktu masih duduk di bangku SD...
Saat itu aku tak mau mengaji. Akhirnya engkau menyuruhku
duduk dihadapanmu dan aku menuruti semua perintahmu. Aku pun mengaji dengan
suara menangis...
Ya...
Aku tahu kalau semua hal yang berhubungan dengan agamamu
engkau tak pernah memberiku toleransi. Sholat dan mengaji adalah dua hal yang
bisa membuatmu marah kepadaku. Dan aku bersyukur engkau mengajariku semua itu.
Aku tak pernah tahu akan seperti apa diriku andai engkau tak pernah mengajariku
tentang agamaku.
Bapak...
Saat anakmu ini mulai beranjak remaja...
Mungkin saat itu
engkau kebingungan melihat perilaku anak perempuanmu ini...
Saat pertama kali aku pergi bersama dengan teman-temanku
tanpa meminta izinmu...
Dan engkau menungguku di depan pintu dan mengajakku
ngobrol...
Aku hanya bisa terdiam karena aku tahu kesalahanku...
Dan engkau hanya berkata, “kamu itu anak perempuan Bapak
satu-satunya. Tanggung jawabnya jauh lebih besar dibanding menjaga anak
laki-laki. Jadi, tolong bantu Bapak dengan tidak pergi sembarangan.”
Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam...
Dan sekarang tepat enam tahun kepergianmu...
Aku merindukan semua itu...
Rindu dengan telponmu saat jam menunjukkan pukul 18.00 Wita,
“Kamu dimana?”
“Saya masih di kampus Pak, sebentar lagi pulang,” jawabku
saat itu.
“Perempuan ngga baik keluyuran malam-malam sendirian,”
lagi-lagi teguran halus itu datang lagi dan aku tak boleh memberikan alasan
lain.
Bapak...
Aku merindukan semua tentangmu...
Merindukan semua kebersamaan denganmu...
Merindukan nasehatmu disaat aku menghadapi masalah...
Merindukan pelukan hangatmu...
Terlalu banyak yang kurindukan darimu...
Dan kemarin...
Saat kupandangi tempat peristirahatan terakhirmu...
Aku hanya ingin berkata...
Terima kasih...
Terima kasih...
Terima kasih...
Untuk semuanya...
Banyak hal yang baru kumengerti disaat engkau tak lagi
disampingmu...
Caramu menunjukkan cintamu...
Caramu mengungkapkan cintamu...
Caramu memberikanku kasih sayang...
Mungkin berbeda dengan cara yang diberikan Mama kepadaku...
Mencintai dalam diam...
Bapak...
Aku merindukanmu...
Sangat merindukanmu...
Dan lagi-lagi aku hanya bisa berkata...
Seperti yang kuungkapkan disaat terakhir kebersamaan kita...
“Boni sayang Bapak karena Allah...”
Selalu...
Dan selamanya...
# Makassar, 6 Mei 2008 – 6 Mei 2014...
Tepat enam tahun...
Engkau pergi meninggalkanku...
Engkau memberiku pelajaran cinta tertinggi...
Dan aku harus membuktikan cintaku kepada-Nya...
Tepat enam tahun...
Saat aku melihat dirimu kembali ke asalmu...
Di saat itulah aku tersadar...
Engkau benar-benar pergi meninggalkanku...
Aku tak bisa lagi memandang wajahmu...
Tak bisa lagi memelukmu dan mendengarkan nasehatmu...
Ya...
Hidup ini akan selalu memiliki akhir...
Dan kematian adalah sesuatu yang pasti...