Sabtu, 24 Mei 2014

Jika Engkau Ingin Menangis...

Terkadang...
Menangis karena bahagia...
Menangis karena sedih...
Menangis karena kesakitan...
Menangis karena ditinggal orang terkasih...

Apapun alasan kamu...
Jika kamu ingin menangis...
Menangislah...

Jika itu bisa membuatmu merasa tenang...
Jika itu bisa membuatmu merasa lebih baik...

Dan pernahkah engkau menangis tanpa alasan yang jelas?
Kamu hanya ingin menangis...
Kamu hanya ingin menikmati tangisanmu...
Sambil terus bertanya pada diri sendiri...
Mengapa saya harus menangis?

Mungkin saat itu bukan matamu yang menangis...
Tetapi itulah jeritan hatimu...
Hatimu yang sedang jauh dari-Nya...
dan rindu ingin kembali dekat dengan-Nya...

Dan jika dia datang menghampirimu...
Maka nikmatilah tangisanmu...
Bersyukurlah jika engkau masih bisa menangisi kondisi imanmu...

Dan jika dia tak jua datang menghampirimu...
Maka tetaplah menangis...
Menangislah karena hatimu yang tak mau lagi tersentuh...

Dan aku berharap...
Tangisanmu akan membuat hatimu seperti dulu...

Kamis, 08 Mei 2014

Kumohon Tetaplah Bersamaku...



Kapan aku mengenalmu?
Kapan pertama kali aku bertemu denganmu?
Kapan pertama kali kita berjabat tangan?
Kapan pertama kali kita saling bertegur sapa?
Aku mungkin sudah melupakannya...
Kapan pertama kali Allah mempertemukan kita...



Yang kutahu Allah mempertemukan kita di jalan cinta para pejuang...
Allah menyatukan kita dalam tali persahabatan ilahi...
Hingga akhirnya kita saling mengenal satu sama lain...
Setiap hari seperti ada sesuatu yang baru darimu...
Setiap hari selalu ada ilmu yang kudapatkan darimu...

Setiap kali berjumpa...
Selalu saling berbagi...
Berbagi rasa...
Bahagia...
Suka...
Duka...
Tawa...
Tangis...

Ahhhh...
Hingga akhirnya kita saling menguatkan...
Tatkala berjumpa denganmu...
Keluhan yang ingin keluar seolah tertahan...
Serasa semuanya berlalu begitu saja saat melihat senyumanmu...
Lewat senyummu yang meneduhkan seolah ingin berkata, “Ukhti, bersabarlah. Engkau tak pernah sendiri dalam ujian kehidupan ini...”

Dan ketika rasa itu tak lagi hadir dalam kebersamaan kita...
Sungguh bukan dirimu yang salah...
Hanya imanku yang lagi compang-camping...
Dan kumohon jangan tinggalkan aku...
Biarkan aku tetap berjalan di sampingmu...
Kumohon jangan lepaskan genggaman tanganmu...
Biarkan aku berusaha bangkit mengikuti langkahmu saudariku...
Meskipun aku harus tertatih-tatih mengikuti langkahmu...
Tak mengapa...
Asalkan bersama denganmu...
Karena aku ingin selalu bersama denganmu...
Di dunia...
Dan di surga-Nya...
Semoga...
Aaminn Ya Rabbal ‘alamin...

#Teruntuk saudariku yang pernah hadir dalam lingkaran kecilku...
Teruntuk saudariku yang selalu ada memberi warna dalam kehidupanku...
Teruntuk saudariku yang telah dikirimkan oleh Allah untukku dalam tali persahabatan ilahi...
Aku mencintaimu karena Allah... ^_^

"Edisi merindu dan kembali bersiap meninggalkan semuanya demi sebuah mimpi yang harus kuselesaikan..."

Rabu, 07 Mei 2014

Cinta Pertamaku...

Jika ada yang bertanya, "Siapa cinta pertamamu?"
Akan kujawab, "My Father"

Ya...
He is my first love...

Lelaki pertama yang kudengarkan suaranya saat dia mengumandangkan kalimat Allah di telingaku...
Lelaki pertama yang menggendongku saat lahir ke dunia ini...
Lelaki pertama yang menitikkan air matanya saat aku hadir di dunia ini...

Bagi anak perempuan, sudah seharusnya ayahnyalah yang menjadi cinta pertamanya. Pun begitu dengan anak laki-laki, Ibunyalah yang seharusnya menjadi cinta pertamanya.

Dan kali ini aku ingin bercerita tentang dia...
Sosok laki-laki yang sangat sederhana dan jauh dari kemewahan. Aku sangat mengenali kejujurannya. Bapak punya prinsip, tidak apa-apa sedikit yang penting berkah. Bapak juga selalu mengajari kami untuk mengembalikan setiap masalah kepada Allah. "Apapun masalah hidup yang engkau hadapi, kembalikan semuanya kepada Allah. Allah lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya.Dimana pun kamu berada, apapun masalahmu, selalu ingat Allah." Itulah yang selalu dipesankannya untuk kami anak-anaknya.

Ketegasannya sudah tak dipertanyakan lagi, apalagi untuk urusan yang berhubungan dengan agama. Tak ada ruang toleransi bagi kami anak-anaknya. Ketika adzan berkumandang, maka semua harus ke masjid. Secara kakak-kakakku semuanya cowok. Bapak tak pernah memperlakukanku istimewa meskipun aku satu-satunya anak perempuan di rumah. Bapak tidak suka kalau aku manja. Bahkan Bapak over protective sama aku. Dan aku baru tahu alasan Bapak memperlakukanku seperti itu ketika aku merantau. Saat Bapak tak lagi ada di sampingku untuk menjagaku. Aku harus bisa menjaga diriku baik-baik.

Bapak...
Sangat peduli dengan pendidikan anak-anaknya. Beliau punya prinsip, "Anak-anaknya harus punya sekolah yang lebih tinggi daripada orang tuanya." Aku menyaksikan sendiri bagaimana perjuangan Bapak membiayai sekolah kakak-kakakku. Ya, masa kecilku banyak kuhabiskan dengan orang tuaku karena semua kakak sudah kuliah ke kota. Dan aku menjadi saksi perjuangan Bapak dalam memberikan pendidikan terbaik untuk anak-anaknya.

Bapak...
Aku tak pernah melihatnya meninggalkan sholat lima waktu. Sholatnya pun selalu di masjid dekat rumah. Kalau pun Beliau ngga ke masjid, itu artinya Beliau lagi sakit. Bapak suka marah kalau anak-anaknya ngga sholat ke masjid. Apalagi kalau ngga sholat, jangan harap kami akan mendapat teguran darinya hari itu. Ada satu kenangan yang boleh dibilang sejak itulah aku mulai rajin sholat. Saat itu aku masih kelas 3 SD. Aku selalu tidur dekat Bapak karena Beliau suka mendongengkanku sebelum tidur dengan kisah-kisah Nabi dan Rasul. Saat tengah malam tiba, seperti biasa Beliau bangun untuk melaksanakan sholat tahajjud. Seusai sholat Beliau lalu berdoa dan di saat berdoa itulah aku mendengar doa-doanya. Bapak menyebut namaku dalam doanya. Aku tetap saja berpura-pura tidur sambil terus mendengarkan doa-doanya.

Ahhhh Bapak...
Saat itu aku hanya berkata pada diriku, "Aku jarang mendoakan Bapak. Kalau pun mendoakan, doanya pasti asal-asalan seperti anak-anak yang lain." Boleh dibilang kejadian itu menjadi bukti bagi diriku kalau Bapak sangat menyayangiku.

Ya...
Bapak bukan tipe orang yang romantis yang selalu mengatakan sayang kepada anak-anaknya. Bapak lebih banyak diam. Dan dalam diamnya itulah dia mengungkapkan rasa sayangnya. Semua itu baru kumengerti setelah aku beranjak dewasa.  

Bapak selalu berusaha untuk menepati janjinya. Janji yang selalu kuingat adalah ketika Beliau berjanji akan menemaniku dua tahun di Makassar. Setelah dua tahun, Beliau berjanji akan kembali ke kampung halamanku menikmati masa tuanya. Janji itu benar-benar dipenuhinya. Dua tahun Beliau menemaniku di Makassar saat kuliah dan kembali ke Sinjai untuk selamanya. Beliau benar-benar pulang ke kampung halamanku untuk beristirahat selamanya.

Dan sekarang tepat enam tahun kepergiannya...
Bapakku yang selalu dan akan selalu kucintai karena Allah...
Terima kasih untuk semua pelajaran hidup yang telah engkau berikan untukku...
Terima kasih untuk semua kasih sayang yang telah engkau berikan untukku...
Terima kasih telah memberikanku kenangan masa kecil yang indah...
Terima kasih untuk semuanya...
Aku masih ingat dengan keinginanmu melihatku saat diwisuda...
Mungkin semua itu tak bisa terwujud di dunia...
Semoga kelak aku bisa membuatmu bahagia dan bangga di hadapan Allah...

Ya Allah...
Ampunilah dosa-dosa kedua orang tuaku...
Berikanlah Ayahku tempat terbaik disisi-Mu...
Lapangkanlah tempatnya...
Terangilah tempatnya...
Dan kumpulkanlah kami di Surga-Mu kelak...
Ya Allah...
Jika ada kebaikan yang kulakukan dan bernilai pahala...
Kumohon alirkan pahalanya untuk kedua orang tuaku...
Yang telah membesarkanku, mengajariku, mendidikku untuk selalu menjadikan Engkau tujuan hidupku...
Ya Allah...
Kumohon jagalah keduanya dengan sebaik-baik penjagaan-Mu...
Aaminn Ya Rabbal 'alamin...

Makassar, 6 Mei 2008 - Makassar, 6 Mei 2014

Enam Tahun Merindukanmu...



Bapak...
Maafkan aku...
Aku belum bisa melupakanmu...
Aku belum bisa melupakan senyuman hangatmu...
Senyum yang selalu kurindukan...

Bapak...
Di ruangan yang bernuansa putih itu, engkau terbaring lemah tak sadarkan diri. Aku hanya bisa mendengar suara alat-alat yang tak pernah kutahu apa namanya. Aku hanya bisa mendengar hembusan nafasmu. Kutatap dalam-dalam garis wajahmu. Kugenggam tanganmu yang kulitnya semakin kasar. Betapa besar tanggung jawab yang engkau jalankan selama ini.

Bapak...
Apakah engkau tahu apa yang ada dalam pikiranku saat itu?
Aku hanya bisa berbicara dengan diriku sendiri...
Aku hanya bisa bertanya pada diriku sendiri...
Dan memohon kekuatan dari-Nya...
Saat mereka memintaku untuk mengikhlaskan apapun yang akan terjadi...
Aku hanya bisa terdiam sambil memandangi wajahmu...
Secepat itukah engkau akan meninggalkanku?
Aku belum bisa memberimu apa-apa...
Aku belum bisa membuatmu bangga...
Aku belum bisa membahagiakanmu...
Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam dan berbicara pada diriku sendiri...
Satu-persatu bayangan masa kecil yang indah bersamamu kembali menghampiriku...
Mengantarku ke sekolah dengan berjalan kaki...
Engkau menggenggam tanganku sambil bercerita...
Cerita tentang sosok para nabi dan rasul yang waktu itu belum kukenal baik...
Menjemputku sepulang sekolah sambil memberiku sebungkus coklat...
Ahhh, engkau selalu tahu kesukaan putri kecilmu...

Mengajakku ke masjid setiap kali engkau ingin sholat...
Saat aku berbuat gaduh di masjid, engkau tak pernah memarahiku...
Engkau hanya menegurku saat pulang dan bercerita kalau masjid itu rumah Allah dan aku harus menjaga perilakuku saat berada di rumah-Nya...

Saat menemaniku ke dokter gigi...
Engkau sangat tahu kalau alat-alat dokter gigi itu selalu saja membuatku ketakutan...
Bahkan memelukku disaat aku harus berdamai dengan jarum suntik...
Aku ingat saat TK aku tak mau ke sekolah karena guruku yang tiba-tiba mencubitku tanpa alasan yang jelas...
Saat itulah aku melihatmu terdiam...
Engkau lalu membujukku dan menemui guruku agar memperlakukanku dengan baik...

Kapan pertama kali aku melihatmu marah kepadaku?
Hhheemmm, aku ingat waktu masih duduk di bangku SD...
Saat itu aku tak mau mengaji. Akhirnya engkau menyuruhku duduk dihadapanmu dan aku menuruti semua perintahmu. Aku pun mengaji dengan suara menangis...

Ya...
Aku tahu kalau semua hal yang berhubungan dengan agamamu engkau tak pernah memberiku toleransi. Sholat dan mengaji adalah dua hal yang bisa membuatmu marah kepadaku. Dan aku bersyukur engkau mengajariku semua itu. Aku tak pernah tahu akan seperti apa diriku andai engkau tak pernah mengajariku tentang agamaku.

Bapak...
Saat anakmu ini mulai beranjak remaja... 
Mungkin saat itu engkau kebingungan melihat perilaku anak perempuanmu ini...
Saat pertama kali aku pergi bersama dengan teman-temanku tanpa meminta izinmu...
Dan engkau menungguku di depan pintu dan mengajakku ngobrol...
Aku hanya bisa terdiam karena aku tahu kesalahanku...
Dan engkau hanya berkata, “kamu itu anak perempuan Bapak satu-satunya. Tanggung jawabnya jauh lebih besar dibanding menjaga anak laki-laki. Jadi, tolong bantu Bapak dengan tidak pergi sembarangan.”
Lagi-lagi aku hanya bisa terdiam...

Dan sekarang tepat enam tahun kepergianmu...
Aku merindukan semua itu...
Rindu dengan telponmu saat jam menunjukkan pukul 18.00 Wita, “Kamu dimana?”
“Saya masih di kampus Pak, sebentar lagi pulang,” jawabku saat itu.
“Perempuan ngga baik keluyuran malam-malam sendirian,” lagi-lagi teguran halus itu datang lagi dan aku tak boleh memberikan alasan lain.

Bapak...
Aku merindukan semua tentangmu...
Merindukan semua kebersamaan denganmu...
Merindukan nasehatmu disaat aku menghadapi masalah...
Merindukan pelukan hangatmu...
Terlalu banyak yang kurindukan darimu...

Dan kemarin...
Saat kupandangi tempat peristirahatan terakhirmu...
Aku hanya ingin berkata...
Terima kasih...
Terima kasih...
Terima kasih...
Untuk semuanya...
Banyak hal yang baru kumengerti disaat engkau tak lagi disampingmu...
Caramu menunjukkan cintamu...
Caramu mengungkapkan cintamu...
Caramu memberikanku kasih sayang...
Mungkin berbeda dengan cara yang diberikan Mama kepadaku...
Mencintai dalam diam...

Bapak...
Aku merindukanmu...
Sangat merindukanmu...
Dan lagi-lagi aku hanya bisa berkata...
Seperti yang kuungkapkan disaat terakhir kebersamaan kita...
“Boni sayang Bapak karena Allah...”
Selalu...
Dan selamanya...

# Makassar, 6 Mei 2008 – 6 Mei 2014...
Tepat enam tahun...
Engkau pergi meninggalkanku...
Engkau memberiku pelajaran cinta tertinggi...
Dan aku harus membuktikan cintaku kepada-Nya...

Tepat enam tahun...
Saat aku melihat dirimu kembali ke asalmu...
Di saat itulah aku tersadar...
Engkau benar-benar pergi meninggalkanku...
Aku tak bisa lagi memandang wajahmu...
Tak bisa lagi memelukmu dan mendengarkan nasehatmu...

Ya...
Hidup ini akan selalu memiliki akhir...
Dan kematian adalah sesuatu yang pasti...

Senin, 05 Mei 2014

Rindu Sejenak...

Aku memandangi wajah polos dihadapanku...
Bocah imut ini tertidur di pangkuanku saat aku sibuk dengan tumpukan buku...
Kuhentikan sejenak aktivitasku dan kupandangi wajahnya...

Aku suka memandangi wajah anak kecil yang sedang terlelap tidur...
Aku suka memandanginya lama...
Sambil berbicara dengan diriku sendiri...

Terkadang aku merindukan masa kecilku...
Ada Mama...
Bapak...
Dan tentunya kakak-kakakku yang usilnya minta ampun...

Masa kecil yang indah...
Kulewati hanya dengan bermain...
Kulewati kebersamaanku dengan Mama dan Bapak...
Apalagi Bapak yang selalu memanjakanku...

Lagi-lagi kupandangi wajah polos dihadapanku...
Tidurnya terlihat nyenyak...
Tak ada beban...

Ahhhh...
Apakah aku terlalu lemah?
Entahlah...
Tiba-tiba aku hanya ingin mengenang masa kecilku...
Masa kecil yang kulewati di sebuah rumah penuh kenangan...
Bermain sepuasnya...
Menceritakan semua yang kurasakan kepada Mama dan Bapak...
Menceritakan apa yang ingin kulakukan dengan teman-temanku...
Menceritakan pengalamanku dengan teman-temanku di sekolah...

Kupandangi kembali wajah mungil dihadapanku...
Aku bukan lagi seperti anak yang ada di pangkuanku sekarang...
Sekarang...
Segala sesuatu harus kuputuskan sendiri...
Tak boleh lagi merengek...
Tak boleh lagi membagi beban ini pada malaikatku...
Semua harus bisa kuselesaikan sendiri...
Karena akulah yang bertanggung jawab atas kehidupanku sendiri...

Ya Allah...
Cukup bagiku Engkau...
Cukup bagiku Engkau...
Cukup bagiku Engkau...

Aku pernah melewati ujian yang jauh lebih berat...
Dan Engkau-lah satu-satunya alasanku bertahan hingga sekarang...
Bimbing hati ini ketika melangkah...
Aku ingin semua dalam keridhoan-Mu...
Ridho-Mu...
Ridho-Mu...
Ridho-Mu...

Dan ketika bocah kecil itu terbangun...
Dia pun menangis dan meminta agar digendong...
Ahhhh...
Anakku...
Kamu harus kuat...
Kelak kehidupan yang akan engkau jalani akan jauh lebih berat...
Dan kuharap Allah selalu menjaga dan membimbing setiap langkahmu...

#Teruntuk keponakanku, Azizah Amira Mahmud dan Aliya Azzahra Mahmud...
Entah mengapa...
Setiap kali memandangi kalian, aku selalu teringat dengan Bapak...
Mungkin karena kalian yang paling sering bertanya, "Kakek Mahmud itu seperti apa Tante Boni?"
Dan izinkan aku mengenang Bapak dengan memandangi wajah-wajah kalian...
Sejenak mengobati rindu...
Rindu pada My First Love... ^_^

Makassar, 6 Mei 2008 - 6 Mei 2014
Tepat enam tahun kepergianmu...

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...