Jumat, 21 Februari 2014

Sudah Siapkah Kita Menghadapi Pengadilan Tertinggi???

Banyak pelajaran berharga yang kudapatkan minggu ini. Satu minggu melihat ekspresi teman-teman yang akan menghadapi ujian. Alhamdulillah, aku pun telah melewati ujian tersebut. Meskipun ada sedikit ujian yang kuhadapi dengan ketidakhadiran salah satu pengujiku. Tetapi Alhamdulillah, lagi-lagi aku merasakan pertolongan Allah. Semua bisa kulewati dengan baik.

Aku tertarik menuliskan pengalaman teman-temanku saat akan menghadapi ujian. Ekspresi wajahnya, tangannya yang dingin, wajah pucat, sampai-sampai ada yang psikosomatis. Semua persiapan dilakukan dengan baik, mulai dari penguasaan teori-teori, slide, sampai menyiapkan jawaban untuk pertanyaan yang mungkin muncul saat ujian. Latihan presentasi dengan teman-teman. Ya, Prodi kami memang dikenal sangat ketat. Kami tak mau mengulang sejarah beberapa senior yang tidak lulus di ujian sempro. Semua doa dilantunkan berharap semoga Allah memudahkan ujian nanti.

Semua persiapan tadi dilakukan untuk menghadapi ujian dihadapan manusia. Lalu apakah kita sudah mempersiapkan bekal jawaban kita ketika menghadapi ujian dihadapan pengadilan tertinggi? Sudahkah kita menyiapkan jawaban kita ketika menghadapi ujian dihadapan Allah?

Saat menghadapi ujian dihadapan manusia, kita masih bisa berpikir dan berusaha mencari jawaban yang tepat agar tidak menimbulkan pertanyaan lagi dari penguji. Bahkan kita masih bisa membaca proposal ketika kita lupa dengan jawabannya. Kita juga masih bisa beradu pendapat sesuai dengan teori-teori yang kita gunakan dalam proposal kita.

Lalu apakah semua itu masih bisa kita lakukan dihadapan Allah kelak?
Apakah kita masih bisa menyiapkan jawaban atau berpikir mencari jawaban saat menghadapi pengadilan tertinggi?

Demi Allah, semua itu tak akan bisa kita lakukan. Mulut ini akan terkunci rapat dan anggota tubuh yang lain akan bersaksi "digunakan untuk apa mereka waktu di dunia". Tak ada lagi kata "memohon perbaikan untuk kembali di dunia" seperti perbaikan proposal yang kita dapatkan di sempro.

Sahabatku...
Maafkan atas tulisanku ini...
Aku hanya berusaha menuliskan pelajaran berharga yang kudapatkan bersama kalian satu minggu ini. Sungguh betapa besar kasih sayang Allah kepada kita. Hari ini Allah masih memberikan kita kesempatan untuk memperbaiki diri agar kelak kita bisa menyiapkan jawaban terbaik kita dihadapan Allah. Maka siapkanlah bekal "jawabanmu" kelak. Menyiapkan seni kematian terindah agar kita bisa menjemput kematian itu dalam keadaan khusnul khatimah. Karena khusnul khatimah itu pun diusahakan, sama seperti kita mengusahakan agar bisa lulus ujian sempro.

Wallahu a'lam bi shawab...

#Jakarta, 21 Februari 2014
Terima kasih untuk semua doa dan semangatnya...
Special thanks untuk saudara seperjuanganku, teman begadangku, saling menguatkan ketika dilanda kerinduan pada kampung halaman, saling menegur ketika semangat itu mulai menurun, dan yang terpenting kami sama-sama belajar dari "tidak tahu". Dan kami tak pernah malu untuk bertanya ketika kami tidak tahu karena kami sama-sama tidak menyukai kata "gengsi".
Kata-kata "sedikit lagi". Ya, sedikit lagi mimpi kami akan terwujud.
Dan semua itu butuh perjuangan, pengorbanan, dan pastinya doa.
Satu hal yang paling kuingat adalah ketika dia berkata, "In shaa Allah saya akan datang menemanimu karena kita bersaudara di perantauan."
Terima kasih menguatkanku di detik-detik menjelang ujianku...
Semoga Allah memudahkan tugas kita dan akhirnya kita bisa menikmati semua perjuangan dan pengorbanan kita hari ini...

Untuk "Sang Ibu Periku" bahagianya saat melihat senyumanmu ada disana...
Semoga Allah memudahkan penelitian kita...
Aamiin Ya Rabbal 'alamin...

Teman, Sahabat, Saudara...

Tak perlu bertanya "Apa artinya dirimu bagiku?"...
Karena aku tak akan pernah menjawab pertanyaan itu...
Aku takut jika jawaban yang kuberikan tak seperti yang engkau harapkan...
Aku tahu kamu menginginkan satu jawaban dariku...
Aku takut memberikanmu jawaban tak seperti yang engkau inginkan...
Dan aku tahu itu rasanya menyakitkan...

"Apa definisi teman, sahabat, dan saudara bagimu?"
Lagi-lagi maafkan aku...
Karena aku pun tak bisa menjawabnya...
Aku takut tidak memberikanmu jawaban seperti yang engkau harapkan...
Aku bahkan bingung membedakan ketiga kata itu...
Teman...
Sahabat...
Saudara...

Aku hanya belajar bahwa semua orang yang dihadirkan Allah untukku adalah orang-orang yang special...
Mereka hadir untuk menjadi "guru kehidupanku"...
Dan aku yakin tak ada pertemuan yang sia-sia...
Setiap pertemuan adalah berharga...
Dan ketika Allah mempertemukan kita...
Maka saat itu pula engkau menjadi orang yang berharga untukku...

Sahabatku...
Seorang sahabat pernah berkata seperti ini...
"Di dunia ini mungkin engkau akan bertemu dengan orang-orang yang akan hadir hanya ketika dia membutuhkanmu atau bisa jadi kita pernah berbuat seperti itu. Tetapi ketika engkau bertemu dengan orang seperti itu, maka bersyukurlah karena itu artinya engkau masih menjadi orang yang bermanfaat. Teruslah berbuat baik dan memberi manfaat untuk orang-orang di sekitarmu. Tak perlu engkau memikirkan dia menganggapmu orang lain, teman, sahabat, atau saudara. Karena berharap pada manusia hanya akan membuatmu kecewa, kecewa, dan kecewa. Teruslah berharap hanya kepada Allah. Jangan sampai kekecewaanmu itu menghalangimu untuk terus memberi manfaat."

Mungkin hanya itu yang bisa kubagi untukmu kawan...
Maafkan aku yang tak bisa banyak menemanimu...
Kali ini aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik untukmu...
Terkadang memang menyakitkan...
Ketika saudara malah seperti orang lain dan orang lain justru seperti saudara...
Mungkin Allah sedang menguji kesabaranmu...
Atau mungkin Allah sedang mengujimu untuk siapa kita berada di jalan ini...
atau mungkin Allah hanya ingin bertanya "engkau mencintai saudaramu karena apa?"...
Atau mungkin saudaramu punya alasan mengapa dia berbuat seperti itu dan dia tak ingin engkau mengetahui alasannya?
Entahlah....

Lagi-lagi maafkan aku...
Karena tak banyak yang bisa kukatakan...
Aku hanya bisa mendoakanmu...
Semoga Allah menguatkan dan memberimu kesabaran lebih melewati ujian ini...
Dan tak perlu lagi engkau berharap pada manusia...
Karena engkau hanya akan menemukan "kekecewaan"...
Cukup bagiku Allah...
Cukup bagiku Allah...
Cukup bagiku Allah...

#Teruntuk sahabatku nun jauh disana...
Aku pun merindukanmu...
Merindukan orang-orang yang mencintaiku tanpa syarat...
Dan merekalah yang kusebut "My Family"...
Semoga Allah selalu menjagamu...
Uhibbukifillah ukh....^_^

Senin, 10 Februari 2014

Kemenangan Dakwah

Bismillah...

Kali ini saya ingin menuliskan sebuah catatan sederhana. Catatan yang berisi taujih dari ustadz AM.
Semoga bermanfaat... ^_^

Terkadang kita dihadapkan pada suatu kondisi dimana ujian dan cobaan datang silih berganti. Belum selesai ujian hidup yang satu, datang lagi ujian yang lain. Namun, kita harusnya mensyukuri ujian yang diberikan oleh Allah. Itu artinya kita sedang menghadapi ujian kenaikan kelas. Ibaratnya anak sekolah yang akan naik kelas, maka harus menghadapi ujian semester dulu.

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (Qs. Al-Ankabut [29]:2-3)

Saudaraku...

Hal utama yang harus kita miliki untuk menghadapi ujian-ujian tersebut adalah menjaga kualitas ruhiyah.
Ya...kondisi ruhiyah kita harus selalu terjaga dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah swt. Menjaga yang wajib dan membiasakan yang sunnah.Terkadang kita sibuk mengurusi hal-hal yang bersifat fisik dan melupakan ruhiyah kita. Dua hal ini harus dijaga, namun hal yang utama adalah kondisi ruhiyah kita.

Ketika kita melihat kondisi saat ini, seperti tak ada lagi harapan. Bahkan menimbulkan keraguan di dalam hati. Ragu dengan semua yang diperjuangkan selama ini hingga menyebabkan disorientasi tujuan. Ketika kita mengalami hal tersebut, maka yang dipertanyakan adalah bagaimana tarbiyah kita selama ini? Bagaimana pemahaman kita terhadap apa yang sudah kita perjuangkan selama ini? Sekarang kita melihat begitu banyak orang-orang yang melakukan hal yang sama dengan yang kita lakukan saat ini. Namun, yang membedakan kita dengan mereka adalah tujuan kita. Jangan sampai kita sudah berlelah-lelah di dunia dan merugi di akhirat karena ternyata yang kita perjuangan selama ini hanyalah untuk kepentingan duniawi semata. Maka ingatlah kembali tujuan perjuangan kita selama ini.

Saudaraku...
Jika kita berpikir dengan menggunakan kaca mata manusia, maka yang lahir hanyalah sebuah kekecewaan. Keraguan yang muncul di dalam hati akan menyebabkan lemahnya hati dan tentunya akan berefek pada semangat perjuangan kita. Sementara tujuan kita sudah jelas, maka seharusnya semangat kita pun tak boleh melemah.Karena itu yakinlah bahwa tak ada yang tak mungkin jika Allah yang menghendaki.

Lalu apa yang harus kita lakukan untuk membersihkan jiwa kita dari penyakit-penyakit hati, seperti keraguan dan disorientasi tujuan?

  1. Fokuslah pada tujuan utama kita, yaitu Allah. Sering-seringlah membaca dan mentadabburi surah Al Baqarah, Yasin, Al Waqi'ah, As Shaffat, dan Al Mulk. Ya...pada intinya teruslah menjaga kedekatan kita dengan Al Qur'an. Menjadikan Al-Qur'an sebagai kebutuhan hidup kita.
  2. Jagalah keikhlasan perjuangan kita, semuanya semata-mata hanya untuk Allah. Jangan sampai kita menjadi orang yang kelelahan di dunia, tetapi celaka di akhirat. Na'udzubillahi min dzalik.
  3. Perjuangan kita ini tentunya membutuhkan pengorbanan (tadhiyah). Mengorbankan tenaga, waktu, kebersamaan dengan keluarga, materi, hingga jabatan. Saudaraku, kekuasaan dan harta itu satu paket. Sangat mudah untuk mendapatkan keduanya. Harusnya kita pun bisa lebih mudah untuk melepaskannya. Namun, tabiat manusia terkadang mudah mendapatkan keduanya tetapi susah untuk melepaskannya. Oleh karena itu, jabatan, harta, keluarga, dan kehidupan dunia lainnya jangan sampai memenuhi hati kita. Letakkan mereka dalam genggaman tangan kita dan cukuplah Allah yang bertahta dalam hati kita.
Saudaraku...
Di akhir catatan ini, Beliau mengingatkan kita untuk kembali meluruskan niat. Meluruskan mindset kemenangan, yaitu kemenangan dakwah. Oleh karena itu, teruslah bekerja dengan ikhlas semata-mata karena Allah dan menyebarkan salam kemenangan dakwah 
Wallahu a'lam bi shawab...

#Catatan halaqoh
Jakarta, 9 Januari 2014

30 Hari Bersama Komunitas Odoj



Bismillah...

Kehidupan kota Jakarta kadang membuatku merasa cukup kelelahan setelah beraktivitas karena sebagian besar waktuku banyak kuhabiskan di jalan. Menghadapi kemacetan berjam-jam di jalanan adalah satu kondisi yang sangat baru bagiku. Dulunya saya bisa mengatur waktuku sendiri karena saya bisa mengendarai motor kemana-mana. Sekarang saya tak bisa lagi berangkat seenaknya karena tak bisa lagi ngebut di jalanan. Sekarang saya harus menikmati macet berkepanjangan dan menunggu angkot atau pun busway yang lumayan lama. Itulah sebabnya penyesuaian diri yang paling sulit kulakukan diawal-awal adalah “manajemen waktu”. Setiap kali akan beraktivitas, harus berangkat satu atau dua jam sebelum kegiatan dimulai karena harus menyediakan waktu untuk bermacet-macet ria atau pun menunggu angkot yang lama. Hingga ketika tiba di kostan, hanya ingin segera beristirahat. Hal ini tentunya berpengaruh pada tilawah saya tiap pekan yang tak bisa mencapai target. 

Kondisi di atas hanya satu dari beberapa hal yang harus kuhadapi untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan suasana yang baru. Hingga suatu waktu ketika saya sedang berada di kereta, Allah mempertemukanku dengan seorang akhwat. Dilihat dari ekspresi wajahnya yang terlihat kelelahan, sepertianya dia baru pulang kerja. Dia memilih tempat duduk di pojok. Pikirku “mungkin dia mau tidur sepanjang jalan, seperti yang dilakukan oleh beberapa penumpang yang lain”. Tiba-tiba dia membuka tasnya dan mengeluarkan Al Qur’an-nya. Dia pun mulai tilawah di sepanjang jalan hingga tiba di tempat tujuannya. Pengalaman ini menjadi sebuah pelajaran berharga bagi saya untuk melatih sebuah kebiasaan baik ditengah kondisi dimana saya harus bisa beradaptasi dengan cepat pada lingkungan yang baru. Karena buat saya pribadi bukan hal yang mudah untuk bisa membaca di kendaraan yang sedang melaju. Hal ini terkadang membuatku pusing dan saya butuh waktu untuk melatih kebiasaan ini.

Sejak saat itulah saya lagi-lagi belajar bahwa tak selamanya kita akan berada dalam lingkungan yang kondusif. Terkadang kita akan berhadapan dengan orang-orang  atau pun kondisi yang menguji keimanan kita. Teringat nasehat dari Sang Murabbi bahwa salah satu kendala yang kadang dihadapi oleh mahasiswa yang hanya sibuk bersosialisasi di kampus adalah mereka akan mengalami “shock culture” ketika terjun ke masyarakat. Hal ini disebabkan karena kondisi kampus sangat jauh berbeda dengan masyarakat.
Sejak itulah saya berusaha untuk menjaga kondisi ruhiyah agar bisa menjadi tameng menghadapi pengaruh-pengaruh negatif di sekitarku. Salah satu cara yang saya lakukan adalah bergabung di Komunitas Odoj. Tujuan saya sederhana, hanya ingin menjaga diri saya untuk selalu berada di komunitas yang selalu mengingatkanku pada kebaikan. Selain itu, komunitas ini juga melatih kebiasaan tilawah one day one juz. Mungkin bagi teman-teman yang belum terbiasa akan merasakan perjuangan yang sangat berat. Bahkan butuh perjuangan untuk melatih suatu kebiasaan baik hingga menjadi sebuah kebutuhan. Tetapi saya selalu berusaha untuk menikmati prosesnya. Kelak ketika bisa melewati masa-masa sulit, maka kita akan tersenyum jika mengenang kembali semua proses yang telah dilewati. 

Komunitas ini telah mempertemukanku dengan saudari-saudari baru dari berbagai daerah dan aktivitas. Komunitas ini juga membuatku kagum pada beberapa teman yang harus mengurus keluarganya, mengantar anaknya ke sekolah, mengurus kerjaan di kantor, bahkan disaat anaknya sedang sakit pun mereka masih berkomitmen untuk menjaga agar bisa tilawah one day one juz. Hal ini menjadi sebuah teguran buatku pribadi, “mereka aja yang punya segudang aktivitas bahkan harus mengurusi keluarganya masih bisa odoj, apalagi saya yang hanya mengurusi kuliah alias belum berkeluarga”. Selain itu, saya juga bisa merasakan semangat untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Apalagi ketika malam hari ternyata sudah ada yang kholas untuk menu Odoj berikutnya. Seperti berbicara pada diri sendiri, “Hei Bonita, sampai dimana tilawahmu? Sudahkah engkau menyentuh Al-Qur’anmu hari ini? Kebaikan apa yang sudah engkau lakukan hari ini?”

Dan Alhamdulillah 30 hari sudah saya merasakan sensasi bergabung di Komunitas One Day One Juz, khususnya di group 1163. Merasakan sensasinya saling  mengingatkan dan menyemangati untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Awalnya saya jarang nimbrung di group untuk menyemangati teman-teman yang lain. Apalagi jika seharian beraktivitas di luar, saya hanya menjadi anggota yang pasif alias hanya melihat perkembangan di group melihat siapa aja yang belum kholas. Hanya sesekali memberi mereka semangat untuk menyelesaikan tilawahnya. Hingga akhirnya saya kebagian menjadi PJ dan disitulah Allah memberiku pelajaran berharga. Saya belajar bahwa sesibuk apapun diriku, saudaraku masih punya hak atas diriku. Ketika kita sudah berkomitmen bahwa diri ini sudah sepenuhnya kita serahkan untuk Allah, maka saat itulah diri kita tak lagi menjadi milik kita. Diri ini sudah menjadi milik jalan dakwah ini. Menebar kebaikan, memberikan semangat kepada saudara-saudara kita yang sedang berusaha untuk memperbaiki diri dan mendekatkan diri kepada Allah.

Buat saudari-saudariku di Group Odoj 1163, “Terima Kasih untuk semua pelajaran berharga selama satu bulan ini. Terima kasih untuk semua teman-teman yang selalu menyemangati untuk berlomba-lomba dalam kebaikan. Kita belum pernah betatap muka, hanya bisa saling mengenal dari foto dan komentar-komentar di group. Tetapi saya selalu berharap semoga ukhuwah kita tak hanya di group ini, semoga ukhuwah kita tak hanya di dunia, tetapi hingga di surga-Nya kelak. Saudariku, semoga tak ada lelang diantara kita. Komitmen untuk menjaga semangat tilawah one day one juz dan saling menyemangati harus dijaga. Karena Allah sudah mempertemukan kita dalam group ini, maka kita sudah bersaudara dan sudah menjadi kewajiban kita untuk saling mengingatkan dan menyemangati dalam kebaikan. Tentunya semata-mata untuk terus menjaga kedekatan kita dengan Allah dan menjadikan Al Qur’an sebagai sebuah kebutuhan dalam hidup kita. Di akhir tulisan ini izinkan saya menyampaikan, sungguh saya mencintaimu karena Allah dan semoga Allah mempersaudarakan kita hingga di surga-Nya kelak. Aaminn Ya Rabbal ‘alamin ”

Salam Odoj, Bonita Mahmud (Anggota Group Odoj 1163)

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...