Senin, 02 Februari 2015

Pengen Nulis Aja...

Bismillah...

Hari ini aku pengen nulis tentang apa yang kurasakan. Ada kedamaian dan kebahagiaan saat memulai tulisan ini. Senyum-senyum sendiri sambil mengingat semua hal yang baru saja kualami kemarin.

Setelah beberapa bulan dari Jakarta, aku merindukan teman-teman seperjuanganku di kampus dalam lingkaran kecilku. Aku sadar bahwa kami tak bisa bersama lagi. Kami sudah tersebar dengan amanah masing-masing. Ada yang masih sekolah di kampung orang, ada yang kembali ke kampung halamannya, dan ada yang sudah ikut suaminya.

Beberapa bulan lalu, aku merasakan kerinduan pada mereka yang pernah mengisi hari-hariku di kampus. Saudara-saudaraku yang kutemui saat Allah menyapaku dengan hidayah-Nya. Aku belum intens berkomunikasi lagi dengan mereka karena orang-orang yang kutemui hampir sebagian besar adalah wajah-wajah baru.

Hingga akhirnya, kemarin Allah mempertemukanku dengan saudara-saudaraku kembali. Kami bertemu dalam satu agenda untuk teman-teman kampus. Selama berada di acara tersebut, aku seperti mengenang kembali masa-masa saat bersama mereka. Kami yang tak pernah bertemu sebelumnya hingga akhirnya dipertemukan dalam satu amanah dan sampai menjadi seperti saudara sendiri. Bahkan aku bertemu dengan orang-orang baru. Orang-orang yang kusebut dia sebagai saudara seiman. Kami belum pernah bertemu sebelumnya, tetapi sudah seperti kenal bertahun-tahun.

Aku menyebut semuanya itu dengan ukhuwah.
Yaaa, kami berbeda, kami datang dari latar belakang yang berbeda, tetapi kami punya mimpi yang sama. Kami punya cita-cita dan tujuan yang sama. Perjumpaan dengan Allah adalah mimpi yang tak bisa ditawar lagi.

Dalam moment kemarin, selain dapat saudara-saudara baru, banyak pelajaran moral yang juga kudapatkan.
Pertama, iman itu fluktuatif. Dia kadang di atas dan kadang di bawah. Salah satu cara menjaga iman kita adalah senantiasa berkumpullah dengan orang-orang shaleh. Selalu berinteraksi dengan orang-orang yang selalu mengingatkanmu kepada Allah. Seperti sebuah nasehat orang bijak, "Sahabat itu adalah jika engkau melihatnya, maka bertambahlah imanmu kepada-Nya."

Kedua, dalam agenda kemarin ada banyak ibu-ibu yang hadir. Mereka datang sambil membawa anaknya. Bahkan ada teman yang membawa anaknya yang baru berusia dua bulan. Masya Allah, semangatnya luar biasa. Mereka tetap ingin menjalankan amanahnya, tanpa harus melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang ibu. Mereka betul-betul sudah memahami bahwa madrasah pertama seorang anak adalah ibunya. Mereka tidak mau melepaskan tanggung jawab mendidik anak pada pengasuh. Dan saat aku bertanya pada mereka bagaimana mereka mengatur waktu, aku hanya bisa terdiam takjub mendengarkan ceritanya. Menjadi seorang isteri dan ibu memang melelahkan, tetapi jika semuanya dijalani dengan hati maka semua akan terasa indah. Manajemen waktu yang baik harus dimiliki jauh sebelum menikah. Membiasakan diri dalam kesibukan dan tidak berleha-leha akan banyak membantumu saat kelak sudah menikah. Yaaa, lumayan juga taujih munakahat dari seorang ibu yang baru kukenal di acara itu. Belajar kan gak mesti di bangku sekolah, belajar lewat pengalaman orang pun juga bisa.

Ketiga, begitu banyak nikmat yang diberikan oleh Allah hingga kadang kita lupa mensyukurinya. Sungguh nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah adalah nikmat islam, iman, dan ihsan di dalam hati kita. Pada salah satu materi, aku sempat terdiam dan kembali merenung. Aku mengingat perjalanan hidupku.

Mengingat kapan pertama kali aku baligh dan saat itulah amalanku mulai dicatat. Mengingat saat aku pertama kali Allah menyapaku lewat hidayah-Nya. Dan itulah nikmat terbesar yang diberikan oleh Allah untukku. Mengingat masa-masa perjuanganku saat harus mempertahankan hidayah itu. Sebuah keputusan besar dalam hidupku adalah memilih jalan hidup yang akan kujalani. Berhadapan dengan orang-orang yang tidak siap menerima perubahanku. Hingga akhirnya satu persatu orang-orang yang pernah menentang pilihanku dulu, sekarang berubah 180 derajat. Begitulah Allah dengan cara-caranya yang indah.

Yaaa, aku kembali mengingat semua itu. Mengingat perjalanan hidup yang telah kulalui dan aku bersyukur Allah memilihku mengenal jalan para perindu surga-Nya Allah. Mengingat dosa-dosa yang telah kulakukan. Aku tak bisa membayangkan seperti apa wajahku dihadapan Allah saat ini.

Aku bahkan bertanya pada diriku, "Bagaimanakah akhir kehidupanku kelak?
Apakah gelar khusnul khatimah bisa kudapatkan?
Apakah gelar syahid bisa kuperoleh?
Siapakah yang akan menemaniku saat malam pertama di kuburanku?
Dosa-dosakukah atau amalan kebaikanku?
Pantaskah aku mendapat syafaat dari kekasih Allah, Rasulullah saw?
Shalawat saja aku masih enggan?
Pantaskah aku mendapatkan naungan dari Allah di padang masyhar?
Dengan tangan apa aku akan menerima buku catatan amalku?
Apakah aku pantas berjumpa dengan Allah?

Astaghfirullahal 'adzim...
Hamba mohon ampunanMu ya Rabb...
Apakah hati ini masih bergetar saat mendengar atau menyebut nama Allah?

Hingga akhirnya, taujih dari seorang kakak membuatku menyimpan berjuta harapan.
"Setiap hamba Allah memiliki kesempatan yang sama di hadapan-Nya. Begitu pun kesempatan untuk belajar menjadi lebih baik di hadapan-Nya"

Yaaa...
Aku punya banyak kesalahan. Kesalahan ataupun kekhilafan yang pernah kubuat sendiri. Dan aku ingin belajar menjadi lebih baik lagi. Tentunya lebih baik dihadapan Allah.

Lewat tulisan ini pula, aku ingin berterima kasih kepada orang-orang yang selalu mendoakanku, mengingatkanku, dan mengajakku pada kebaikan. Mama, Bapak, kakak-kakakku, dan keponakanku yang selalu menghadirkanku dalam doa-doanya...
Murabbi-murabbi yang pernah dikirmkan oleh Allah untukku...
Saudara-saudaraku yang pernah menemani akhir pekanku dalam lingkaran kecilku...
Adik-adikku yang sudah mau menerima segala kekuranganku...
Orang-orang yang telah menyesatkanku dalam kebaikan dan menemaniku menjemput hidayah Allah...
Orang-orang yang pernah hadir dalam hidupku dan telah menjadi guru kehidupanku...
Hanya Allah yang bisa membalas setiap kebaikan teman-teman...
Semoga keberkahan hidup selalu meliputi keluarga mereka...

Lewat tulisan ini pula, aku ingin meminta maaf kepada orang-orang pernah kusakiti tanpa sengaja atau pun merasa tersakiti dengan kata-kata atau perilakuku.
Wallahi, tak ada sedikit pun niat di dalam hati ini untuk menyakiti teman-teman semua. Namun, aku hanya manusia biasa yang tak pernah luput dari kekhilafan. Mungkin saat itu kondisi imanku yang lagi menurun hingga kadang melakukan kekhilafan. Boni mohon dibukakan pintu maaf yang selebar-lebarnya.

Hidup hanya sekali...
Dan aku tak ingin menyia-nyiakan sisa usia yang diberikan oleh Allah untukku. Aku ingin terus berjalan menuju satu mimpi berjumpa dengan-Nya. Berjalan menyiapkan bekal terbaikku. Karena aku tak punya banyak waktu di dunia ini. Seperti nasehat seorang kakak, "Buatlah amalmu lebih banyak dari usiamu".

Wallahu a'lam bi shawab...
#Ruang Perenungan, 2 Februari 2015

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...