Jumat, 20 November 2015

Tuhan Maha Romantis

"Tuhan Maha Romantis"

Aku menemukan kalimat itu di salah satu tulisan Fahd Pahdepie. Aku merenungi kalimat tersebut. Kalimat singkat tapi cukup dalam buatku.

Ya...
Aku kembali mengingat semua perjalanan hidupku. Memoriku tiba-tiba kembali pada semua masa-masa sulit yang telah kulewati. Mengingat semua kejadian-kejadian di masa lalu dan bagaimana aku melewatinya.

Hingga waktu mengajariku bahwa rencana Allah selalu jauh lebih indah. Allah sudah menyiapkan skenario terbaik untuk hambaNya. Allah tahu waktu terbaik untuk hambaNya.

Allah Maha Romantis...
Allah telah mengungkapkan cintaNya lewat Al Qur'an. Hanya terkadang hati kita yang buta untuk memahami tanda cintaNya.

Allah Maha Romantis...
Allah menunjukkan cintaNya lewat setiap kejadian yang kita alami. Hanya kita yang kadang menganggapnya sebagai sesuatu yang biasa saja dan tak bisa memetik hikmahnya.

Allah Maha Romantis...
Hanya dengan hati yang bersyukur, maka engkau bisa melihat bahwa ada cinta Allah disana.

Allah Maha Romantis...
Kuserahkan semua urusan skenario hidupku kepadaNya. Urusan besok biarlah tetap menjadi rahasia. Dengan begitu, bukankah hidup akan penuh dengan kejutan? Dan hidup akan jauh lebih bermakna.

Allah Maha Romantis...
Tugasku saat ini adalah taat dan selalu berprasangka baik kepadaNya. Menjaga keyakinan bahwa janji Allah itu pasti. Allah selalu menunjukkan cintaNya dengan cara yang berbeda dan selalu saja membuatku terdiam dan hanya bisa mengucap syukur sebanyak-banyaknya.

Ya...
Tuhanku yang Maha Romantis...
Terima kasih untuk semua cintaMu...
Maafkan hamba yang kadang lalai dan lupa untuk mensyukuri nikmatMu...
Kerinduan berjumpa denganMu, itulah yang membuatku kuat melewati semuanya...
Karena itu kumohon jagalah keyakinan dalam hatiku bahwa perjumpaan denganMu adalah sesuatu yang pasti...
Aamiin ya Rabbal 'alamin

#Makassar, 20 November 2015

Rabu, 11 November 2015

Bunda, Mengapa Mereka Memanggilku “Orang Gila?”



Hai kawan...

Kenalkan namaku Ahmad. Aku sekarang duduk di kelas B di salah satu TK di kotaku. Kalau aku kelas B, berarti usiaku sekitar 5 tahun. Begitu kali ya...hehehe...Teman-teman, izinkan aku bercerita tentang kehidupanku ya... Aku ingin berbagi dengan kalian. Boleh ya...

Aku hidup di sebuah keluarga yang katanya lebih dari cukup. Aku punya ayah dan ibu yang katanya sangat sayang padaku. Aku juga punya seorang adik perempuan yang bersekolah di sekolah yang sama denganku. Tapi dia masih di kelompok bermain. Setiap hari kami diantar  oleh ibu. Ibulah yang setiap hari mengurusi setiap keperluanku sebelum ke sekolah. Menyiapkan baju sekolah, bekal ke sekolah, dan mengantarkanku ke sekolah.

Aku juga punya banyak teman-teman di sekolah. Mereka sepertinya sangat baik. Soalnya mereka selalu berbagi makanan denganku. Tetapi aku bingung, kenapa mereka suka memanggilku “orang gila”. Aku bahkan tak mengerti apa arti dari panggilan itu. Setiap hari mereka selalu mengajakku ngobrol, tetapi aku tak mengerti apa yang mereka katakan. Aku hanya bisa mendengar kalimat yang mereka sampaikan kepadaku. Terkadang aku ingin sekali ngobrol seperti teman-teman yang lain. Tetapi lagi-lagi aku bingung, aku harus ngomong apa. Pernah suatu hari, aku berusaha mendekati mereka. Mengajak mereka bermain bersama, tetapi mengapa mereka tak pernah mengerti apa yang kusampaikan. Mereka malah berkata, “Kamu ngomong apa? Kalau bicara yang jelas, jangan seperti orang gila kalau ngomong.” Lagi-lagi aku mendengar kata-kata itu dan akhirnya aku hanya bisa menangis sekeras-kerasnya. Aku rasanya ingin teriak, “aku hanya ingin bermain dengan kalian!!!”

Bukan hanya teman-temanku yang aneh, guruku pun sepertinya suka bersikap aneh. Selalu memaksaku menyelesaikan gambar-gambar yang  tak pernah kumengerti semua itu gambar apa. Memaksaku menghitung benda-benda yang ada dihadapanku. Ketika aku tak bisa menyelesaikannya, maka aku akan mendengar suara bentakan yang sangat keras. Lagi-lagi aku tak mengerti sebenarnya apa yang diinginkan oleh mereka. Ya, mungkin kehidupanku yang aneh.

Setiap kali pulang sekolah, Ibu akan menjemputku dan adik perempuanku. Ibu kembali mengurusi pakaian sekolahku dan menyiapkan makan siang untukku. Setelah makan, ibu akan memintaku untuk tidur siang. Jika aku ngotot tak mau tidur siang, maka ibu memberikanku laptop atau ipad yang biasa digunakannya. Ibu mengizinkanku untuk memainkannya sepuas hati dengan satu syarat, “jangan ganggu ibu selama dia sedang mengerjakan pekerjaannya”. Oke, aku akan menjadi anak yang penurut memenuhi keinginannya. Aku sebenarnya tak tahu apa pekerjaan ibuku. Setiap hari dia terlihat sibuk mengurusi barang-barang yang datang dan pergi ke rumahku. Kata orang-orang yang biasa datang ke rumahku, katanya ibuku seorang pengusaha dan ayahku seorang pekerja kantoran yang harus pulang hingga larut malam. Karena kesibukan mereka, aku hanya bisa bermain dengan benda kotak yang diberikan oleh ibuku. Aku juga belum bisa bermain dengan adikku. Dia masih sangat kecil dan terkadang aku tak mengerti dengan apa yang disampaikannya.
Oh ya, aku juga punya jadwal tidur yang tidak tentu. Semuanya tergantung pada pekerjaan ibuku. Jika pekerjaan ibuku belum selesai, maka aku pun akan ikut begadang. Aku begadang bukan untuk menemani ibu, tetapi karena tak ada yang menemaniku untuk tidur. Ayahku pun selalu pulang larut malam. Sejak pulang sekolah hingga menjelang tidur aku hanya punya satu sahabat yang selalu menemaniku, ipad yang isinya adalah game-game yang seru. Terkadang aku juga bermain dengan sahabatku yang lain, namanya televisi. Aku bisa menonton film-film kartun yang bahasanya masih terdengar asing di telingaku. Bahasanya sangat berbeda dengan yang sering kudengar dari orang-orang di sekitarku. Mungkin ini yang namanya bahasa asing.

Begitulah kehidupanku teman-teman setiap hari. Seperti itulah yang kujalani setiap hari, di rumah dan di sekolahku. Semoga ceritaku ini membuat teman-teman bisa tersenyum dan belajar mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh Allah. Sampai sekarang pertanyaanku belum terjawab, “mengapa teman-temanku masih saja selalu memanggilku orang gila? Padahal namaku adalah Ahmad.” Aku berharap teman-teman yang membaca tulisanku tak memanggilku orang gila, sama seperti teman-temanku di sekolah. Tetapi panggil aku Ahmad, sebuah nama yang diberikan oleh orang tuaku yang katanya sangat mencintaiku.
Salam sayang selalu...
Sahabatmu, Ahmad

*Tulisan sederhana, terinspirasi dari kisah salah satu siswaku yang baru kukenal satu bulan terakhir ini. Saya sengaja menggunakan nama samaran untuk menjaga identitasnya. Dia anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah normal. Dia sepertinya sudah kecanduan dengan game-game yang tersedia di gadgetnya. Ketika pertama kali berkenalan dengannya, dia langsung berkata, “fire, fire!!!” Setelah saya mencari tahu, ternyata kata-kata itu dia dapatkan dari salah satu game yang sering dia mainkan. Sekarang dia belum bisa berkomunikasi dengan baik dengan orang-orang di sekitarnya. Dia juga terbiasa menonton film kartun yang menggunakan bahasa asing. 

Tadi pagi ada kejadian yang sangat menarik dan memberiku satu lagi pelajaran moral. Tiba-tiba dia tidak mau menyelesaikan gambar yang diberikan oleh guru. Biasanya jika saya membujuknya dan menemaninya menggambar sambil bermain tepuk dia akan mengikuti dengan baik setiap kalimat yang saya sampaikan. Tetapi hari ini dia tidak mau mengerjakan apapun. Saya mengalami kebingungan saat menghadapinya karena tak mengerti dengan apa yang disampaikannya. Dia belum bisa berbicara, meskipun usianya sudah lebih enam tahun. Akhirnya, aku meminta dia untuk mengambil sendiri apa yang diinginkannya. Dia lalu berjalan ke meja guru dan langsung memainkan laptop yang ada di meja tersebut. Saya lalu menariknya dan memberinya pengertian bahwa sekarang bukan waktunya untuk bermain laptop. Dia lalu menangis histeris dan ingin memberontak. Saya lalu menggendongnya dan membawanya keluar dari kelas. Saya sengaja membawanya keluar agar tidak mengganggu proses pembelajaran yang sedang berlangsung. Dia masih saja menangis dipelukanku dan masih tidak menerima kejadian tadi. Dia tetap ngotot ingin bermain laptop. Saya pun berusaha untuk mengajaknya berdamai.
“Ahmad sayang sama Bunda?” tanyaku sambil menatap wajah polosnya.
Dia hanya menjawabnya dengan mengangguk.
“Kalau begitu Ahmad diam dong. Kalau Ahmad ngga diam, Bunda pergi saja deh,” kataku sambil menghapus air matanya.
“Jangan pergi!!!” katanya dengan suara terisak-isak.
“Ahmad mau kan Bunda masih disini?” tanyaku kembali.
Dia kembali mengangguk menjawab pertanyaanku.
“Kalau begitu peluk Bunda dulu baru kita makan sama-sama. Oke?”
Dia lagi-lagi hanya mengangguk dan langsung memelukku.
Ya Allah, rasanya aku ingin menangis dihadapannya.

Sahabatku, pernahkah engkau merasakan pelukan seorang anak yang merindukan kehadiran ibu dan ayahnya? Dia mengalungkan tangannya di leherku dan memelukku erat. Saat saya memintanya untuk melepaskannya, dia tidak mau melepaskannya. Dia masih saja memelukku sambil menangis terisak-isak. Saya pun berusaha mengajaknya kembali berdamai, “Kalau Ahmad sayang Bunda, sekarang kita makan sama-sama ya? Nanti setelah makan kita main sama-sama lagi. Gimana?”
Dia pun melepaskan pelukannya dan turun dari pangkuanku. Dia menarik tanganku dan mengajakku cuci tangan. Dia pun mengambil bekal makanannya dan membagi makanan yang dibawanya untukku. Dia menyodorkannya kepadaku tanpa berkata sepatah kata pun.
“Ini buat Bunda?” tanyaku kepadanya.
Lagi-lagi hanya dijawab dengan anggukan kecilnya.
“Terima kasih Ahmad!” jawabku sambil tersenyum.
Dan lagi-lagi hanya anggukan yang kudapatkan.

Anakku, engkau mungkin berbeda dengan anak yang lain tetapi dihatiku engkau tetap sama dengan yang lain. Engkau mungkin masih anak kecil, tetapi darimu aku belajar banyak hal. Belajar akan arti sebuah kesabaran dan rasa syukur. Betapa banyak pasangan yang merindukan kehadiran sang buah hati dalam kehidupannya, tetapi masih saja ada yang menyia-nyiakan anaknya. Andai mereka tahu bahwa kelak anak-anak mereka akan menjadi investasi di akhirat. Anakku,  Semoga Allah selalu menjaga dan menuntun setiap langkahmu. 

Aamiin Ya Rabbal ‘alamin...

#Tulisan beberapa bulan yang lalu, tapi baru ketemu lagi...
Ternyata belum diposting di blog...
Semoga Bermanfaat...^_^

Selasa, 10 November 2015

Edisi Katarsis Aja...

Alhamdulillah...
Akhirnya bisa merasakan lagi yang namanya sakit. Mungkin sudah saatnya rehat sejenak. Setelah dua bulan kemarin nyaris tak ada waktu untuk memberikan hak pada tubuh ini.

Alhamdulillah...
Masih diberi kesempatan untuk belajar bahwa betapa berharganya nikmat kesehatan. Salah satu nikmat yang kadang lupa disyukuri oleh manusia adalah nikmat kesehatan dan waktu luang.

Alhamdulillah...
Akhirnya bisa tinggal di rumah meskipun tak bisa melakukan apa-apa. Sengaja main blog biar ngga bosan gan. Meskipun Mama sudah menasehati biar istirahat total, no gadget, no novel!!!
Mau gimana lagi. Rasanya aneeehh gitu kalau sehari aja gak produktif. Yaaa, tapi aku harus adil pada diriku sendiri. Dia sudah menuntut haknya untuk beristirahat sejenak.

But...
Mohon maaf buat teman-teman yang sudah buat janji dengan aku minggu ini. In syaa Allah next week aku penuhi semua janji-janjiku minggu ini yang tertunda.

Semoga sakit ini jadi penggugur dosa-dosa yang telah lalu...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

Senin, 09 November 2015

Bahagia itu...

Bismillah...

Assalamu 'alaikum...
Kaifa khaluk sahabatku semua?
Semoga selalu dalam lindunganNya...

Kali ini aku ingin berbagi satu hal...
Kemarin ada seorang adik yang bertanya kepadaku, "apa arti bahagia untukku?"
Ahhh adikku, engkau orang kesekian yang bertanya kepadaku...
Hingga akhirnya aku melihat sebuah tulisan teman, "bahagia itu ketika seseorang bisa mendapatkan pekerjaan yang layak dan pasangan yang baik untuknya?"
Cukup lama merenung saat membaca tulisan tersebut. Saya mengingat beberapa teman yang habis curhat tentang pekerjaan dan kehidupan pernikahannya. Hanya sedikit yang menikmati hidupnya, selebihnya penuh dengan keluhan.

Teman yang sudah bekerja, mengeluhkan pekerjaannya. Entah gajinya yang kurang atau atasannya yang terlalu banyak tuntutan dalam pekerjaan. Teman yang sudah menikah merasa menyesal kenapa dulu tidak sekolah dulu baru menikah. Sekarang waktunya habis untuk mengurus keluarga. Ada juga yang mengeluhkan sikap mertuanya yang menuntutnya lebih. Dan masih banyak lagi curhatan yang sebagian besar hanya berisi keluhan. Lalu sampai kapan kalian akan hidup dengan mengeluh? Bukankah hidup ini akan terus berjalan dan kapan kalian bisa belajar untuk mensyukuri hidup kalian? Jika kalian hidup untuk "omongan orang lain", maka tak akan ada kebahagian yang kalian dapatkan. Tak perlu sibuk membandingkan hidupmu dengan orang lain, tapi sibuklah bandingkan hidupmu yang dulu dan sekarang. Apakah sudah menjadi lebih baik atau sama saja?

Kalau boleh flashback, cobalah ingat saat kita masih dalam kandungan. Bukankah saat itu kita menjadi orang yang tak berdaya. Tapi Allah senantiasa mengurus kita selama berada dalam kandungan. Setelah lahir, Allah lagi-lagi memberikan kita banyak nikmat bahkan yang tak pernah diminta.

Pernahkah kita meminta udara yang kita gunakan untuk bernapas? Allah berikan semuanya secara gratis. Cobalah bayangkan andai kita harus membeli udara untuk bernapas, berapa banyak biaya yang dibutuhkan? Cobalah ingat saudara kita yang harus membayar mahal oksigen di rumah sakit.

Cobalah perhatikan penglihatan kita. Berapa kali mata kita berkedip? Apa yang akan terjadi jika mata kita tak berkedip dan melotot terus. Dengan kebesaranNya, Allah mengatur semuanya tanpa kita sadari.

Masih banyak lagi nikmat yang Allah berikan kepada kita. Pendengaran, kaki yang bisa melangkah, kondisi fisik yang sempurna, makanan yang kita makan setiap hari, dan masih banyak lagi. Pertanyaan selanjutnya, sudahkah kita berterima kasih untuk semua nikmat tersebut? Ataukah kita hanya menggunakan untuk bermaksiat? Ataukah kita hanya menggunakannya untuk melakukan sesuatu yang justru membuat Allah murka?

So, buatku bahagia itu adalah BERSYUKUR. Mensyukuri semua nikmat yang Allah berikan untukku. Jika tak ada rasa syukur, maka tak kan ada rasa puas dalam hati. Dan pastinya kita akan menjadi budak dunia. Itulah sebabnya salah satu doa yang sebaiknya kita lantunkan adalah "Ya Allah letakkan dunia di tanganku dan akhirat di hatiku." Semua itu agar kita tak menjadi manusia yang serakah.

Kedua, bahagia itu adalah mendapatkan RIDHO ALLAH SWT. Apalah gunanya kita hidup jika ternyata Allah tak pernah ridho atas hidup kita? Bukankah kita hidup hanya untuk mendapatkan ridhoNya?

Jika Allah sudah ridho atas hidup kita, maka apapun yang kita minta kepadaNya in syaa Allah DIA akan memberikannya.
Jika Allah tak memberikannya sekarang, maka Allah lebih tahu waktu terbaik untuk hambaNya.
Jika Allah tak memberikanNya hingga di akhir hidup kita, maka Allah sedang menyiapkan untuk di akhirat kelak.

Allah yang paling tahu setiap kebutuhan hambaNya. Allah yang paling tahu kadar kemampuan hambaNya dalam menghadapi setiap ujian. Maka fokuslah mencari keridhoaan Allah.

Tak perlu jadi pahlawan yang sibuk mencari nama baik dihadapan manusia. Tapi belajarlah untuk menjadi PAHALAWAN, orang yang menyibukkan diri dalam kebaikan agar mendapatkan kedudukan terbaik dihadapan Allah.

Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Wallahu a'lam bishawab...
Makassar, 9 November 2015

#Ya Allah...
Terima kasih untuk semua nikmatMu...
Apapun kondisiku, ajari hamba untuk selalu bersyukur dan bersabar di jalanMu...
Hilangkan semua rasa takut dihatiku, kecuali takut kehilanganMu...
Hilangkan semua kekhawatiran dalam hatiku, kecuali rasa khawatir karena jauh dariMu...
Ya Allah...
Kuserahkan semua urusan hidupku kepadaMu...
Hanya kepada Engkau kugantungkan semua harapan, doa-doa, dan mimpi-mimpiku...
Engkau ridho atas hidupku, itu sudah cukup bagiku...
Ya Allah...
Jika hamba tak bisa melihat akhir dari semua perjalanan ini, maka kumohon syahidkan hamba dijalan ini...
Kerinduan untuk berjumpa denganMu, itulah yang membuatku kuat dan bertahan hingga saat ini...
Semoga ini semua kelak bisa mengantarkanku ke jannahMu...
Aamiin ya Rabbal 'alamin

Kamis, 05 November 2015

Cerita untukmu...

Bismillah...

Apa kabar Bapak?
Rasanya aku sudah lama tak menulis untukmu...
Sudah lama aku tak bercerita lagi untukmu...

Bagaimana kabarmu disana?
Baik-baik aja kan?
Semoga tempat terbaik untukmu disana...

Bapakku yang selalu kurindukan...
Kali ini banyak yang ingin kuceritakan padamu. Aku tahu Allah melarang hambanya untuk berandai-andai. Tapi izinkan aku untuk membayangkan saat ini aku sedang berbaring di lenganmu dan menceritakan banyak hal untukmu.

Bapakku sayang...
Apakah engkau masih ingat betapa dulu engkau selalu melarangku untuk ke luar daerah apapun alasannya? Dan semua kuterima begitu saja, meskipun hati kecilku kadang suka iri dengan teman-teman yang boleh pergi kemana saja. Tapi aku tahu kalau engkau selalu punya alasan untuk anak perempuanmu. Mungkin engkau tak pernah tahu bahwa saat itu aku berdoa dalam hati,"Ya Allah semoga suatu saat aku bisa keliling daerah menikmati sudut bumiMu yang lain." Dan saat ini aku sedang menikmati aktivitas itu, mengunjungi beberapa daerah untuk ngajar. Bapak tenang saja, aku pergi tak pernah sendiri. Setiap kali aku melakukan perjalanan ke daerah, maka wajahmu selalu hadir seolah berkata, "Hati-hati, jaga diri baik-baik, dan selalu ingat untuk berdoa." Ahhh Bapak, aku penasaran bagaimana ekspresimu jika mendengar ceritaku yang satu ini? Apakah engkau bahagia? khawatir? tak senang? Apapun itu, semua ini kulakukan untukmu juga Bapakku sayang.

Bapakku yang selalu kurindukan...
Dua bulan terakhir aku sangat bahagia. Mimpi-mimpi yang pernah kutuliskan satu persatu datang menghampiriku. Aku semakin yakin bahwa "JANJI ALLAH ITU PASTI & CUKUPLAH ALLAH TEMPAT MENGGANTUNGKAN SEMUA HARAPAN DAN DOA-DOA." Aku tak tahu apakah ini anugerah atau musibah? Namun yang kutahu, tugasku hanyalah berprasangka baik kepada Allah. Setiap kali memandangi senyum bahagia Mama, mungkin seperti itu pula senyuman yang terlukis di wajahmu.

Bapakku yang selalu kucintai karena Allah...
Sekarang Mama sudah mendingan, meskipun sudah tak bisa seperti dulu lagi. Hingga saat ini pun Mama masih suka bercerita tentangmu. Bercerita bagaimana dulu perjuangan Bapak membesarkan kami. Dan aku hanya bisa menjadi pendengar yang baik. Aku tahu kalau sebenarnya Mama sangat merindukanmu. Dan begitulah cara dia mengekspresikan kerinduannya. Sekarang aku harus menyediakan banyak waktuku untuk Mama. Karena waktuku sudah banyak tersita di luar sana. Meskipun Mama masih suka protes dengan semua kesibukanku. Semua itu kulakukan untuk Mama dan Bapak. Suatu saat aku akan meninggalkan semua itu. Aku akan pulang ke kampung halamanku yang sebenarnya. Aku hanya sedang mengusahakan agar kelak kita bisa berkumpul di Jannah-Nya dan inilah mimpi terbesarku.

Bapakku sayang...
Tahukah engkau betapa besar kerinduanku padamu?
Masih banyak hal yang ingin kuceritakan padamu...
Terakhir kali engkau datang tiga bulan yang lalu...
Menyapaku lewat bunga tidurku...
Dan senyumanmu masih saja selalu membuatku tenang...


Bapakku sayang...
Untuk kesekian kalinya "Terima kasih untuk semuanya..."
Masih banyak yang ingin kulakukan untuk membalas semua pengorbananmu untukku...
Meskipun kutahu semua itu tak akan pernah sebanding dengan apa yang sudah engkau berikan untukku...
Bahagialah disana...
Karena tanggung jawabmu telah selesai...
Biarkan Allah yang menuntun langkahku...
Seperti yang pernah engkau katakan padaku,"Apapun itu, ceritakan semuanya pada Allah. Allah akan memberikan semua yang engkau minta. Jangan pernah meminta kepada manusia karena yang engkau dapatkan hanya kekecewaan..."

Bapak...
Semoga Allah selalu menjagamu disana...
Memberikan tempat terbaik disisiNya...
Jika engkau tak pernah menghadiri moment wisudaku...
Kuharap kelak aku bisa membuatmu bangga di hadapan Allah...
Menjadi hamba terbaik di hadapanNya...
Dan semoga itu semua pahalanya mengalir untuk Bapak dan Mama...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

Makassar, 4 November 2015
Anakmu yang selalu merindukanmu...

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...