Rabu, 31 Desember 2014

Refleksi 2014...

Bismillah...

31 Desember 2014...
Sebenarnya tak ada yang special. Aku hanya ingin menulis. Hanya itu. Jika kelak aku membaca tulisan ini lagi, setidaknya menjadi pengingat buat diriku. Pengingat untuk selalu mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh Allah untukku.

Tahun 2014 adalah tahun yang sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Banyak hal yang kualami tahun ini dan memberiku banyak pelajaran moral. Aku seperti berada dalam sebuah permainan roller coaster. Penuh dengan kejadian-kejadian yang tak terduga.

Tahun 2014...
Masa-masa yang berat pernah kualami di tahun ini. Masa ketika aku berada di sebuah titik ingin menyerah pada keadaan dan aku merasa tak sanggup lagi menyelesaikan semuanya. Tetapi kehadiran orang-orang di sekitarku yang selalu mendukung dan mendoakanku membuatku kuat dan berusaha untuk terus bertahan. Bertahan untuk melanjutkan dan menyelesaikan semuanya. Hingga akhirnya aku bisa menghadapi dan melewatinya.

Tahun 2014...
Mimpi untuk kuliah dengan beasiswa tanpa membebani mamaku alhamdulillah bisa terwujud. Dan yang pastinya janji untuk selesai tepat waktu bisa kupenuhi dengan hasil yang sangat memuaskan. Setiap kali melihat tesisku, aku teringat pada orang-orang yang selalu mendukungku dalam menyelesaikan tugas akhir tersebut. Mama yang selalu menyemangati dan mendoakanku. Kakak-kakak yang selalu mendukung dan mendoakanku. Sahabat yang menemaniku begadang tiap malam karena dikejar oleh waktu. Sahabat yang selalu mendengarkan setiap curhat untuk rindu yang tak tersampaikan pada keluarga yang jauh. Yaa, kami sudah berjanji untuk tidak menangis setiap kali menelpon dengan keluarga. Mereka hanya boleh tahu kalau kami baik-baik saja di perantauan. Besse, Supi, Neni, Dini, K'Tri, aku merindukan kalian. Ada lagi satu orang yang tak terlupakan, adikku Neni yang selalu bertanya, "kakak-kakak mauki makan apa? Jangan meki tinggalkan laptopta', nanti saya saja yang keluar beli makan." Ahhh, bagaimana kabarmu sekarang dek? Semoga tesismu pun berjalan lancar dan bisa selesai tepat waktu.

Tahun 2014...
Begitu banyak nikmat yang diberikan oleh Allah untuk keluargaku. Kakak-kakak yang bisa kembali berkumpul dengan keluarganya setelah ditugaskan di daerah lain. Kakak yang lulus PNS dan masih banyak lagi berkah di tahun ini. Sungguh setiap nikmat yang diberikan oleh Allah adalah sebuah ujian. Apakah kita menjadi hamba yang bersyukur atau malah sebaliknya? Semoga Allah senantiasa menuntun hati-hati kami untuk selalu mensyukuri setiap nikmat yang diberikan oleh Allah. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Tahun 2014...
Alhamdulillah, banyak hal yang bisa kucapai tahun ini. Mimpi empat tahun lalu akhirnya bisa tercapai juga. Lagi-lagi semua atas kehendak Allah. Aku hanya belajar untuk terus berani bermimpi jika mimpi itu adalah sebuah kebaikan. Bagaimana caranya bisa terwujud? Biarlah Allah yang mengatur semuanya. Biarlah Allah yang menuntun langkah-langkahmu karena Allah lebih tahu yang terbaik dan kapan waktu yang tepat untukmu. Tugas kita hanya berusaha, berdoa, dan selalu berprasangka baik kepada Allah. Ketika ada yang tidak sesuai dengan rencanamu, maka sungguh rencana Allah jauh lebih indah untukmu. Hingga akhirnya engkau hanya bisa terkagum-kagum dengan semua rencana indah dari-Nya.

Tahun 2014...
Ketika aku menginginkan sesuatu dan orang-orang di sekitarku mengatakan, "Kamu tidak akan bisa! Kamu tidak akan mampu!". Terkadang untuk sebuah kebaikan, kita harus menjadi orang tuli. Tuli terhadap hal-hal negatif yang bisa mematahkan keyakinan kita. Dan Alhamdulillah aku bisa mencapainya. Aku mendapatkan apa yang dikatakan orang-orang tak akan pernah bisa kudapatkan. Dari pengalaman ini, aku belajar satu hal, "Niatkan semua hal untuk Allah. Termasuk dalam hal pekerjaan. Ketika engkau menolong agama Allah, maka Allah yang akan menolongmu." Yaa, apapun yang kulakukan saat ini semua semata-mata untuk-Nya. Aku teringat dengan sahabat-sahabat dalam lingkaran kecilku, "Sekarang kita berpisah untuk menjadi lebih baik. Kelak kita harus kembali ke kampus yang telah membuat kita bertemu di jalan ini." Saat itu kami hanya bermimpi dan aku bisa mewujudkan mimpi kami. Yaaa, aku menyebutnya "mimpi kami". Karena semua itu adalah mimpi-mimpi kami. Entah siapa yang duluan, entah siapa yang akan kembali, tetapi kami harus berusaha untuk mewujudkannya. Aku berharap ketika mereka kembali dari rantau, kita bisa kembali berkumpul dalam taman-taman surga-Nya dan kembali merangkai mimpi-mimpi kita. Duhai kawan, bagaimana kabar imanmu disana? Semoga Allah selalu mengikat hati-hati kita dalam cinta-Nya. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Tahun 2014...
Aku mendapatkan pelajaran akan arti sebuah keluarga. Aku pernah berada di satu titik ketika aku bingung harus mengambil sebuah keputusan. Titik dimana mimpimu tak sejalan dengan harapan ibumu. Dan di saat itulah engkau harus memilih, antara mempertahankan egomu atau memenuhi harapan ibumu. Memenuhi harapan ibumu sama saja dengan mengubur dalam-dalam semua mimpi yang pernah engkau bangun. Hingga akhirnya aku memutuskan memilih ibuku. Mungkin inilah hal yang paling berat untuk bisa kulewati tahun ini. Melawan egoku yang terus saja berontak. Dan perlahan-lahan mengajaknya untuk berdamai. Hingga waktu jualah yang akhirnya menjawab semuanya.

Saat itu aku hanya meyakini satu hal, "Ridho Ibumu berarti ridhonya Allah". Aku tak mungkin melangkah tanpa keridhoan dari mamaku. Toh saat ini aku hanya punya mama dan surgaku ada padanya. Aku yakin, kelak Allah akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik. Aku tak pernah tahu seperti apa, tetapi hanya ini yang bisa kuberikan untuk mamaku. Mamaku yang telah mengorbankan banyak hal dalam hidupnya untukku. Mamaku yang senantiasa menyebut namaku dalam doa-doanya tanpa pernah kuminta. Mamaku yang senantiasa hadir saat aku terjatuh dan membantuku bangkit kembali. Apa yang kuberikan belum ada apa-apanya dibanding apa yang telah diberikannya untukku.

Ahhh Mamaku sayang...
Setiap kali menulis tentangmu, aku tak pernah bisa menahan air mata yang terus saja memaksa untuk keluar. Saat ini aku hanya ingin membahagiakanmu. Aku ingin selalu membuatmu tersenyum. Akhir-akhir ini aku menyadari bahwa kondisi kesehatanmu semakin menurun. Dan aku ingin terus mendampingimu di masa-masa tuamu. Berusaha untuk selalu menggoreskan senyuman di wajahmu. Meskipun aku tahu keinginan terbesarmu saat ini adalah melihatku menyempurnakan setengah dien-ku. Ahhh Mama, topik yang selalu menghiasi obrolan kita. Aku bersyukur karena Mama tak seperti orang-orang di sekitarku yang selalu memintaku untuk pacaran. Mama selalu percaya pada setiap keputusanku, termasuk prinsipku yang satu ini. Jodoh, rezeki, dan usia semua sudah diatur. Dan izinkan aku menyempurnakan setengah dien-ku dengan cara yang diberkahi dan diridhoi oleh Allah. "Jika waktunya tiba, Allah yang akan menuntunnya dan menghadirkan dia untukmu." Kalimat itu hanyalah sebagian kecil dari sekian banyak nasehatnya.

"Mamaku sayang, ketika semua orang berkomentar tentang hidupku, asalkan engkau percaya padaku, itu sudah cukup bagiku. Cukup engkau percaya padaku, aku akan selalu kuat menghadapi semuanya."

Ya Allah...
Terima kasih untuk semuanya...
Setiap nikmat yang Engkau berikan untukku, kumohon ajari hamba untuk selalu bersyukur...
Jadikan hamba ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa mensyukuri nikmatMu...
Setiap ujian yang Engkau berikan, kumohon ajari hamba untuk selalu bersabar...
Hamba yakin bahwa semua itu adalah wujud kasih sayangMu untukku...
Jadikan hamba ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa bersabar dalam ketaatan...
Aamiin Ya Rabbal 'alamin...

#Makassar, 31 Desember 2014
Dalam Ruang Perenungan...
Saat engkau mensyukuri nikmat Allah, maka Dia akan menambah nikmat yang lain untukmu...
Belajarlah untuk terus berprasangka baik kepada Allah...
Tuliskan mimpi-mimpimu...
Berusaha dan berdoalah untuk mewujudkannya...
Jangan sampai semuanya hanya menjadi sebuah angan-angan...
Dan libatkan Allah dalam mewujudkannya... ^_^
Selamat Datang 2015!!!
Selamat Datang Mimpi-mimpiku!!! ^_^

Minggu, 28 Desember 2014

Long Weekend

Jam menunjukkan pukul 02.54 Wita. Semua orang di rumah masih terlelap, termasuk bocah-bocah yang menemaniku seharian. Sementara aku masih setia dengan novelnya Bang Tere.

Sebenarnya belum ada ide untuk menulis, tapi aku pengen coret-coret aja di blog ini. Tiga hari ini aku merasa sangat bahagia. Bisa berkumpul lagi dengan keluarga adalah sesuatu yang mahal buatku. Susah sekali menemukan waktu yang pas buat ngumpul bersama. Alhamdulillah, ada long weekend dan semua bisa pulang. Pulang ke rumah tempat kami tumbuh bersama.

Sebenarnya hal yang paling membahagiakan adalah melihat wajah bahagia Mamaku. Aku tahu hal inilah yang paling dirindukannya. Berkumpul dengan anak-anaknya yang sudah memiliki kehidupan sendiri. Aku suka melihat senyum bahagianya ketika melihat kami makan masakannya. Aku suka melihat matanya yang berbinar saat melihat cucunya menikmati masakannya.

Long weekend yang hanya dihabiskan di rumah sudah sangat membuat kami bahagia. Ada satu hal yang kusyukuri. Mama dan Bapak membuat kami selalu betah di rumah sejak kecil. Mungkin ini salah satu penyebabnya aku lebih suka di rumah. Minum teh ditambah pisang goreng sebagai pendampingnya sudah membuat aku bahagia asalkan bisa kunikmati dengan orang-orang yang kusayang.

Yaaa, bukan soal apa tetapi dengan siapa engkau melewati semuanya. Meskipun aku kembali jadi bulan-bulanan mereka, tak mengapa. Aku menyadari posisiku sebagai si bungsu yang jadi trending topic di keluarga akhir-akhir ini. Hehehehe... Bukannya ke-GR-an gan, tapi memang seperti itulah faktanya. Aku tahu keinginan mereka yang sudah ingin melihatku punya kehidupan sendiri. Aku hanya bisa jadi pendengar yang baik saat mereka membahas topik yang sama. Begitulah cara mereka menyayangiku. Aku lagi-lagi hanya punya Allah untuk urusan hal itu. Allah sudah mengatur semuanya, makanya gak perlu pusing memikirkannya. Seperti nasehat kakakku, "sibukkan dirimu dalam hal kebaikan, maka kebaikan pun akan mendatangimu".

Ya Allah...
Jagalah keluargaku dengan sebaik-baik penjagaan-Mu...
Jagalah Mamaku dan sayangilah dia sebagaimana dia menyayangiku...
Jagalah kakak-kakakku dan keluarganya...
Kumpulkanlah kami di surgaMu kelak ya Rabb...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

#Sinjai, 28 Desember 2014
Long weekend telah berakhir...
Kembali menikmati aktivitas pengabdian kepada Sang Maha Pemberi Rezki... ^_^

Long Weekend

Jam menunjukkan pukul 02.54 Wita. Semua orang di rumah masih terlelap, termasuk bocah-bocah yang menemaniku seharian. Semwntara aku masih setia dengan novelnya Bang Tere.

Sebenarnya belum ada ide untuk menulis, tapi aku pengen coret-coret aja di blog ini. Tiga hari ini aku merasa sangat bahagia. Bisa berkumpul lagi dengan keluarga adalah sesuatu yang mahal buatku. Susah sekali menemukan waktu yang pas buat ngumpul bersama. Alhamdulillah, ada long weekend dan semua bisa pulang. Pulang ke rumah tempat kami tumbuh bersama.

Sebenarnya hal yang paling membahagiakan adalah melihat wajah bahagia Mamaku. Aku tahu hal inilah yang paling dirindukannya. Berkumpul dengan anak-anaknya yang sudah memiliki kehidupan sendiri. Aku suka melihat senyum bahagianya ketika melihat kami makan masakannya. Aku suka melihat matanya yang berbinar saat melihat cucunya menikmati masakannya.

Long weekend yang hanya dihabiskan di rumah sudah sangat membuat kami bahagia. Ada satu hal yang kusyukuri. Mama dan Bapak membuat kami selalu betah di rumah sejak kecil. Mungkin ini salah satu penyebabnya aku lebih suka di rumah. Minum teh ditambah pisang goreng sebagai pendampingnya sudah membuat aku bahagia asalkan bisa kunikmati dengan orang-orang yang kusayang.

Yaaa, bukan soal apa tetapi dengan siapa engkau melewati semuanya. Meskipun aku kembali jadi bulan-bulanan mereka, tak mengapa. Aku menyadari posisiku sebagai si bungsu yang jadi trending topic di keluarga akhir-akhir ini. Hehehehe... Bukannya ke-GR-an gan, tapi memang seperti itulah faktanya. Aku tahu keinginan mereka yang sudah ingin melihatku punya kehidupan sendiri. Aku hanya bisa jadi pendengar yang baik saat mereka membahas topik yang sama. Begitulah cara mereka menyayangiku. Aku lagi-lagi hanya punya Allah untuk urusan hal itu. Allah sudah mengatur semuanya, makanya gak perlu pusing memikirkannya. Seperti nasehat kakakku, "sibukkan dirimu dalam hal kebaikan, maka kebaikan pun akan mendatangimu".

Ya Allah...
Jagalah keluargaku dengan sebaik-baik penjagaan-Mu...
Jagalah Mamaku dan sayangilah dia sebagaimana dia menyayangiku...
Jagalah kakak-kakakku dan keluarganya...
Kumpulkanlah kami di surgaMu kelak ya Rabb...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

#Sinjai, 28 Desember 2014
Long weekend telah berakhir...
Kembali menikmati aktivitas pengabdian kepada Sang Maha Pemberi Rezki... ^_^

Selasa, 23 Desember 2014

Bersyukur Atas Pilihan Hidup

Tak terasa sudah hampir tiga bulan aku kembali dari perantauan. Dua tahun bukan waktu yang singkat buat aku yang baru merasakan jauh dari keluarga. Dua tahun telah memberiku banyak pelajaran moral untuk menjalani sekolah di Universitas Kehidupan.

Terkadang rasa rindu itu datang menghampiriku. Rindu pengen jadi mahasiswa lagi. Rindu dengan aktivitas sabtu-minggu, buka twitter, dan cari info di masjid mana lagi yang ada kajian bagus. Rindu dengan orang-orang yang telah dikirimkan oleh Allah untuk menjadi guru dalam kehidupanku.

Dua bulan terakhir ini aku kembali belajar beradaptasi. Menjalani kembali kehidupanku seperti sebelum aku meninggalkan semuanya. Tentunya dengan orang-orang baru dan suasana baru. Meskipun aktivitasku masih tetap sama, mengajar. Kalau dulu ngajarnya anak-anak, sekarang aku harus menghadapi mahasiswa. Dunia anak-anak dan orang dewasa tentunya sangat berbeda untuk bisa memahaminya. Dan jujur, aku lebih menyukai mengajar anak-anak. Mengajari anak-anak membuat hari-hariku selalu penuh warna. Cerita hari ini pasti akan berbeda dengan cerita esok hari karena dunia mereka yang tidak mudah untuk ditebak.

Kembali ke dunia kampus membuat waktuku jauh lebih fleksibel. Jadwal mengajar yang tidak tiap hari, membuat waktuku lebih banyak kuhabiskan di rumah. Dan inilah hal yang baru kembali kurasakan, menjalani aktivitas ibu rumah tangga. Mengapa aku menyebutnya seperti itu?

Dua tahun menjadi seorang mahasiswa tentunya membuat aktivitasku lebih banyak di kampus. Perpustakaan, depan laptop, membaca buku-buku, dan makan seadanya menjadi aktivitas rutinku. Maklumlah anak beasiswa, jadi harus kejar-kejaran dengan waktu biar bisa selesai tepat waktu... heheehehe...

Dan sekarang aku harus kembali mengatur waktu, antara pekerjaan dan rumah. Ternyata bukan hal yang mudah untuk bisa menjalani semuanya.

Baru-baru ini aku punya pengalaman yang membuatku semakin mencintai ibuku. Pengalaman yang membuatku tersadar betapa beratnya tugas ibuku selama ini. Menjadi ibu rumah tangga seutuhnya untuk suami dan anak-anaknya. Aku bahkan meragukan kemampuanku, apakah aku bisa seperti dia. Tetapi satu hal yang kutanamkan pada diriku, "Aku ingin belajar seperti ibuku!"

Beberapa hari yang lalu, kakak lagi ada kerjaan. Aku yang lagi gak ngajar hari itu menawarkan diri untuk menjaga anaknya. Daripada aku sendirian di rumah, alhamdulillah ada bocah yang bisa kuajak bercerita. Jadilah seharian itu aku bersama Azizah. Salah satu keponakanku yang super duper cerewet dan usianya baru mau empat tahun.

Seharian bersamanya memberiku banyak pelajaran betapa tak mudahnya menjadi seorang ibu. Belajar mengelola emosi, lebih banyak bersabar, dan tak boleh mengeluh. Apalagi buat aku yang sudah terlanjur tahu teori-teori perkembangan anak, harus bisa menerapkannya dan tidak hanya menjadi sekedar jago berteori. Saat aku harus melakukan aktivitas di dapur, dia mulai banyak bertanya.

"Apa dikerja Tante Boni?"
"Apa itu yang kita pegang?"
"Boleh saya bantu?"
"Kenapa dikasi begitu?"

Dan masih banyak lagi daftar pertanyaannya. Sebenarnya mudah sekali membuat dia diam dan berhenti bertanya. Tetapi betapa jahatnya diriku jika aku melakukan semua itu. Tidak menjawab pertanyaannya sama saja aku mematikan rasa ingin tahunya dan aku pun membuat dia tak mau belajar lagi nantinya.

Belajar mengelola waktu, antara mengurus pekerjaan rumah dan memenuhi setiap kebutuhannya, bukanlah pekerjaan yang mudah. Harus punya banyak stok kesabaran untuk menyelesaikan semuanya. Hingga akhirnya aku menyadari betapa tak mudahnya ibuku menjalani tugasnya selama ini. Aku juga semakin paham akan kisah beberapa temanku yang pernah curhat. Mereka bingung harus memilih, antara menjadi seorang wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga.

Aku tak pernah meminta mereka untuk memilih. Aku hanya mengingatkan mereka akan tugas utamanya setelah menikah. Meskipun aku belum tahu seperti apa kehidupan mereka, tetapi penglaman kemarin telah memberiku pelajaran bahwa menjalani dua hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Dan boleh dibilang, inilah salah satu alasanku memilih menjadi seorang pendidik.

Aku jadi teringat dengan salah satu sahabatku ketika aku bertanya, "Mengapa kamu memilih menjadi seorang guru?". Jawabannya saat itu sederhana, "Aku perempuan Boni dan kelak aku akan menjadi seorang Ibu." Saat itu aku belum memahami jawabannya. Dan sekarang aku baru memahami pilihan hidupnya yang kini menjadi pilihan hidupku juga.

Buat teman-temanku yang memilih menjadi ibu rumah tangga...
Syukurilah apa yang menjadi pilihan hidup kalian. Tak perlu engkau banding-bandingkan hidupmu dengan orang lain. Cobalah buka mata hatimu dan lihatlah betapa banyak nikmat yang diberikan oleh Allah untukmu.

Buat teman-temanku yang memilih menjadi wanita karir...
Syukurilah apa yang menjadi pilihan hidupmu. Engkau pasti sudah tahu konsekuensi dari pilihan hidupmu. Engkau pun pasti punya alasan dengan pilihan hidupmu saat ini. Maka jalanilah pilihanmu dengan konsekuensi tersebut. Titipkan anakmu pada Allah. Karena hanya Dia-lah sebaik-baik penjaga.
Wallahu a'lam bi shawab...

#Makassar, 23 Desember 2014

Senin, 22 Desember 2014

Mamaku Sayang...

Saat aku bertanya, "Apakah Mama sudah makan?"
Dia akan menjawab, "Sudah".
Padahal sebenarnya dia belum makan...

Saat aku bertanya, "Apakah Mama sehat?"
Dia akan menjawab,"Alhamdulillah, Mama selalu sehat. Jangan khawatirkan Mama."
Padahal sebenarnya dia sedang tidak sehat...
Dia tak ingin membuat anak-anaknya khawatir...

Saat aku berkata,"Mama, maaf aku belum bisa pulang."
Dia akan berkata, "Tidak apa-apa. Lakukan saja pekerjaanmu nak. Kamu bisa pulang nanti kan?"
Padahal dalam hatinya dia sangat menginginkan anaknya pulang...
Dia ingin sekali memandang wajah anaknya meskipun hanya sebentar...

Saat aku berkata,"Mama, aku sedang punya masalah."
Dia akan berkata,"Sabarlah nak, Mama akan selalu mendoakanmu semoga masalahmu cepat selesai."
Bahkan disaat kita tak pernah meminta, dia tetap selalu mendoakan anak-anaknya...

Saat aku berkata, "Mama, besok aku pulang. Mama gak usah repot-repot ya."
Dia akan berkata,"Alhamdulillah, pulanglah nak."
Saat mendengar anaknya akan datang, dia akan bergegas ke dapur memasak makanan kesukaan anaknya...
Meskipun dia sudah tak sekuat dulu, dia akan tetap berusaha menyiapkan makanan kesukaan anaknya...

Mama...
Aku bingung harus menuliskan apa lagi tentangmu...
Terlalu banyak keindahan yang telah kulewati bersamamu...

Mama...
Tahukah engkau...
Engkaulah alasanku hingga aku masih bisa berada disini...
Apapun yang dikatakan orang-orang tentangku...
Apapun komentar orang-orang tentangku...
Asalkan engkau percaya padaku...
Itu sudah cukup bagiku...

Mama...
Sebesar apapun ujian yang kuhadapi...
Seberat apapun masalah yang kuhadapi...
Asalkan engkau bersamaku...
In syaa Allah aku kuat melewati semuanya...
Karena aku yakin...
Doa-doamulah yang telah mengantarkanku...
Hingga aku bisa berdiri di titik ini...

Mama...
Terima kasih telah menerimaku apa adanya...
Terima kasih telah menerima segala kekuranganku...
Terima kasih telah mendengarkan semua cerita tidak penting anakmu...
Terima kasih telah menguatkanku di saat aku sedang terjatuh...
Terima kasih telah memberikan semua waktumu untukku...

Mama Tiaku sayang...
Memelukmu...
Menciummu...
Berbaring di pangkuanmu...
Menggenggam tanganmu...
Bercerita denganmu...
Setiap moment bersamamu adalah keindahan...
Semoga Allah selalu menjagamu dengan sebaik-baik penjagaan-Nya...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

#Makassar, 22 Desember 2014
@ Ruang Kerinduan...
Edisi sudah tak sabar menanti hari libur...
Pengen pulang ketemu Mama...

Karena Engkaulah Kata Terindah Dalam Hidupku

Katanya...
Kehadiranku sangat engkau nantikan...
Keinginanmu untuk memiliki anak perempuan sungguh besar...
Bahkan rela mempertaruhkan nyawa saat aku dilahirkan...
Proses pendarahan yang mengancam nyawamu pun engkau lewati...

Katanya...
Engkau sudah menyiapkan nama untukku saat bertemu dengan dokter yang menangani proses kelahiranku...
Ada doa dibalik namaku...
Doa untuk kebaikanku...
Doa untuk satu cita-citamu yang ternyata belum menjadi rezekiku...

Katanya...
Engkau menjagaku dengan sangat hati-hati...
Ini itu dilarang...
Semua hal yang bisa membahayakan diriku...

Semua itu hanya sedikit cerita yang kudengar tentangku saat memoriku belum mampu merekam semua kejadian masa kecilku...
Hingga akhirnya aku tumbuh menjadi anak perempuan kecilmu...

Saat kecil...
Engkau sangat marah jika aku malas ke sekolah...
Banyak cara yang engkau lakukan untuk membujukku ke sekolah...
Hingga akhirnya aku berjanji padamu tak mau malas lagi ke sekolah...
Aku masih ingat kejadian itu...

Saat kecil...
Engkau tak pernah memperlakukanku istimewa meskipun aku berbeda dengan kakak-kakak...
Engkau tak pernah suka jika sifat manjaku muncul...
Engkau mengajariku bagaimana menjadi anak perempuan...
Meskipun usiaku saat itu baru tujuh tahun...
Semua pekerjaan rumah tangga harus bisa kuselesaikan...
Meski kadang aku lebih banyak membuatmu kerepotan tapi engkau terus saja mengajariku...
Aku bahkan pernah bertanya, "Apakah engkau menyayangiku sama seperti kakakku yang lain? Mengapa harus aku yang mengerjakan semuanya?"
Dan jawabanmu masih tetap sama, "Aku adalah anak perempuan!"
Aku kadang protes...
Mengapa harus anak perempuan?

Saat remaja...
Pertama kalinya engkau memberiku tanggung jawab atas pilihanku...
Engkau mulai memberiku kepercayaan yang harus kujaga...
Walaupun aku kadang masih merasakan bahwa engkau belum rela melepaskanku...
Melepaskan anakmu yang sudah mulai suka protes...
Melepaskan anakmu yang sudah mulai beranjak remaja...
Setiap temanku engkau tanyakan...
Saat temanku bercerita kalau orang tuanya tak pernah peduli pada urusan sekolahnya...
Aku justru mendapatkan hal yang berbeda...
Bahkan sampai sekarang pun engkau masih sangat peduli...
Saat temanku boleh berpacaran dengan teman sekolahnya...
Engkau justru semakin sering menasehatiku untuk menjaga kepercayaanmu...
Saat temanku boleh keluar malam dengan teman-temannya...
Engkau yang meminta kakak untuk selalu mengantarku kemana saja...
Hingga pertanyaan itu semakin sering muncul di benakku, "Kenapa harus anak perempuan?"

Saat aku mulai dewasa...
Aku harus tetap menjaga kepercayaan yang engkau berikan untukku...
Hingga akhirnya hidayah itu menyapaku...
Banyak hal yang berubah dalam hidupku...
Dan engkaulah orang yang pertama kali bereaksi...
Menanyakan banyak hal yang menjadi kekhawatiranmu...
Aku hanya bisa menjawab pertanyaanmu dalam doa-doaku...
Hingga akhirnya engkau mau menerima diriku yang baru...
Hal yang paling membahagiakan saat engkau mulai banyak bertanya padaku...
Dan ingin belajar banyak hal untuk jadi lebih baik...
Belajar beriringan denganmu...
Berpegangan tangan dalam tali agama Allah...
Itulah hal yang paling membahagiakan untukku...
Allah akhirnya menjawab doa-doaku...

Saat aku harus jauh darimu...
Aku hanya memintamu bersabar dua tahun...
Aku meminta doa-doamu agar Allah selalu menjagaku...
Aku memintamu untuk menitipkanku pada Allah...
Pertama kalinya aku merasakan pelukan yang paling berat dalam hidupku...
Aku harus siap menjalani kehidupanku sendiri...
Dan aku tak boleh mengeluh dihadapanmu...
Aku harus bisa melewati semuanya sendiri...
Dan lagi-lagi aku melihatmu menangis...
Tahukah engkau...
Aku paling tak suka melihatmu menangis...
Aku hanya ingin melihat senyummu...
Agar aku tenang selama kepergianku...
Dua tahun bukan waktu yang singkat untuk kita berdua melewati semuanya...
Ini pertama kalinya kita hidup berjauhan...
Dan aku semakin mengerti betapa berartinya dirimu untukku...

Saat aku menjalani kehidupanmu...
Aku semakin mengerti betapa berat perjuanganmu selama ini membesarkanku...
Tetapi sedikit pun engkau tak pernah mengeluh...
Saat aku mengajari anak-anak ideologis yang dititipkan Allah padaku...
Aku menjadi lebih banyak diam...
Aku semakin memahami betapa beratnya tugas yang engkau jalani selama ini...
Engkau kadang hanya meminta untuk beristirahat sejenak...
Engkau rela memberikan seluruh hidupmu untuk keluargamu...
Engkau rela tersisih dari mereka yang memandangmu sebelah mata...
Engkau rela tak memiliki keinginanmu hanya demi anak-anakmu...

Dan engkaulah kata terindah dalam hidupku...
Kusebut engkau Mama...
Ya...
Aku memanggilmu Mama...
Engkaulah kata terindah yang kumiliki...
Entah kata apa yang harus kupilih untuk menggambarkan dirimu...

Mama...
Setiap hari uban itu semakin bertambah...
Keriput di wajahmu pun semakin terlihat...
Tetapi engkau tetap perempuan tercantik yang pernah kulihat...

Mamaku yang selalu kucintai karena Allah...
Terima kasih untuk semuanya...
Terima kasih untuk kasih sayangmu selama ini...
Terima kasih telah membesarkan dan mendidikku menjadi seperti sekarang...
Terima kasih untuk kepercayaan yang engkau berikan selama ini...
Terima kasih untuk selalu menjadi pendengar dan penasehatku...
Terima kasih engkau menerimaku dengan segala kekuranganku...
Terima kasih telah mengajariku banyak hal dengan penuh kesabaran...
Aku tak tahu harus menuliskan apa lagi untukmu...

Membahagiakanmu di hari tuamu adalah keinginanku saat ini...
Aku hanya ingin melihat senyum terindah di wajahmu...
Tak perlu lagi engkau khawatirkan hidupku...
Biarlah Allah yang mengatur semuanya...
Apa yang telah engkau berikan kepadaku sudah sangat banyak...
Maka izinkanlah aku untuk membahagiakanmu...
Memilikimu adalah salah satu nikmat yang harus kusyukuri dalam hidupku...
Apapun yang dikatakan orang-orang tentang diriku...
Asalkan engkau percaya padaku...
Itu sudah cukup bagiku...

Mama Tiaku sayang...
Aku mencintaimu karena Allah...
Maafkan anakmu ini jika belum bisa membalas semua yang engkau berikan untukku...
Walaupun aku tahu bahwa aku memang tak akan pernah sanggup membalas setiap kasih sayangmu...
Hanya Allah yang bisa membalas semuanya...
Dan aku akan selalu meminta kepada-Nya...
Semoga Allah mengumpulkan kita di surga-Nya kelak...
Aamiin ya Rabbal 'alamin... ^_^

#Makassar, 22 Desember 2014
Jika engkau tak menemukan alasan untuk pulang...
Ingatlah bahwa ada seorang perempuan yang sedang menanti kehadiranmu...
Bahkan hanya dengan mendengar kabarmu kalau engkau baik-baik saja, itu sudah cukup baginya...
Pulanglah...
Peluk dia...
Katakan bahwa engkau mencintainya...

Jumat, 12 Desember 2014

Puzzle Kehidupan

Takdir...
Takdir baik...
Takdir buruk...

Adakah yang namanya takdir buruk?
Buat aku pribadi gak ada yang namanya takdir buruk. Yang ada adalah Allah lebih tahu yang terbaik untuk hamba-Nya. Hanya manusianya saja yang kadang melihat suatu masalah dari sisi buruknya saja. Boleh jadi saat ini takdir tersebut terlihat buruk dihadapanmu, tetapi engkau tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi beberapa tahun ke depan. Hingga suatu saat engkau akan berkata, "Alhamdulillah dulu kejadiannya seperti ini jadi saya bisa begini sekarang."

Ada yang mau protes?
Hehehehe...

Silahkan...
Tak masalah...
Tapi begitulah caraku melihat kehidupan ini. Ada hal-hal yang kadang membutuhkan waktu untuk bisa memahaminya. Seberapa lama waktunya? Semuanya kembali kepada Allah karena hanya Dia yang tahu waktu terbaik untuk hamba-Nya.

Ibaratnya seperti sebuah puzzle...
Engkau pernah bermain puzzle?
Puzzle anak usia 3 tahun tentunya berbeda dengan puzzle untuk anak usia 4 atau 5 tahun. Potongan puzzle untuk anak usia 3 tahun lebih sedikit dan potongannya besar-besar. Hingga usianya semakin bertambah, maka tingkat kesulitannya pun semakin tinggi. Tetapi semua butuh proses belajar hingga anak-anak bisa langsung melengkapi permainan tersebut menjadi sebuah pola yang utuh.

Yaaa, kehidupan ini seperti menyusun sebuah puzzle menjadi sebuah pola yang utuh...
Setiap potongan kehidupan yang kita lakoni kelak akan menjadi sebuah cerita yang utuh hingga engkau akan berkata, "Ternyata ini yang diinginkan Tuhan-ku..."

Tingkat puzzle kehidupan yang diberikan oleh Tuhan pun berbeda-beda bagi setiap hamba. Semua kembali lagi pada batas kemampuan seorang hamba karena Allah tak akan menguji hamba-Nya melebihi batas kemampuannya. Maka tugas kita sebagai seorang hamba adalah terus berprasangka baik kepada Allah. Waktu jualah  yang kelak akan memahamkan kita dengan skenario yang telah dibuat oleh-Nya untuk kita. Yakinlah bahwa Allah-lah Sang Maha Sutradara dalam skenario kehidupan kita.

Wallahu a'lam bishawab...

#Makassar, 12 Desember 2014
Terinspirasi ketika menemani seorang anak bermain puzzle...
Lagi-lagi aku belajar tentang kehidupan dari seorang anak kecil...

Kamis, 11 Desember 2014

Berteman dengan Sang Waktu...

Kamu bertanya apa yang telah kulakukan?

Berteman dengan waktu...
Ya...
Aku belajar berteman dengan waktu...
Aku belajar berdamai dengan waktu...

Waktu jualah yang akhirnya membuatku belajar menerima semuanya. Allah selalu punya cara untuk membuat kita belajar. Bukankah saat ini kita berada di Universitas Kehidupan? Sekolah yang akan memaksaku harus terus belajar, belajar, dan belajar.

Jika sabar itu berujung, lalu mengapa harus ada surga?
Itulah sepenggal nasehat dari salah satu sahabatku...
Mungkin benar juga nasehat seorang guru kepadaku,"Allah selalu menguji hambanya pada titik terlemahnya. Jika dia bisa melewatinya, maka suatu saat Allah akan mengujinya kembali pada titik tersebut. Seperti itulah ujian kehidupan."

Setiap orang butuh proses untuk melakukan sebuah perubahan...
Dan perubahan itu butuh waktu...
Maka belajarlah berdamai dengan waktu...
Terlalu sering menyalahkan keadaan...
Menyalahkan orang-orang di sekitarmu...
Akan membuatmu lemah...

Allah selalu punya skenario terbaik untukmu...
Lagi-lagi waktu yang akan menjawab setiap pertanyaanmu...
Dan engkau akan semakin paham dengan semua skenario yang telah ditulis untukmu...
Maka tugasmu hanya satu duhai Sang Pengembara kehidupan...
Berprasangka baik kepada Sang Maha Sutradara...
Sungguh Dia lebih tahu yang terbaik untukmu...
Wallahu a'lam bi shawab...

#Ruang Perenungan...

Selasa, 09 Desember 2014

Apa Arti Bahagia Buatmu?

Apa arti bahagia buatmu?

Seorang teman bertanya padaku. Aku tak bisa langsung menjawabnya. Aku takut tak memberi dia jawaban yang diharapkannya.

Arti kebahagiaan?
Kapan terakhir kali aku merasa bahagia?
Entahlah...
Lulus sekolah?
Biasa saja, toh aku harus memikirkan lagi mau kuliah dimana?
Lulus cum laude?
Biasa saja, ternyata bukan itu tujuanku untuk kuliah.
Predikat itu hanya semu...
Mendapatkan pekerjaan yang kuinginkan?
Biasa saja, aku harus berhadapan lagi dengan orang-orang yang karakternya berbeda-beda.
Aku mendengar cerita teman-temanku yang sudah menikah. Mereka yang memulainya dengan pacaran atau pun tidak, ternyata rasanya sama saja. Bahagianya hanya diawal-awal, setelahnya penuh dengan perjuangan.
Mereka yang sudah memiliki anak?
Mereka yang sudah memiliki karir yang bagus?
Mereka yang dipenuhi dengan materi berlimpah?
Lagi-lagi aku melihat semuanya sama saja.
Ada kesamaan yang kutemukan dari pola hidup teman-temanku, "Berusaha menikmati kehidupannya."

Aku merasa tidak nyaman mendengar jawaban mereka. Bukankah itu berarti mereka hidup dalam kepura-puraan? Seperti ada hal "terpaksa" yang berusaha mereka jalani.

Apa arti kebahagiaan?
Jawaban setiap orang pasti berbeda-beda. Semua kembali lagi pada tujuan hidupnya masing-masing dan pengalaman hidup yang mereka pernah jalani.

Lalu apa arti kebahagiaan buatku?
Aku butuh waktu saat temanku bertanya tentang hal ini.
Hal yang paling kuingat akan rasa bahagia adalah ketika Allah pertama kali menyapaku dengan hidayah-Nya. Aku kadang merindukan perasaan itu. Aku akhirnya pertama kali merasakan jatuh cinta pada islam. Saat itu aku merasa baru memeluk agama Islam. Sejak saat itu aku belajar mengatur kembali rencana dan tujuan hidupku.

Lalu apa arti bahagia bagiku saat ini?
Satu bulan terakhir ini aku belajar satu hal bahwa kebahagiaan itu kadang harus diperjuangkan. Jika apa yang engkau yakini adalah sebuah kebenaran, maka jangan takut untuk memperjuangkan kebahagiaanmu. Selama engkau yakin bahwa Allah yang mengatur hidupmu, maka jangan pernah ragu memperjuangkan kebahagiaanmu.

Namun, akan berbeda masalahnya jika apa yang engkau perjuangkan akan mengorbankan orang-orang yang engkau sayangi. Engkau harus memilih dua hal yang membahagiakanmu. Suka atau tidak suka, engkau tetap harus memilih. Engkau yang harus berkorban atau mengorbankan orang-orang yang kamu sayangi.

Yaaa, terkadang bahagia itu adalah melihat orang yang kita sayangi berbahagia. Melihat mereka mendapatkan apa yang diinginkannya.

Semua kejadian itu membuatku belajar akan arti kebahagiaan dalam hidupku.
Aku bahagia jika ada Allah dalam hatiku...
Aku bahagia jika hatiku dipenuhi oleh cinta-Nya...
Aku bahagia jika apa yang kuinginkan tak dikabulkan-Nya, itu artinya Allah memberiku apa yang sudah menjadi ketetapan-Nya karena Allah lebih tahu yang terbaik untukku...
Aku bahagia ketika aku bisa menerima setiap ketetapan-Nya...
Aku bahagia ketika aku bisa membuat orang lain bahagia...
Dan hal yang paling membahagiakan adalah ketika aku bisa menatap langit sambil tersenyum dan berkata, "Ya Allah, aku ikuti semua kehendakMu. Hanya satu pintaku, ketika semua orang berpaling dariku, kumohon jangan tinggalkan aku sendiri. Karena aku hanya punya Engkau. Engkaulah satu-satunya alasanku bertahan sampai sekarang. Karena itu kumohon jaga keyakinanku bahwa janjiMu itu pasti."

Cukup bagiku Allah...
Cukup bagiku Allah...
Cukup bagiki Allah...

#Makassar, 9 Desember 2014
Ruang Perenungan...
Bahagia itu adalah menjalani hidup dengan penuh rasa syukur dan bersabar dalam mengahadapi setiap ujiannya...
Bahagia itu adalah keberkahan hidup yang diberikan oleh Allah untukmu...
Bahagia itu adalah menjalani hidup hanya untuk mendapatkan keridhoan-Nya semata...

Minggu, 07 Desember 2014

Daeng Amir...

Bismillah...
Hari ini aku mau menulis untuk kakakku yang pertama. Tulisan ini hanya sebagai satu kenanganku untuknya.

Amir Mahmud, aku memanggilnya Daeng Amir atau K'Amir. Perbedaan usia kami cukup jauh. Ketika memoriku sudah bekerja dengan baik, kakak sudah kuliah di Jawa. Masa anak-anakku tidak kulewati bersamanya. Kenangan masa kecilku dengannya tidak begitu banyak karena kakak sudah pergi merantau. Aku hanya ingat ketika Bapak dan Mama mengajakku ke Jogja menjenguknya, aku sampai masuk rumah sakit. Aku lupa saat itu aku TK atau SD.

Hal lain yang kuingat tentang dia saat kecil adalah ketika kakak menikah. Kalau gak salah aku sudah SD, tapi lupa kelas berapa. Waktu itu aku cuma ingatnya selalu ikut dengan kakak-kakak yang lain kemana pun mereka pergi. Secara kakak menikah di Jakarta, Bapak dan Mama sibuk mengurusi pernikahan kakak. Jadinya aku diurus sama kakak yang lain.

Daeng Amir, kakak yang selalu mendukung urusan sekolahku. Hal yang tak bisa kulupakan adalah dia tak pernah mengizinkan aku untuk ngekost. Waktu kuliah aku minta izin untuk ngekost dekat kampus. Soalnya rumah kakak lumayan jauh dari kampus. Tetapi sama dia gak dikasi izin. Dia malah buatin rumah di Makassar untuk Mama, Bapak, dan K'Iping selama saya kuliah. Itulah sebabnya Mama dan Bapak ikut hijrah ke Makassar untuk menemaniku. Meskipun Bapak hanya menemaniku selama dua tahun hingga akhirnya Bapak pergi untuk selamanya. Semua kenangan kami berempat di rumah kecil itu begitu berharga buatku.

Daeng Amir, aku masih ingat saat menyelesaikan kuliahku, dia menawariku untuk lanjut S2. Tapi aku menolak. Aku ngotot mau cari beasiswa. Aku gak mau dibiayai lagi. Aku ingin belajar mandiri. Aku masih ingat saat aku bingung memilih kampus, dia mencari info untukku tentang kampus di Jakarta dan Bandung. Dia mengizinkan kuliah asalkan di kedua kota tersebut agar dia bisa tetap mengontrol aku. Satu lagi bentuk kasih sayangnya untukku. Hingga akhirnya dia menyarankan untuk kuliah di UNJ saja. Boleh dibilang masa-masa kuliah itulah yang semakin mendekatkan kami. Secara dia yang menjadi orang tuaku selama di Jakarta. Saat aku masuk rumah sakit, kakak bela-belain pulang dari Kupang hanya untuk melihat kondisiku. Aku jadi merasa bersalah karena gak cerita kalau aku lagi sakit. Yaaa, maafkan adikmu ini yang kadang keras kepala. Semua semata-mata karena aku tak mau membuatmu khawatir. Aku ingin belajar menyelesaikan semua masalahku sendiri. Tetapi ternyata malah membuatmu semakin khawatir.

Daeng Amir, kakak yang membuatku tetap berdiri tegar saat Bapak meninggal. Saat Bapak menghadapi sakaratul maut, kakak yang ngotot agar aku yang menemani Bapak disaat terakhirnya. Dia yang meminta agar aku yang menuntun Bapak di telinganya. Dia juga yang memintaku mengikhlaskan kepergian Bapak. Hal yang paling kuingat adalah ketika Bapak akan dimakamkan. Saat di pemakaman, dia berdiri di sampingku. Hingga di pemakaman aku memang tak pernah menangis. Aku berusaha kuat karena aku ingin mengantarkan Bapak hingga di peristirahatan terakhirnya. Satu-satunya yang membuatku menangis saat tumpukan tanah itu menutupi jasad Bapak. Aku seperti terbangun dari mimpi hingga aku tak menyadari kalau aku akhirnya tumbang. Dan K'Amirlah yang memelukku.
Saat itu aku hanya mengingat satu hal,"Bapak pergi disaat hanya aku yang belum dilihatnya menyelesaikan kuliahku. Aku belum menunjukkan apa-apa untuk Bapak."
Tapi K'Amir memelukku dan menguatkanku. Mungkin bagi kakak hanya seperti pelukan biasa, tetapi bagiku seperti kekuatan yang diberikan oleh Allah untukku agar aku tetap berdiri tegar.

Aku masih ingat, sejak kejadian itu dia yang paling rajin menelponku.
"Boni dimana dek?"
"Boni, sudah makan dek?"
"Bagaimana kuliahmu dek? Kira-kira bisaji cepat selesai?"

Perbedaan usia yang cukup jauh telah membuat hubungan kami seperti ada tembok diantara kami. Namun, sejak kejadian itu sedikit demi sedikit tembok itu runtuh. Kami menjadi semakin dekat dan akhirnya aku mulai belajar bahwa dialah pengganti peran Bapak saat itu. Semua hal tentang rencana kehidupanku harus dengan izinnya.

Ada yang pernah bertanya kepadaku, "Mengapa aku tak pernah suka menjawab pertanyaan sudah makan?"
Jawabannya sederhana. Aku tidak terbiasa mendapatkan pertanyaan itu selain dari orang-orang terdekatku. Aku lebih sering mendapatkan pertanyaan itu dari kakak. Itulah mengapa kalau ada orang lain yang bertanya,"Sudah makan?" akan kujawab seadanya. Memang kelihatannya agak aneh, tetapi begitulah kebiasaan yang kudapatkan dalam keluargaku. Aku tidak mau membuat diriku merasa nyaman dengan perhatian yang diberikan oleh orang-orang. Aku takut hal itu akan membuatku menjadi pribadi yang manja. Aku selalu ingat pesan Bapak,"Kalau kamu bisa selesaikan sendiri, maka selesaikan sendiri. Kalau mau minta tolong, maka minta sama Allah." Dan itu pula yang diajarkan oleh K'Amir padaku. Saat aku pusing menghadapi dosenku waktu masa-masa tesis, dia memberiku nasehat.
"Dosenmu itu milik Allah. Allah yang menggenggam hatinya. Makanya minta sama Allah."
Yaaa, aku sempat putus asa menghadapi dunia tesis. Namun, K'Amir yang selalu menelponku, "Bagaimana dek? Sudah ada perkembangan?"

Daeng Amir, aku tahu jadwal wisudaku bertepatan dengan jam kerjamu. Bahkan engkau harus ke luar kota. Tetapi engkau mengosongkan waktumu untukku. Saat dihadapan Mama, aku berjanji untuk tidak menangis. Namun, aku tak sanggup menahan air mataku saat memelukmu. Aku bersyukur Allah mengirimkan seorang kakak sepertimu. Aku tak bisa berkata apa-apa. Terlalu banyak yang sudah engkau berikan untukku.

Daeng Amir, sosok pemain tenang. Yaaa, aku menyebutmu seperti itu. Aku selalu terkejut dengan semua renacamu untukku. Aku yang kadang suka kesal sebenarnya apa yang akan engkau rencanakan untukku. Hingga akhirnya semua terjawab dan aku hanya bisa diam terkejut tak pernah menyangka engkau akan memberikan lebih dari yang kuharapkan. Dan hanya Allah yang bisa membalas setiap kebaikanmu.

Daeng Amir, kakakku yang kusayang karena Allah...
Terima kasih untuk semua yang telah engkau berikan untukku...
Maafkan adikmu ini yang kadang butuh waktu untuk memahami caramu menunjukkan kasih sayangmu padaku...
Aku belajar banyak hal darimu...
Belajar menyelesaikan masalah sendiri...
Belajar untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain...
Belajar cara menyenangkan hati orang tua...
Belajar untuk memahami setiap skenario kehidupan...

Daeng Amir yang kusayang karena Allah...
Dimana pun kini engkau berada, semoga Allah menjagamu dan keluarga kecilmu dengan sebaik-baik penjagaan-Nya...
Tahukah engkau impian seorang anak perempuan?
Anak perempuan punya mimpi saat wisuda ada orang tua yang mendampinginya dan kelak dinikahkan oleh Bapaknya...
Impianku yang pertama telah aku lewati...
Meskipun tanpa Bapak, namun kehadiranmu sudah menjadi anugerah terindah dari Allah...
Dan kelak jika Allah mengizinkan aku untuk menyempurnakan setengah dien-ku, aku berharap dirimulah yang berdiri di sampingku...
Engkaulah yang mengambil peran Bapak sebagai waliku...
Mengantarkanku memulai kehidupan baruku...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

#Makassar, 7 Desember 2014
Saat engkau membaca tulisan ini, aku tak tahu apakah aku masih disampingmu atau tidak...
Namun, engkau harus tahu betapa aku mencintaimu karena Allah...
Semoga kelak kita bisa berkumpul di surga-Nya...
Hanya Allah yang bisa membalas setiap kebaikan kakak...
Tetaplah menjadi sosok kakak yang mengayomi...
Dan sosok ayah yang menyenangkan dihadapan isteri dan anak-anakmu...

Amalan Istimewa

Amalan Istimewa

Masih ingat kisah seorang sahabat yang dikabarkan Rasulullah masuk surga karena setiap malam sebelum tidur dia selalu memaafkan kesalahan orang-orang yang berbuat salah kepadanya?

Masih ingat kisahnya Bilal bin Rabbah , dalam sebuah hadist yang diriwayatkan Imam Bukhari, “Rasulullah berkata kepada Bilal, “Ceritakanlah kepadaku amal apa yang amat engkau harapkan dalam Islam, sebab aku mendengar suara kedua sandalmu di surga?” Bilal menjawab; “Tidak ada amal ibadah yang paling kuharapkan selain setiap aku berwudhu baik siang atau malam aku selalu shalat setelahnya sebanyak yang aku suka”

Masih ingat kisah seorang Wanita yang sudah bertahun-tahun dikubur namun jasad dan wajahnya tampak seperti baru dikuburkan. Bahkan dengan senyuman yang sangat berseri di wajahnya. Ketika ditanyakan kepada ibunya, apa yang telah dilakukannya selama hidup di dunia, sehingga mendapatkan kemulian tersebut. Amal istimewa yang selalu dilakukan selama hidupnya adalah tilawah Qur’an setiap habis sholat meskipun hanya sebentar.

Ada juga cerita seorang akhwat, yang terkena bencana Tsunami di Aceh saat sedang mengisi dauroh di sebuah kampus ternama di Aceh. Jasadnya tidak rusak, bahkan pakaiannya masih utuh tanpa ada yang robek. Padahal kebanyakan orang yang meninggal di lokasi yang sama dengannya mengalami luka-luka yang mengerikan. Ibu ini adalah seseorang yang senantiasa menjaga auratnya semenjak berusia baligh sampai dia meninggal dunia.

Masih dari Aceh,saat proses pencarian korban tsunami. Relawan- relawan yang setiap hari tugasnya berhadapan dengan mayat-mayat yang setengah membusuk, hancur dan bau dikarenakan lama terendam di air dan tertimpa reruntuhan bangunan, suatu hari mencium bau yang sangat wangi. Mereka penasaran darimana sumber bau wangi itu diantara bau busuk dari mayat-mayat yang lain.Bau wangi ini terasa sangat istimewa, seakan-akan jadi penghibur bagi mereka yang bertemankan dengan bau-bau yang menusuk hidung. Setelah lama berusaha mencarinya,mereka akhirnya menemukan sumber bau yang istimewa itu,ternyata dari salah seorang korban tsunami.

Tapi mayat ini amat istimewa, selain mengeluarkan bau yang wangi, jasadnya tidak rusak sedikitpun.Bahkan wajahnya dihiasi dengan senyuman kebahagiaan. Karena istimewanya mayat ini,para relawan memutuskan untuk tidak menguburkan jenazahnya di kuburan massal seperti mayat-mayat yang lain. Mereka berusaha mencari identitas korban dengan mengumumkan penemuan jenazah tersebut kepada masyarakat.Ternyata ada anggota keluarga yang mengenali jenazah tersebut dan membawa pulang jenazahnya untuk dikuburkan secara layak. Namun, sebelum anggota keluarga membawa pulang jenazah tersebut, relawan- relawan yang penasaran bertanya, apa yang telah dilakukan oleh jenazah tersebut selama hidup didunia”?. Anggota keluarganya menjelaskan, bahwa jenazah tersebut adalah seorang hafidzah yang istiqomah menjaga hafalannya. Memuraja’ah hafalannya setiap hari.


Belajar dari beberapa cerita diatas,hendaknya kita juga memiliki amalan istimewa yang konsisten kita lakukan setiap harinya. Kemuliaan mereka terlihat dari konsistennya mereka menjaga amalnya. Meskipun terkesan sederhana,tapi tidak banyak orang yang konsisten dan mampu melaksanakannya. Merekalah orang-orang pilihan yang memiliki keunikan dan keunggulan dibandingkan yang lain.

Sesungguhnya surga itu memiliki banyak pintu,dan setiap orang akan memasuki pintu-pintu tersebut sesuai amal terbaiknya atau amal unggulannya selama hidup. Meskipun kita juga memiliki kesempatan memasuki surga melalui semua pintu seperti Abu Bakar As Shiddiq, tapi yang paling penting adalah kita harus mempersiapkan amal terbaik kita dihadapan Allah SWT, untuk selanjutnya kita serahkan kepada Allah untuk menilainya sembari kita memohon kepada Allah agar memasukkan kita kebarisan orang-orang yang mendapatkan kemuliaan JannahNya.

Dalam 24 jam waktu kita, begitu banyak ibadah yang bisa menjadi amalan unggulan kita. Misalnya :
1. Sholat berjamaah tepat pada waktunya,
2. Bersedekah setiap harinya,
3. Berwudhu sebelum tidur/ selalu menjaga wudhu dalam keadaan dan kondisi bagaimanapun ,
4. Berpuasa senin-kamis,
5. Selalu mengucapkan salam saat bertemu dengan saudara seiman, selalu tersenyum dan berwajah ceria saat bertemu orang lain,
6. Tilawah Qur’an setiap habis sholat, menghafal Qur’an walau cuman seayat habis sholat
7. Memakai pakaian terbaik saat sholat,
8. Selalu mengucapkan hamdallah ketika mendapatkan nikmat Allah SWT dan sebagainya.

Allah mencintai amal yang kita lakukan secara konsisten (terus menerus) meskipun sedikit. Maka milikilah amalan istimewa yang hanya dirimu dan Allah saja mengetahuinya. Kerjakanlah secara konsisten walaupun amalan tersebut sederhana, tapi yakinlahi tidak semua orang mampu istiqomah mengerjakannya.

Selamat memiliki amalan istimewa! 

Kamis, 04 Desember 2014

Daeng Ame'...

Bismillah...

Mulai hari ini aku mau menjalankan proyek pribadiku, menulis tentang orang-orang yang kusayangi. Tulisanku selama ini tentang Mama dan Bapak. Tiba-tiba aku pengen menulis tentang enam lelaki yang selalu mengisi hidupku. Semoga suatu hari mereka membacanya.

Tulisan pertamaku ini aku ingin bercerita tentang kakakku yang kedua. Bukan berarti dia yang paling kusayang, tetapi ada kejadian yang baru saja kualami bersamanya. Jadi momentnya lagi pas banget.

Amri Mahmud, kakakku yang kedua. Aku biasa memanggilnya Daeng Ame'. Saat kecil aku tak memiliki waktu yang banyak bersamanya. Saat memoriku sudah bisa merekam dengan baik, dia sudah kuliah ke Makassar. Hal yang paling kuingat adalah ketika aku membutuhkan buku pelajaran yang tak bisa kudapatkan di Sinjai, maka dia yang akan membelikannya untukku. Tak banyak yang bisa kuingat karena jarak usia kami yang cukup jauh dan kami tidak tumbuh bersama melewati masa anak-anakku.

Daeng Ame', orang pertama yang mengizinkanku kuliah ke Jawa. Sejak SMA aku pengen merantau, tetapi selalu terkendala di izin. Bapak tak pernah memberiku izin kuliah ke Jawa kalau gak ada yang menemani. Namun, saat aku dinyatakan lulus di UNJ maka Daeng Ame' yang pertama kali mendukungku. Dia pula yang membantuku membujuk Mama untuk mengizinkanku. Pesannya untuk menjaga diri selama di Jakarta selalu diulang-ulang.

Mungkin benar kata orang-orang bahwa jarak yang akan mengajarkan kita kalau kita sangat menyayangi orang-orang yang kita tinggalkan. Di saat kami dipisahkan oleh jarak, justru kami semakin dekat. Aku yang dulunya lebih memilih menyimpan semua masalah, menjadi lebih terbuka sama dia. Setiap kali menelpon dia selalu menanyakan dua hal, bagaimana kabar kuliahku dan sudah ada calonkah? Hahahaha...
Ahhh kakakku sayang, mengapa engkau tak pernah percaya bahwa adikmu ini tak punya pacar sama sekali. Dia selalu mengira kalau aku punya pacar tetapi tak pernah mau cerita. Hingga akhirnya aku meyakinkan dia bahwa anggapannya selama ini salah dan akhirnya dia percaya juga.

Daeng Ame', kakakku yang sejak dulu ingin sekali melihatku menikah. Sejak kepergian Bapak, Dia selalu memikirkan diriku yang katanya menjadi tanggung jawabnya dia. Aku terharu mendengar penuturannya. Sampai segitunyakah engkau memikirkan diriku. Sementara aku tak pernah memikirkan hal yang satu itu. Aku selalu meyakinkan dia kalau jodoh, rezeki, dan usia itu rahasia Allah. Biarlah Allah yang mengaturnya. Aku selalu mengingat nasehatnya, "Dulu saya menikah dek, belum ada pekerjaanku. Tetapi saya bismillah saja semua untuk ibadah. Alhamdulillah, dua bulan setelah menikah rezeki dari Allah berdatangan. Maka jaga terus keyakinanmu sama Allah. Membangun rumah tangga itu tak mudah. Tak ada orang yang bisa langsung sukses dalam rumah tangga, tapi kalau kamu yakin sama Allah, maka Dia akan memberikanmu kemudahan."
Yaaa, boleh dibilang dirimu yang paling sering memberiku taujih pernikahan. Ckckckck...

Daeng Ame', salah satu orang yang kurang mendukungku saat aku berhijrah. Apalagi saat aku memutuskan melebarkan jilbabku. Aku masih ingat saat engkau bertanya aku masuk aliran apa. Lagi-lagi waktu yang menjawab semuanya. Akhirnya engkau menjadi salah satu orang yang menjagaku bahkan hingga dalam hal-hal yang kecil.

To the point. Kalau ada yang tidak disukainya langsung disampaikan. Tetapi akhir-akhir ini aku merasa dirimu semakin bijak. Engkau mengajakku berdiskusi dan meminta pendapatku dalam segala hal membuatku merasa bahwa engkau sudah melihatku sebagai perempuan dewasa. Bukan lagi adik kecilmu yang harus selalu engkau jaga.

Kakakku sayang...
Hari ini ada kejadian yang menarik buatku. Saat aku sedang membuat slide presentasi, tiba-tiba dia memintaku untuk memijitnya. Dia sangat kelelahan setelah seharian bekerja. Aku pun melakukannya. Aku hanya tersenyum saat memijitnya. Aku sedang berpikir kapan terakhir kali aku melakukan hal ini kepadamu. Seingatku waktu aku masih SMP atau SMA. Dan sekarang tiba-tiba engkau ingin aku melakukannya. Ahhh, kakakku. Tahukah engkau betapa bahagianya diriku. Aku kadang berpikir ingin terus menjadi perempuan kecilmu. Memijitmu sambil mengusiliku. Yaaa, mungkin kamu yang paling usil setelah Daeng Iping. Paling suka menjahiliku hingga membuatku kesal. Hari ini aku seperti menjadi anak kecil yang dulu diminta oleh bapak untuk dipijit.
Kejadian tadi mengingatkanku pada Bapak. Bapak yang dulu selalu memintaku berdiri di betisnya. Saat itu aku belum mengerti betapa lelahnya dia bekerja seharian demi menyekolahkan kita. Dan sekarang aku melihat itu kembali darimu.

Daeng Ame' yang selalu kusayangi karena Allah...
Satu hal yang selalu kuingat adalah saat engkau menemaniku di moment wisudaku. Aku yang tak pernah mau ikut wisuda, tiba-tiba engkau memintaku demi Mama. Engkau berusaha agar aku tak merasakan kehilangan Bapak. Aku tahu kesibukanmu saat itu, tetapi engkau meluangkan waktumu untuk menemaniku.

Daeng Ame' yang kusayang...
Terima kasih untuk semuanya...
Terima kasih selalu ada ketika aku merindukan Bapak...
Terima kasih selalu mendukungku...
Terima kasih sudah jadi teman diskusiku...
Terima kasih telah membantuku melewati masa-masa sulit...
Hanya Allah yang bisa membalas setiap kebaikan dan kasih sayangmu...
Semoga Allah selalu menjaga keluarga kecil kakak...
Aamiin Ya Rabbal 'alamin...

#Makassar, 4 Desember 2014
Kakakku yang selalu kucintai karena Allah...
Jika kelak engkau membaca tulisan ini, aku tak tahu apakah aku masih di sampingmu ataukah aku telah kembali. Satu pintaku, kumohon hadirkan aku terus dalam doa-doamu. Boni mohon maaf untuk kesalahan yang pernah kubuat atau pun yang pernah membuatmu marah.
Boni sayang K'Ame' karena Allah... ^_^

Ridhomu, Ridhonya Allah...

Ketika kebahagiaan itu sudah ada di depan matamu...
Engkau tinggal mengambilnya dengan tanganmu...
Tetapi...
Engkau justru tak mengambilnya...
Hanya karena orang yang paling engkau cintai di muka bumi ini...
Bisa engkau bayangkan perang batin yang terjadi?

Seperti itulah rasanya...
Dua pilihan yang sama-sama tentang kebahagiaan...
Tetapi engkau harus tetap memilih...
Dan aku memilih dirimu...
Kudiamkan egoku yang ingin memberontak...
Terlalu banyak yang tersakiti jika aku membiarkan keinginannya terpenuhi...

Semua ini belum seberapa dibanding apa yang telah diberikannya untukku...
Pengorbanannya untukku jauh lebih besar...
Apa yang kulakukan saat ini belum ada apa-apanya...

Ada yang bertanya,"Sudah ikhlaskah diriku dengan semua ini?"
Sahabatku...
Ikhlas itu urusanku dengan Allah...
Ikhlas itu urusan hatiku dengan Allah...
Jadi aku tak perlu menjawab pertanyaanmu...

Dan di waktu yang bersamaan, Allah mempertemukanku dengan seorang sahabat...
Sahabat yang memperjuangkan kebahagiaannya...
Namun mengorbankan orang yang seharusnya paling dicintainya...
Dialah ibunya...
Dia mengejar kebahagiaannya dan mengorbankan ibunya...
Aku hanya bisa terdiam mendengar ceritanya...
Ya Allah...
Betapa indah caraMu mengajariku...
Mengajariku menerima semua kejadian ini...
Mengajariku untuk selalu mencintai ibuku...

Sahabatku...
Aku hanya punya Ibu...
Manusia keramat yang selalu ada untukku...
Perempuan mulia yang selalu mendoakanku...
Pendengar setia untuk semua ceritaku...
Ridhonya begitu berarti untukku...
Aku selalu yakin bahwa jika Ibuku ridho dengan keinginanku, maka Allah pun ridho...

Ibuku yang selalu kucintai karena Allah...
Bahagiamu, bahagiaku...
Tawamu, tawaku...
Sedihmu, sedihku juga...
Maka izinkan aku membahagiakanmu dihari tuamu...
Melewati hari bersamamu...
Menjadikan semuanya indah...
Dalam naungan cintaNya... ^_^

#Makassar, 4 Desember 2014
Ruang Perenungan
Mamaku sayang, semua yang kulakukan adalah untuk membahagiakanmu. Aku tak mungkin bahagia jika harus mengorbankan kebahagiaanmu. Pengorbanan ini belum seberapa dibanding apa yang telah engkau berikan untukku. Maka berhentilah menyalahkan dirimu. Ini semua adalah pilihan hidupku. Karena saat ini surgaku ada padamu. Aku hanya ingin membuatmu bangga dihadapan Allah. Biarkan saja orang berkomentar. Asalkan engkau percaya padaku, itu sudah cukup bagiku. Sungguh Allah Maha Melihat.
Boni sayang Mama karena Allah...
Selalu dan selamanya... ^_^

Rabu, 03 Desember 2014

Tuhan...

Rasanya aneh. Bukan seperti permen nano-nano, bahkan lebih dari itu. Hingga aku tak bisa menceritakan seperti apa rasanya.

Dulu...
Aku merasakan kesedihan yang sangat dalam ketika empat kali mencoba meraih mimpiku tetapi gagal terus. Namun, aku tak pernah menyesal karena saat itu aku terus mencoba dan terus berusaha. Hingga Allah mewujudkan semuanya di tahun 2012. Allah memintaku bersabar selama enam tahun untuk mewujudkan semuanya...

Sekarang...
Rasanya berbeda. Aku seperti orang yang tak berdaya, tak bisa berbuat apa-apa. Apa yang kuinginkan justru sudah di depan mata, tetapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku hanya bisa menjadi penonton melihat semuanya diambil. Bahkan ketika aku berjuang hingga titik akhir tak ada satu pun yang peduli. Bukan hasilnya yang membuatku sakit, tetapi ketidakberdayaanku melakukan apa-apa. Dan semuanya terjadi di depan mataku. Mungkin sekarang aku sedang belajar keluar dari semua zona nyamanku.

Tuhan...
Apa sebenarnya yang ingin Engkau tunjukkan kepadaku?
Sekarang bolehkah aku meminta satu hal...
Kumohon lapangkan hatiku menerima setiap keputusanmu...
Ajari aku untuk selalu ikhlas menerima ketetapanmu...
Ajari aku untuk bersabar dalam setiap kondisi...
Mungkin hanya masalah waktu...
Maka biarlah waktu yang menjawab semuanya...

Tuhan...
Kumohon bantu aku melewati semuanya...
Karena aku hanya punya Engkau...
Semua ini caraMu untuk menguatkanku...
Karena itu kumohon jangan tinggalkan aku...
Tuntun aku menjemput surgaMu...
Perjumpaan denganMu adalah kekuatanku bertahan hingga saat ini...

#Makassar, 3 Desember 2014
Bukan soal seberapa besar masalahmu, tapi seberapa ikhlas dan sabar dirimu menghadapi semuanya...
Teringat taujih seorang ustadz bahwa ketika seorang hamba tak bisa meraih surga dengan amalnya, maka Allah memberinya sedikit ujian. Semoga ini semua adalah ujian kasih sayang dari Allah.
Sampai kapan pun aku akan tetap membutuhkan matahari dan hujan, agar aku bisa melihat pelangi.
Kapan pelangi itu akan datang?
Biarlah waktu yang menjawab...
Aku hanya bisa menikmati semuanya dengan sabar dan ikhlas... ^_^

Selasa, 02 Desember 2014

Love is The Moment...

Love is the moment...
Love is you...
Mungkin teman-teman pernah mendengar lirik lagu ini. Aku terdiam saat mendengar lirik lagu ini. Aku membayangkan wajah orang-orang yang dikirimkan Allah untuk mencintai dan menyayangiku selama ini.
Wajah Mama...
Mama yang selalu setia menemaniku melewati hari-hariku. Mama yang selalu menyediakan waktunya untukku. Menghadiri moment-moment penting dalam hidupku. Menyediakan pangkuannya untuk tempat berbaringku. Belaian hangatnya setiap kali aku pamit. Pelukannya di setiap kali aku terjatuh dan membantuku bangkit kembali. Mendengarkan semua ceritaku, bahkan yang tidak penting sekali pun. Ahhhh, terlalu banyak moment indah yang kulewati bersamamu. Semua masih tersimpan baik dalam buku kenanganku. Hingga dalam kondisi sakit, engkau masih mau menghadiri acara wisudaku. Padahal aku sudah melarangmu datang dan memintamu beristirahat. Tetapi engkau tetap datang dan berusaha menunjukkan kalau engkau baik-baik saja.

Mama...
Tahukah engkau, saat itu aku ingin menangis. Tetapi aku sudah berjanji tak akan menangis dihadapanmu. Aku ingin selalu mengukir senyum di wajahmu. Aku ingin membalas semua pengorbananmu selama ini. Aku tak mau lagi membuatmu khawatir. Izinkan aku menjagamu...
Izinkan aku menemanimu melewati hari-hari tuamu...
Hingga kejadian kemarin, aku belajar untuk mengorbankan semua keegoisanku...
Semua semata-mata hanya untukmu...
Aku tak tahu apakah esok Allah akan memberiku kesempatan untuk membahagiakanmu...
Karena itu tenanglah di masa tuamu...
Aku tak akan melangkah sedikit pun tanpa keridhaanmu...
Bukankah ridhomu adalah ridhonya Allah juga?
Biarkan Allah yang mengatur hidupku...
Dia lebih tahu yang terbaik untuk anakmu ini...
Aku hanya meminta satu hal, kumohon jangan berhenti mendoakanku...
Hanya engkau yang kupunya di dunia ini...
Engkaulah satu-satunya alasanku bertahan hingga sekarang...
Boni sayang Mama karena Allah...
Selalu dan selamanya...
Karena Mama dan Bapak adalah cinta pertamaku...

Wajah Bapak...
Menggandeng tangan kecilku untuk sholat berjamaah di masjid. Mengantarkanku ke sekolah. Menemaniku ke dokter dikala sakit. Memboncengku membeli hadiah atas prestasiku demi menepati janjinya pada putri kecilnya. Lengannya sebagai bantalku sambil mendengarkan kisah-kisah nabi pengantar tidurku. Menemaniku melewati hari-hariku selama kuliah. Tangan hangatnya di setiap kali aku pamit. Hingga pelukan terakhirku sebelum dia tak sadarkan diri dan meninggalkanku selamanya.

Bapak...
Sejak SMA aku punya mimpi. Kelak saat wisuda aku bisa membuatmu bangga di hadapan banyak orang. Kita bisa foto bersama seperti moment wisuda kakak-kakak. Ternyata semua hanya mimpi. Yang ada hanya aku dan Mama. Bisakah engkau bayangkan kerinduanku padamu saat itu. Aku sudah memberimu apa yang engkau inginkan dikala hidupmu. Semua pencapaian itu pada akhirnya tak ada artinya ketika aku melihat Mama menangis merindukanmu. Yaaa, aku belajar lebih tegar tanpamu. Dan sekarang aku semakin merindukan moment-moment kebersamaan kita. Ada satu rindu yang tak bisa kuungkapkan. Hanya ingin memeluk engkau secara fisik. Seperti itulah kerinduanku padamu. Semoga Allah memberimu tempat terbaik di sisi-Nya. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Wajah kakak-kakakku...
Kakak yang menjagaku saat ada teman di sekolah yang usil menggangguku. Kakak yang sengaja mengusiliku karena senang menjahili adiknya. Sungguh aku merindukan masa-masa kecilku bersamamu. Mengantarku kemana pun saat harus kerja kelompok ke rumah teman. Menelponku ketika jam sudah menunjukkan pukul 18.00 dan aku belum di rumah. Memelukku ketika Bapak pergi untuk selama-lamanya. Membantuku bangkit ketika terpuruk.
Banyak yang suka bertanya kepadaku, "Bagaimana rasanya punya kakak cowok semua?"
Dulunya aku merasa kalian sangat over protective. Hingga aku belajar bahwa semua itu untuk menjagaku. Semua itu adalah bentuk kasih sayang kalian untukku. Hingga ketika aku memutuskan kuliah ke Jawa, begitu banyak nasehat yang kudapat. Dan aku merindukan telpon-telpon kalian saat aku belum di rumah. Namun, aku harus belajar menjaga kepercayaan yang kalian berikan padaku. Hingga akhirnya peristiwa yang baru saja kualami memberikanku sebuah pelajaran berharga. Betapa besar kasih sayang dan perhatian kalian untukku. Meski dengan cara yang berbeda-beda, tetapi begitulah cara kalian menunjukkan rasa sayang untukku. Terima kasih untuk semuanya. Boni sayang kakak karena Allah. Aku bersyukur karena Allah menghadirkan kalian dalam hidupku untuk menjagaku. Bahkan ketika Bapak meninggal, satu-persatu kakak hadir agar aku tak merasa kehilangan sosok seorang Bapak. Semoga Allah selalu menjaga kakak dan keluarga. Maafkan adikmu ini jika belum bisa menjadi adik yang baik. Boni bahagia memiliki kalian. Berharap kelak bisa berkumpul di surga-Nya. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Wajah guru-guruku...
Orang-orang yang telah banyak mengajariku hingga aku bisa berdiri di titik ini. Guru kehidupanku, semua murobbi yang pernah hadir dalam hidupku, teman-teman dalam lingkaran kecilku, orang-orang yang telah menyesatkanku dalam kebaikan, hingga siswa-siswaku yang telah mengajariku banyak hal. Orang-orang yang pernah dikirimkan Allah dalam kehidupanku untuk mengajariku akan kehidupan. Terima kasih untuk semuanya. Aku teringat taujih dari seorang ustadzah bahwa salah satu cara untuk membuat ilmu bisa bertahan lama adalah dengan mendoakan guru-guru dalam hidupmu. Semoga Allah membalas setiap kebaikan mereka dan mencatatnya sebagai amal jariyah. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

Wajah-wajah dalam lingkaran kecilku...
Awalnya kita tak saling mengenal. Hingga waktu mengajari kita tentang ukhuwah. Dimana pun sekarang kalian berada, semoga Allah menjaga kalian dengan sebaik-baik penjagaan-Nya. Masihkah kalian ingat semua mimpi-mimpi kita? Mimpi yang kita bangun di masjid tempat kita biasa melingkar. Saat pertama kali kembali ke Makassar, aku langsung teringat dengan kalian. Kalian yang kutinggalkan karena harus kembali ke kampung halamanku dan kalian yang meninggalkanku demi sebuah cita-cita mulia. Semoga mimpi kita berkumpul di jannah-Nya masih selalu terjaga, aamiin ya Rabbal 'alamin.

Ya Allah...
Terima kasih untuk semuanya...
Semua yang engkau berikan untukku mengajariku untuk lebih banyak bersyukur...
Kumohon hadirkan terus rasa syukur itu dalam hatiku...
Ajari hamba untuk selalu mensyukuri setiap nikmat yang Engkau berikan untukku...
Nikmat yang kuminta, bahkan yang tak pernah aku minta sekali pun...

Ya Allah...
Sungguh nikmat terbesar yang Engkau berikan selama inj adalah hidayah yang engkau berikan untukku...
Nikmat terindah dalam hidupku...
Bisa dibilang peristiwa itu adalah moment terindah dalam hidupku...
Engkau menyapaku lewat cinta-Mu. Hingga akhirnya aku memutuskan berhijrah dan memulai kehidupan baruku. Saat itu aku seperti baru memeluk agama Islam.
Belajar dari nol lagi...
Belajar untuk mengenali-Mu...
Belajar untuk mencintai-Mu...
Belajar menghadapi orang-orang yang menentang pilihanku...
Saat itu aku hanya punya Engkau...
Maka benarlah kata orang-orang bahwa menjaga hidayah itu jauh lebih sulit dibanding ketika kita menjemput hidayah itu...
Aku teringat kisah Rasulullah saw yang mendoakan orang-orang yang melempari Beliau karena menentang ajarannya...
Kisah itulah yang menguatkanku...
Dan sekarang aku bisa merasakannya...
Orang-orang yang dulu menentang pilihanku, sekarang menjadi orang-orang yang menjagaku...
Bahkan sampai hal-hal yang kecil...
Satu persatu mereka pun mulai tersentuh oleh cinta-Mu...
Saat melihat dan merasakan semua perubahan itu, lagi-lagi aku belajar bahwa Engkaulah Sang Pemilik Hati...
Karena itu kumohon jaga hatiku...
Jaga hatiku untuk selalu mencintaiMu di atas segalanya...
Jaga hatiku untuk selalu menyebut namaMu...
Jaga hatiku hingga datang seseorang yang benar-benar Engkau kirimkan untuk menemaniku menjemput surgaMu...
Letakkan dunia ini ditanganku dan cukup Engkau yang bertahta dalam hatiku...

Love is the moment...
Ya, setiap kejadian yang Engkau hadirkan dalam hidupku adalah bentuk kasih sayangMu untukku...
Ajari aku untuk terus mensyukuri setiap kejadian...
Ajari aku untuk terus bersabar dalam setiap kondisi...
Ajari aku untuk menjemput khusnul khatimah...
Karena tiada yang paling kukhawatirkan selain akhir kehidupanku...
Tiada yang paling kurindukan selain perjumpaan denganMu...
Moment yang paling dirindukan oleh orang-orang yang merindukanMu...
Wallahu a'lam bi shawab...

#Makassar, 2 Desember 2014
Ruang Perenungan berbalut kerinduan...
Kerinduan pada Sang Pencinta...

Azizah Ondeng...

Hari ini lagi free gan. Gak ada jadwal buat ngajar. Jadi aku bisa menghabiskan waktu di rumah. Tapi kali ini ditemani sama bocah cerewet dan ndut, hehehehe.

Aku ditemani sama keponakanku Azizah. Usianya sudah mau 4 tahun. Bentar lagi dia masuk TK. Kalau ditanya, "Nanti gurunya siapa nak?"
Jawabannya, "Bunda Nita!"
Dia pikir aku masih ngajar di sekolah tempat dia akan belajar nanti. Makanya kalau ditanya gitu jawabannya selalu sama.

Aku ingin bercerita tentang keponakanku yang satu ini. Boleh dibilang aku paling dekat sama dia. Aku melihat perjuangan ibunya saat dia mau dilahirkan. Melihat ekspresi bahagia Bapak dan Ibunya saat mendengar suara tangisannya. Melihat kebahagiaan ibuku karena cucunya bertambah lagi. Dan pastinya aku melihat betapa gendutnya dia saat lahir, hahahaha.

Saat aku masih ngajar di sekolah, dia selalu memanggilku Bunda Nita. Karena menurutnya, kelak aku yang akan menjadi gurunya. Ditambah lagi keponakanku yang lain ada yang manggil dengan panggilan gitu, akhirnya dia juga ikut-ikutan.

Kalau ngobrol dengan aku, dia suka meniru cara berbicara film kartun ipin upin.
"Bunda Nita mau kemane?"
Yaaa, kurang lebih seperti itulah cara dia berbicara dengan aku. Aku gak bisa mengekspresikannya lewat tulisan gan...  ^○^

Kami punya banyak kesamaan.
Sama-sama suka coklat...
Sama-sama suka ngemil...
Sama-sama suka foto-foto...
Kalau kata emaknya nih ya, katanya semua itu aku yang ngajarin. Apalagi hobinya berfoto-foto, turunan dari tantenya, hahahaha...
Kalau teman-teman buka HP dan tabletku, maka foto dialah yang memenuhi memori hp dan tab-ku.

Sekarang dia tambah cerewet. Setiap kali bersama dia, pasti langsung menyita hp atau pun tabletku. Langsung buka camera 360, jepret dahhhh. Yahhh, boleh dibilang hobinya selfie. Mirip-miriplah sama tantenya, hahahaha... ^_^

Saking miripnya, bocah ini pernah dikira anak aku. Setiap kali jalan berdua sama dia, pertanyaan orang-orang hampir sama. Atau paling sering kalau mau beli susu atau popok buat dia, "Berapa usia anaknya Bu?"
OMG...
Pernah aku menjelaskan kalau dia itu ponakan. Banyak yang gak percaya. Soalnya pipi kita sama-sama tembem. Yahhh, nikmati ajalah. Hitung-hitung belajar jadi emak-emak... ^_^

Teruntuk anakku Azizah Amira Mahmud...
Aku lupa engkau keponakanku yang keberapa...
Tetapi aku ingin berterima kasih kepadamu...
Tanpa kamu sadari, engkau sudah menjadi guruku selama ini...
Sejak kamu lahir, aku banyak belajar darimu...
Setiap pertumbuhan dan perkembanganmu adalah pelajaran buatku...
Maka maafkanlah tantemu ini yang selalu bercerita tentang dirimu disaat sedang mengajar...
Setiap perkembangan dirimu menjadi bahan presentasiku di kelas...
Kamu jugalah yang menjadi salah satu alasanku untuk terus belajar, belajar, dan belajar...
Kelak jika engkau membaca tulisanku ini, kuharap engkau tak marah...
Satu hal yang perlu engkau tahu...
Bunda mencintaimu karena Allah...
Semoga Allah memberiku kesempatan melihatmu menjadi orang sukses dan bermanfaat untuk orang-orang di sekitarmu....
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

#Makassar, 2 Desember 2014
Lagi gak ada kerjaan waktu jagain Bocah ini, makanya nge-blog aja sambil jagain dia yang sedang tidur.

Senin, 01 Desember 2014

Daftar Pertanyaan

Kemarin diberi kesempatan untuk pulang ke Sinjai karena salah satu keluarga ada yang meninggal. Yahhh, seperti biasa semua keluarga pasti pada ngumpul. Kalau gak salah ini pertama kalinya aku bertemu dengan keluarga besar setelah balik dari Jakarta. Bisa teman-teman bayangkan apa yang kuhadapi kan?

Kalau sebelum-sebelumnya, mereka pada nanya tentang kabar kuliahku. Sudah selesai belum? Kapan target selesai nak?

Waktu itu rasanya gimaaaaanaaaaaa gitu kalau ditanyain tentang kuliah. Aku cuma pengen bilang kalau aku juga pengen selesai secepatnya tapi doain ajalah tante, om biar kuliahnya cepat kelar.

Alhamdulillah setelah berhasil menyelesaikan kuliah, pertanyaan itu ternyata belum berhenti.
"Sekarang kamu kerja dimana nak?"
"Sekarang kamu tugas dimana nak?"
"Sudah langsung PNS itu nak?"

OMG...
Aku pikir semuanya sudah selesai setelah aku menyelesaikan kuliahku. Ternyata list pertanyaannya tambah banyak. Hingga ada beberapa orang yang menertawakanku ketika aku bercerita tentang cita-citaku, "Suatu hari aku pengen punya sekolah Paud atau TK di Sinjai. Aku ingin mengelola satu paud islami."

Katanya, "Jauh-jauh sekolah hanya untuk urusi sekolah anak kecil."
Ada juga yang berkomentar,"Ruginya itu sekolahmu nak."
"Sekolah tinggi-tinggi hanya belajar tentang anak kecil?"
Dan masih banyak lagi komentar yang kudapatkan.

Ya Allah...
Hanya bisa tersenyum mendengar komentar mereka. Andai mereka tahu betapa nikmatnya menjadi seorang pendidik. Betapa bahagianya melihat anak-anak yang tadinya tidak bisa menjadi bisa dan semua berkat dirimu sebagai gurunya.

Aku sekolah, menuntut ilmu jauh-jauh, belajar tiap hari, semuanya untuk keluargaku. Keluargaku yang sekarang dan keluargaku kelak. Butuh waktu yang lama untuk berproses hingga aku menyadari peranku sebagai seorang perempuan. Tetapi lagi-lagi itu hak mereka untuk berkomentar. Mengomentari cita-citaku yang katanya "aneh". Aku justru berterima kasih. Aku berharap Allah membantuku mewujudkan satu mimpiku ini. Aamiin ya Rabbal 'alamin.

List pertanyaannya ternyata tak berhenti sampai disitu.
"Sudah ada calon nak?"
"Kapan kamu menikah?"

OMG...
Pertanyaan itu lagi...
Tak adakah pertanyaan lain?
Toh kita baru bertemu lagi. Menanyakan kabar pun tidak. Ahhh sudahlah, membahas topik ini ngga akan ada habisnya.
Setiap kali mendengar pertanyaan itu, jawabanku masih tetap sama.
"Calonnya sudah ada, tapi masih dijaga baik-baik oleh Allah. Belum datang-datang juga nih. Mungkin belum waktunya, doakan saja selalu yang terbaik."

Klise banget ya...
Trus mau jawaban seperti apa?
Ahhh sudahlah...
Tak perlu engkau pusing dengan semua prinsipku selama ini. Toh aku yang menjalani semuanya.

Aku teringat dengan pesan kakakku,"Kemana pun engkau pergi, jodoh akan menemukan jalannya. Dia akan sampai pada muaranya. Bagaimana caranya? Biarlah itu menjadi urusan Allah. Tugasmu hanyalah terus belajar memperbaiki diri, menyiapkan dirimu, hingga Allah benar-benar mempercayaimu bahwa semua sudah waktunya. Yakinlah bahwa janji Allah itu pasti."

So...
Jalani hidupmu dengan terus melakukan kebaikan. Menyibukkan diri dalam kebaikan. Tak perlu pusing memikirkan sesuatu yang bukan menjadi urusanmu. Usia, rezeki, dan jodoh semua adalah urusan serta rahasia Allah.

Urusan orang dewasa benar-benar ribet juga ya...
Tapi aku berterima kasih untuk orang-orang yang selalu bertanya kepadaku. Betapa besar perhatian mereka kepadaku. Semua itu adalah bentuk kasih sayang Allah untukku.
Love you all... ^_^

#Makassar, 1 Desember 2014
Edisi Home Alone, ditinggal Mama ke Sinjai...
"Karena semua akan menemukan muaranya..."

Kamis, 27 November 2014

Kemana Aku Menghilang?

Hari ini aku bertemu dengan salah satu temanku waktu kuliah di psikologi. Saling menanyakan kabar dan melepas rindu. Ada hal yang menarik ketika dia berkata, "Kamu kemana saja Boni? Kenapa menghilang dari peredaran. Saya cari-cariki di FB tidak pernah meki juga saya lihat muncul-muncul."

Aku tersenyum mendengar penuturan temanku. Ahhh kawan, kamu bukan orang pertama yang menyampaikan hal tersebut. Aku bukan menghilang, hanya mencoba membuat ruang privasi untuk diriku.

Semuanya berawal ketika aku memasuki masa-masa tesis. Waktu untuk OL sepertinya lebih banyak dibanding membaca referensi yang kubutuhkan untuk tesisku. Selain itu, OL membuatku terpancing untuk mengeluh di sosmed. Membaca postingan teman-teman yang sebagian besar berisi keluhan, terus terang sangat mempengaruhi kondisi psikisku. Apalagi saat itu aku lagi berjuang menyelesaikan kuliah tepat waktu. Yaaahhh, nasib anak beasiswa. Aku gak mau merepotkan mama dan kakak bayarin uang kuliahku. Aku harus bisa menyelesaikan semuanya tepat waktu.

Finally, aku perlahan-lahan mengurangi intensitasku bermain sosmed dengan menon-aktifkan akun facebook-ku. Tak terasa sudah sudah hampir dua tahun aku gak pernah lagi bermain FB. Setelah FB, aku mulai belajar meninggalkan twitter dan mengurangi intensitasku bermain media sosial yang lain, seperti line dan path.

Di antara semua sosmed yang ada, aku paling ngga bisa ninggalin blog. Secara ini salah satu caraku untuk menjaga kebiasaan menulisku. Meskipun aku menyadari kalau isi tulisanku gak sebagus teman-teman yang lain. Tetapi aku hanya ingin terus belajar mengasah kemampuan menulisku. Semoga suatu saat bisa menulis sebuah novel, Aamiin ya Rabbal 'alamin.

So...
Aku sebenarnya gak menghilang teman-teman. Aku masih di bumi Indonesia atau lebih tepatnya di Makassar, hehehehe. Menikmati aktivitas di dunia nyata... ^_^

#Makassar, 27 November 2014
Tulisan ini hanya ingin menjawab pertanyaan teman-temanku, "Kemana aku menghilang?"

Q

Minggu, 23 November 2014

Hujan...

Aku duduk sendiri...
Menatap langit yang masih saja menangis...
Udara dingin pun semakin menusuk hingga ke tulang-tulangku...

Meratapi hujan yang tiada henti hanya akan membuang-buang waktuku...
Bukankah hujan itu adalah berkah?
Hingga kubiarkan kedua tanganku memainkan air hujan yang turun di hadapanku...

Kalau kemarin hanya ada hujan gerimis...
Aku masih punya sedikit keberanian untuk melewatinya...
Aku percaya di depan sana mungkin sudah tak hujan...
Atau malah hujannya justru semakin deras...
Aku tak akan pernah tahu apa yang sedang terjadi di depan sana jika aku tak melewati hujan gerimis kemarin...

Hari ini bukan hujan gerimis...
Hujannya lebih deras, bahkan sangat deras...
Aku masih saja duduk menikmatinya...
Karena aku lebih menyukai hujan deras ini...
Kehadirannya tak perlu membuatku ragu,
Apakah aku harus duduk diam menunggu dia berhenti?
Atau memilih tetap berjalan melanjutkan perjalanan?

Dan akhirnya aku mencoba untuk melewati hujan deras ini...
Keberanianku pun harus lebih besar dari kemarin...
Meskipun rasanya lebih sakit saat tumpahan air dari langit ini mengenai tubuhku...
Tetapi aku harus tetap berjalan...
Berjalan penuh harapan...
Aku tak akan pernah tahu apa yang akan terjadi jika aku tak melewatinya...
Dan harapanku masih tetap sama dengan hari kemarin...
Semoga di depan sana...
Aku bisa melihat pelangi...

#Makassar, 23 November 2014
Ruang perenungan

Sabtu, 22 November 2014

Karena Hidup Adalah Pilihan...

Hidup adalah pilihan. Entah sudah berapa kali saya mendengar kalimat itu dari orang-orang terdekatku. Orang-orang yang begitu peduli dengan kehidupanku. Kehidupan yang sekarang atau pun nanti.

Terkadang kita dihadapkan pada beberapa pilihan yang membuat kita bingung sendiri. Memilih A, tentunya banyak konsekuensi yang akan kita hadapi. Pun begitu ketika memilih pilihan B. Konsekuensinya pun tetap ada. Apapun pilihan hidup yang kita pilih, pastinya akan ada konsekuensi yang harus kita hadapi.

Begitulah pilihan hidup yang kujalani saat ini. Tentunya saya sudah memikirkan banyak hal sebelumnya, hingga aku memilih beberapa pilihan hidup yang pernah ada dihadapanku.

Salah satu sahabatku pernah memintaku melakukan sesuatu hal yang diluar dugaanku. Dia memintaku untuk mengecilkan jilbab yang kupakai. Dia mengutarakan beberapa alasannya hingga dia berani menyampaikan hal tersebut.

Aku hanya bisa terdiam dan menanggapinya dengan senyuman saat dia menyampaikan semua itu. Kamu bukan orang pertama yang mengatakan hal itu kawan. Sudah ada beberapa orang yang memintaku untuk melakukan hal tersebut. Dan aku hanya bisa menarik nafas panjang mendengarkan komentar-komentar mereka.

Sahabatku...
Andai engkau tahu perjuanganku hingga aku bisa seperti ini. Aku tak ingin menceritakannya lewat tulisan ini. Bukan hal yang mudah ketika akhirnya aku memutuskan untuk berjilbab seperti yang diwajibkan oleh Allah dalam Al Qur'an. Menghadapi orang-orang yang menentang keputusanku dan memintaku berpikir kembali. Mereka takut jika aku masuk aliran sesat yang saat itu sering dibahas di TV-TV. Saat itu hanya berteman dengan sujud-sujud panjang dalam shalat. Memohon kekuatan dan meminta agar Allah menetapkan hati ini di jalan-Nya.

Sahabatku...
Aku berjilbab semata-mata untuk menjalankan perintah Allah. Pun begitu dengan pilihan hidupku yang lain, semuanya karena Allah. Termasuk ketika aku memilih untuk tidak pacaran. Semuanya semata-mata karena Allah. Ada yang pernah bertanya, "Bagaimana caranya kamu akan memilih calonmu kelak kalau kamu tidak pacaran? Sekarang itu harus pacaran dulu kalau mau menikah!"

Lagi-lagi ini masalah pilihan. Aku berusaha memilih jalan yang disukai oleh Tuhanku. Aku memilih jalan yang diridhoi-Nya. Jika kelak waktunya tiba, biarlah Allah yang mengatur proses pertemuannya seperti apa. Aku banyak belajar dari orang-orang terdekatku tentang bagaimana mereka melewati proses ta'arufnya. Masya Allah, Dari merekalah aku belajar akan kekuasaan Allah.

Ada beberapa sahabat terdekatku yang menganggap diriku terlalu berlebihan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa aku ini terlalu ekstrim. Ada juga yang menyesalkan pilihan hidupku yang satu ini.

Buat orang-orang terdekatku, terima kasih untuk semua perhatiannya. Perhatian kalian adalah bentuk kasih sayang kalian kepadaku.
Tetapi maaf...
Aku tak bisa melakukan seperti permintaan kalian...
Bukan hal yang mudah bagiku untuk bertahan dalam prinsip yang bagi sebagian besar orang terlalu ekstrim. Tetapi itulah yang diajarkan oleh Bapakku sejak aku kecil. Bapaklah yang mengajariku bagaimana perempuan harus menjaga diri dari lawan jenis. Hingga akhirnya aku belajar memahami bahwa dalam sebuah pernikahan, bukan hanya persoalan menikah atau tidak. Tetapi bagaimana kita melewati proses menuju pernikahan, apakah dengan cara yang diridhoi oleh Allah atau tidak?

Keridhoan Allah...
Itulah yang kucari di muka bumi ini. Bagaimana mungkin aku bisa mendapatkan keridhoannya sementara aku melakukan hal-hal yang tidak disukai oleh Allah dan salah satu contohnya adalah pacaran?

Ya...
Bagi sebagian besar orang, prinsip ini dianggap terlalu keras. Bagiku bukan keras, tetapi tegas terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Allah. Bagaimana mungkin aku melanggar sesuatu yang jelas-jelas sudah diatur semua dalam Islam? Bukankah ada proses ta'aruf yang bisa engkau lewati untuk bisa mengenal calonmu. Betapa banyak sahabatku yang menanti dalam ketidakpastian dan menyiksa diri mereka sendiri. Dan lagi-lagi perempuan yang selalu menjadi korban. Mungkin nanti aku akan berbagi tentang hal ini di tulisanku yang lain.

Melalui tulisan sederhana ini, aku ingin berterima kasih kepada orang-orang yang peduli denganku. Teruslah memberiku nasehat dan teguran dikala khilaf. Dan kumohon berhentilah memintaku melakukan hal-hal yang bisa melanggar prinsip yang kupegang selama ini. Aku tak pernah menyesal memilih jalan yang kupilih saat ini. Bukankah aku memilihnya karena Allah? Dan satu hal yang kuyakini bahwa janji Allah itu pasti.

Wallahu a'lam bi shawab...

#Makassar, 22 November 2014
Ruang Perenungan
"Jodoh itu bukan seberapa lama engkau mengenalnya, tetapi seberapa yakin engkau kepadaNya."

Jumat, 21 November 2014

Surat untuk Bapak... (Bagian Kedua)

Bapak...
Bagaimana kabarmu disana?
Baik-baik saja kan?
Yaaa, aku berharap Allah memberimu tempat terbaik disana...
Aamiin ya Rabbal 'alamin...

Bapak...
Banyak yang ingin kuceritakan padamu. Bahkan aku bingung harus memulai dari mana. Tapi biarkan jari-jari ini menuliskan apa yang kualami dan kurasakan saat ini.

Bapak...
Sudah dua bulan aku kembali dari perantauan. Sesuatu yang dulu tak pernah engkau izinkan telah kuselesaikan. Aku semakin mengerti mengapa engkau tak pernah mengizinkanku sekolah di luar. Aku semakin mengerti mengapa engkau sangat menjagaku bahkan rela meninggalkan Sinjai hanya untuk menemaniku. Kelak jika aku punya anak perempuan, mungkin aku pun akan melakukan hal yang sama denganmu.

Bapak...
Dua bulan sudah aku menjalani aktivitasku yang baru sebagai dosen di kampus tempatku kuliah kemarin. Bukan hal yang mudah untuk bisa masuk disana. Bahkan aku sempat ingin menyerah dan berniat mengajar di kampus lain. Tetapi semangat yang selalu diberikan Mama dan kakak-kakak membuatku bertahan untuk memperjuangkannya.

Bapak...
Tahukah engkau sekarang Mama begitu bahagia melihatku sudah bisa mewujudkan semua yang pernah engkau pinta dariku. Aku bisa merasakannya dari sorotan matanya dan belaian lembut tangannya di setiap kali aku pamit ke kampus. Ya, aku pun bahagia bisa kembali bersama Mama setelah dua tahun jadi anak kost. Engkau pasti tahu kan dulu anakmu ini ngotot ngekost dekat kampus. Tapi tak ada satu pun mengizinkan hingga engkau rela menemaniku di Makassar. Meskipun hanya dua tahun tetapi semua begitu berharga untukku.

Bapak...
Engkau pasti tahu kalau dulunya aku tak pernah mau kembali ke Sinjai. Aku merasa tak bisa mengembangkan kemampuanku disana. Sekarang semuanya berubah. Dua tahun merantau membuatku sadar kalau aku harus kembali ke kota kecil tempatku dilahirkan. Kalau semua berpikir tak mau bertahan disana, lalu siapa yang akan mengembangkan daerah kita?

Bapak...
Kelak aku ingin pulang ke kampung halaman kita. Aku ingin meminta izinmu membangun sebuah sekolah kecil di samping rumah kita. Aku ingin menghabiskan waktuku disana mendidik anak-anak untuk mencintai Allah dan Rasul-Nya seperti yang pernah engkau ajarkan kepadaku. Aku berharap semoga mimpiku ini bisa terwujud. Bukankah ini akan menjadi amal jariyah kita? Semoga saja, Aamiin Ya Rabbal 'alamin.

Bapak...
Mama pun sudah mengizinkanku untuk mewujudkan mimpiku itu. Meskipun awalnya Mama kurang menyetujui. Mama lebih menyukai aktivitasku sebagai dosen agar aku bisa punya banyak waktu dengan keluarga. Tetapi bukankah sekolah itu kelak ada di rumah kita juga. Jadi waktuku pun semuanya untuk Mama dan keluarga.

Bapak...
Akhir-akhir ini aku selalu merindukanmu. Kemarin aku ke Bone mengunjungi cucumu Ubay. Oh iya, engkau sudah tak ada ketika dia lahir. Sekarang dia sudah berusia 3 tahun. Dia mirip sekali sama K'Iping, apalagi matanya. Aku yakin engkau akan tertawa melihat tingkah lakunya yang lucu. Dia memanggilku Ita karena belum lancar bicara. Ada kejadian yang membuatku teringat padamu. Saat aku menemani K'Erna ke tempat kerjanya, aku melihat seorang Bapak yang menemani anaknya ke dokter. Anak perempuan itu duduk di samping ayahnya dan memegang tangannya. Aku kembali teringat padamu. Dirimu yang selalu menemaniku ke dokter, bahkan menjemputku di sekolah hanya untuk menemaniku cabut gigi. Menenangkanku saat jarum suntik itu sudah di depan mataku.

Bapak...
Ada yang bertanya padaku,"apalagi yang kucari di dunia ini?"
Aku tersenyum dan terdiam mendengarkan pertanyaan itu. Lewat pertanyaan itu, sepertinya Allah kembali bertanya padaku, "apa yang kucari di dunia ini?"

Bapak...
Seperti yang selalu engkau ajarkan padaku bahwa hidup adalah mencari ridho Allah. Ya, tak ada lagi yang kucari selain mencari keridhoan Allah. Dan di sisa-sisa umurku ini aku ingin membahagiakan Mama. Aku ingin selalu ada untuknya, membuatnya tersenyum, dan membahagiakannya di masa tuanya. Kadang aku menangis jika mengingat kalau aku belum sempat membahagiakanmu. Tetapi aku kembali menyadari bahwa membahagiakanmu, membalas setiap kebaikanmu, tidak selalu harus dengan materi. Menjadi anak yang sholehah, mendoakanmu, dan menjadi manusia yang bermanfaat adalah bagian dari caraku untuk membalas setiap kebaikanmu. Semoga dengan semua ini aku bisa membuatmu bangga dihadapan Allah kelak di akhirat nanti. Aamiin Ya Rabbal 'alamin.

Bapak...
Sampai disini dulu ceritaku hari ini. Aku harus kembali melanjutkan aktivitasku. Berharap engkau bisa melihatnya disana. Dan juga bisa merasakan betapa aku mencintaimu dan merindukanmu.

Boni sayang Mama dan Bapak karena Allah...
Selalu...
Dan selamanya... ^_^

#Makassar, 21 November 2014
Ruang Kerinduan

Rabu, 19 November 2014

Duhai Pagi

Duhai pagi...
Aku selalu menyukai kehadiranmu...
Karena aku yakin akan ada harapan baru di sana...

Duhai pagi...
Aku tak pernah tahu apa yang akan kuhadapi hari ini...
Aku tak pernah tahu dengan siapa aku akan bertemu hari ini...
Tetapi semua pilihan yang akan kujalani sudah engkau suguhkan dihadapanku...

Duhai pagi...
Saat engkau datang membawa semua pilihan itu...
Dan aku memilih menikmati pagimu...
Bersama dengan sebuah senyuman penuh harapan...
Bukankah itu juga pilihan hidup?

Duhai pagi...
Aku tak pernah tahu apa yang akan terjadi saat aku memilih bertahan...
Memilih untuk melewati hari-hariku dengan segudang harapan dan mimpiku...
Berharap semuanya sesuai dengan apa yang ada di langit sana...
Semoga...

#Makassar, 19 November 2014
Rumah perenungan

Rabu, 29 Oktober 2014

Jika Isterimu Seorang Bunda Paud...

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Aku ingin memohon restumu. Kumohon berikan aku waktu untuk mewujudkan satu mimpiku yang belum sempat kuraih. Sejak aku jatuh cinta pada dunia anak-anak, aku bermimpi ingin membuat sekolah Paud atau pun TK di tempat yang kita sepakati bersama. Mungkin waktu kita akan banyak dihabiskan untuk membahas sekolahku. Lebih tepatnya sekolah kita bersama karena aku akan meminta izinmu terlebih dahulu untuk mewujudkannya.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Maafkan aku jika rumah kita agak sedikit ribut oleh suara anak-anak. Karena aku ingin membangun sekolah itu di samping rumah impian kita. Agar aku tetap bisa menjalankan tugasku sebagai seorang isteri. Aku pun tetap bisa menjalankan tugasku sebagai seorang ibu bagi anak-anak kita.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Maafkan aku jika sebagian waktuku akan kuhabiskan untuk mengembangkan sekolah kita. Toh semua ini kulakukan untuk kita. Kelak, aku ingin mencetak generasi-generasi Rabbani yang sholeh dan sholehah. Aku berharap semoga ilmu yang kuajarkan kepada mereka kelak akan bermanfaat dikala dewasa. Bukankah semua itu akan menjadi amal jariyah kita? Tentu saja amal jariyah ini untukmu juga karena aku tak akan melakukan semua ini tanpa izin dan ridho darimu.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Maafkan aku jika waktuku banyak kuhabiskan dengan buku-buku parenting. Aku hanya ingin menambah pengetahuanku tentang cara mendidik siswaku menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Dan tentu saja semua itu pertama kali akan kuterapkan pada anak-anak kita. Jadi kumohon, semoga engkau tak keberatan jika anak-anak kita menjadi "anak-anak eksperimen". Sebelum kuajarkan ke anak ideologisku, maka semua ilmuku akan kuberikan kepada anak-anak kita. Toh aku jauh-jauh menuntut ilmu, semuanya untuk anak-anak kita kelak.

Jika kelak engkau menemukanku sebagai isterimu...
Semoga engkau tak kaget jika sewaktu-waktu engkau menemukanku bersikap seperti anak kecil. Semua itu hanya bagian dari dunia yang kucintai selama ini. Kadang aku harus menjadi seperti mereka agar aku bisa memahami dunianya. Kadang aku harus berperilaku seperti anak kecil agar mereka mau menganggapku seperti temannya. Aku pun akan berperilaku yang sama pada anak-anak kita. Agar mereka selalu merasa nyaman berada di rumah.

Jika kelak engkau menemukanku sebagai isterimu...
Tak perlu engkau khawatirkan darimana modal untuk mewujudkan mimpiku itu. Aku hanya butuh dukunganmu ketika orang-orang menertawakan mimpi-mimpiku. Sama seperti keyakinanku bahwa menikah itu akan mengayakan, maka aku selalu yakin kalau Allah punya banyak cara untuk mewujudkan mimpiku. Selama mimpi-mimpi ini kulakukan untuk-Nya, maka aku akan terus menjaga keyakinanku. Bukankah dulu kita tak saling mengenal? Hingga kita dipertemukan oleh Allah dengan cara yang tak pernah kita duga. Aku hanya memintamu tetaplah disampingku memberiku dukungan untuk mewujudkan semuanya.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Kumohon tegurlah aku dengan penuh kasih sayang jika aku sudah tak punya lagi waktu untukmu. Kumohon tegurlah aku dikala berdua jika waktuku lebih banyak kuhabiskan bersama dengan siswa-siswaku. Aku hanyalah perempuan biasa yang dulunya adalah manusia bebas yang seluruh waktunya digunakan hanya untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Mungkin saat itu aku lupa kalau amanahku sudah bertambah. Maka kumohon ingatkan aku akan tugas utamaku sebagai seorang isteri untukmu dan ibu bagi anak-anak kita kelak. Namun, satu hal yang perlu engkau tahu bahwa aku tak akan melakukan semua itu tanpa izinmu. Karena aku menyadari bahwa surgaku saat itu berada dalam keridhaanmu.

# Lagi ikut proyek "Jika" dari Kurniawan Gunadi...
Iseng aja sih, plus seru2an sama teman...
Hehehehe... ^_^

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...