Ayah...
Bagaimana kabarmu sekarang?
Apakah engkau baik-baik saja?
Bagaimana kabar imanmu?
Ahhh, aku yakin...
Imanmu jauh lebih baik disana...
Itu yang kudengar dari cerita orang-orang yang pernah
menemuimu...
Ayah...
Bolehkah aku bercerita?
Aku ingin bercerita tentang kisahku...
Tentang kisah kita...
Ayah...
Tahukah engkau...
Setiap kali aku menemui orang-orang, mereka selalu menanyakan
kabarmu...
Menanyakan kondisi terakhirmu...
Dan aku pun selalu menjawab, “Insyaa Allah Beliau baik-baik
saja. Mohon doanya semoga Beliau selalu dalam lindungan Allah”...
Ayah...
Tahukah engkau apa yang kami dapatkan?
Cacian...
Makian...
Penolakan...
Ayah...
Bisa engkau bayangkan bagaimana perasaanku saat itu?
Saat mereka bercerita hal-hal yang sebenarnya tidak pernah
engkau lakukan...
Saat mereka menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak
seperti itu...
Saat mereka mengungkit-ungkit semua tentangmu...
Dan aku hanya bisa tersenyum sakit...
Karena ibu selalu berkata, “ketika mereka bercerita tentang
ayahmu, tak perlu engkau bantah. Cukup dengarkan saja semua yang mereka
sampaikan dan tetap tersenyum. Sampaikan permintaan maaf dari ayah kepada
mereka”...
Ayah, tahukah engkau...
Aku sempat protes kepada ibu, “Mengapa kita harus diam? Kenapa
kita tidak memberikan penjelasan kalau masalahnya tak seperti itu? Ayah hanya
korban dari semua ini, tetapi kenapa kita tak bisa membela diri? Kenapa???”
Ayah, tahukah engkau...
Ibu lagi-lagi hanya tersenyum dan berkata, “Anakku,
bersabarlah. Kelak Allah akan menunjukkan kalau yang benar itu pasti benar dan yang
salah pasti salah. Tetap tersenyum dan dengarkan semua isi hati mereka. Mereka sudah
lama tak menemukan pendengar yang baik. Dan engkaulah pendengar yang baik itu. Biarlah
Allah yang menyelesaikan urusan ayahmu...”
Dan akhirnya...
Sekarang aku hanya bisa tersenyum...
Mendengarkan semua cerita mereka tentangmu...
Sakit...
Sangat sakit...
Tetapi aku harus tetap tersenyum, begitu kata ibu...
Dan ketika mereka telah selesai bercerita, aku kembali
melakukan pesan ibu...
“Bapak, terima kasih untuk semua nasehatnya untuk kami. Saya
mewakili ayah, menyampaikan minta maaf yang sebesar-besarnya. Beliau hanya
manusia biasa yang pastinya tak luput dari kekhilafan. Sekali lagi, maafkan
Beliau ya Pak kalau ayah sudah mengecewakan Bapak. Doakan kami agar kami bisa
tetap istiqomah berjuang memperjuangkan aspirasi masyarakat.”
Akhirnya, kalimat itu meluncur dari bibirku dengan suara
yang bergetar...
Aku rasanya ingin menangis dan berkata, “Tidak seperti itu
Pak. Tolong beri saya waktu dan akan kujelaskan semuanya.”
Tetapi nasehat ibu masih selalu terngiang-ngiang...
Dan tahukah engkau ayah apa yang kudapatkan...
Bapak itu tiba-tiba meminta maaf kepadaku lalu bercerita
tentang semua kebaikan yang pernah engkau lakukan...
Bapak itu tiba-tiba bercerita tentang kebaikan yang pernah
dilakukan oleh teman-temanmu...
Dan dia pun mendoakanmu...
Ya... mendoakanmu agar engkau segera mendapatkan solusi dari
semua masalah ini...
Ayah, maafkan aku...
Aku hanya baru mendapatkan cacian, makian, bahkan diusir tetapi sudah mengeluh...
Aku sadar semua itu belum seberapa dengan apa yang engkau
dapatkan saat ini...
Dan seperti yang selalu engkau sampaikan, “ujian ini belum
seberapa dibanding ujian yang telah didapatkan oleh Rasulullah saw. Maka bersabarlah,
terus bekerja. Biarlah Allah dan orang-orang beriman yang melihat
kerja-kerjamu...”
Ayah...
Lagi-lagi aku belajar darimu...
Belajar akan kekuatan dari sebuah kata “maaf”...
Meskipun kita tahu kebenaran itu...
Dan tetap tersenyum meskipun ujian datang bertubi-tubi...
Karena ujian adalah bukti bahwa Allah sayang kepada kita...
Ayah...
Terima kasih...
Semoga Allah selalu menjagamu dengan sebaik-baik
penjagaan-Nya...
# Tulisan sederhana untuk seorang lelaki yang tak pernah
kutemui secara langsung. Aku hanya selalu belajar dari tulisan-tulisannya atau
pun taujih-taujihnya yang biasa disampaikan oleh Murabbiku alias ibu
ideologisku. Sejak itulah aku merasa dekat dengannya dan kusebut dia sebagai
satu dari sekian banyak ayah ideologisku. Aku terkadang protes dengan keputusan
yang diambilnya, tetapi ibu ideologisku selalu berkata, “Para qiyadah selalu
punya alasan mengapa mereka mengambil semua keputusan itu dan kita tak perlu
tahu akan semua alasan mereka. Insyaa Allah mereka sudah berusaha untuk selalu
mengambil keputusan terbaik diantara yang terbaik. Doakan saja agar mereka
selalu dijaga oleh Allah.”
Semoga wajah-wajah para qiyadah kita selalu menghiasi
doa-doa kita...
Wallahu a’lam bi shawab...