Rabu, 17 Juni 2020

NEW NORMAL NEW ME

Tulisan kali ini saya ingin mengikat ilmu yang telah diberikan oleh salah satu guru kami, Jamil Azzaini atau biasa dipanggil Kek Jamil. Beliau berbagi tentang pelajaran yang kita dapatkan selama masa pandemi ini dan menjadi bekal dalam menghadapi new normal. Suka atau tidak suka, kita semua akan dihadapkan pada kondisi new normal. Pertanyaannya, apakah pandemi kemarin akan berlalu bergitu saja tanpa ada pelajaran yang bisa kita ambil dan menjadi bekal dalam menghadapi New Normal? Lalu apa pelajaran berharga dari selama masa menjalani stay at home?

Pertama, semakin rajin untuk merayu Allah. Makna merayu disini adalah berdoa kepada Allah swt. Pandemi ini memberikan dampak yang luar biasa untuk banyak orang. Bukankah itu semua membuat kita semakin dekat dengan Allah swt? Saya teringat nasihat dari seorang guru, "Manusia itu kadang dikasi masalah dulu baru ingat kepada Allah swt. Biasanya jika diberikan kenikmatan, lupa kepada Allah swt." Boleh jadi semua kondisi sekarang adalah bagian dari cara Allah swt untuk membuat kita kembali kepada-Nya. 

Kedua, masa pandemi ini mengajarkan kita untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab. Koq bisa? Salah satu nabi yang pernah mengalami masa lock down adalah Nabi Yunus as. Belajar dari kisah Nabi Yunus as, ketika beliau ter-lock down dalam perut ikan, Nabi Yunus as tidak sibuk menyalahkan Allah swt. Beliau malah mengatakan "Tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau (ya Allah), Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk di antara orang-orang yang berbuat dzalim/aniaya". Nabi Yunus as ketika berada dalam perut ikan malah mengatakan kepada Allah swt bahwa dirinya telah dzalim. Sungguh beda dengan kebanyakan orang yang ketika diberikan masalah sibuk mengatakan, “Ya Allah why me?” Mungkin Allah akan menjawab, “Why not?”. Dari kisah Nabi Yunus as itulah kita belajar untuk mempertanggungjawabkan setiap perbuatan kita, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Ketiga,  menjadi semakin produktif. WFH harusnya semakin membuat kita menjadi manusia produktif, bukannya malah semakin banyak rebahan. Jika gaji Anda 10 juta, maka harusnya kualitas kerja pun harus sebanding. Bukannya malah gaji 10 juta, tetapi kualitas kerja kita hanya 2 juta. Sisanya itulah yang akan Allah ambil dalam bentuk yang lain. Entah kesehatan yang terganggu, keluarga yang tidak bahagia, terlilit utang dimana-mana, dan berbagai kesulitan hidup lainnya.

Keempat, kontribusi apa yang sudah kita berikan untuk Allah swt? Boleh jadi selama ini kita lebih banyak disibukkan dengan diri kita, keluarga kita, tetapi lupa dengan orang-orang di sekitar kita. Lupa dengan seberapa besar manfaat kita untuk agama ini. Sesekali tengoklah saudara kita yang terbaring di rumah sakit. Mereka yang dicabut nikmat kesehatannya, tetapi Allah masih memberikan kesehatan kepada kita. Adakah kesehatan ini sudah dimanfaatkan untuk agama ini? Ataukah selama ini kita hanya fokus ke AKU, AKU, dan AKU!

Kelima, mencintai sesama, maka teruslah menambah teman karena Allah swt. Saat Nabi Yunus as berada dalam perut ikan, beliau merindukan umatnya. Hal ini mengajarkan kita bahwa kita adalah makhluk sosial. Mencintai sesama bisa meningkatkan level kebahagiaan. Terpenting dari memiliki banyak teman sholeh adalah boleh jadi merekalah yang kelak akan mengajak kita ke surganya Allah. Imam Syafi'i memberikan nasihat bahwa ketika engkau memiliki sahabat yang menghalangimu dari bermaksiat kepada Allah, maka genggamlah dia erat-erat. 

 

Tentunya masih banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari masa-masa melewati pandemi ini. Namun, yang tak kalah pentingnya adalah belajar untuk menciptakan kebiasaan baru selama di era new normal. Apa saja itu?

Pertama, cobalah ngobrol dengan diri sendiri. Mungkin saja kita sudah terlalu sering ngobrol dengan orang lain, tetap jarang ngobrol dengan diri sendiri. Adakah kita pernah bertanya pada diri, "Wahai hati? Apa kabarmu? Bagaimana kabar imanmu? Wahai diri, apa kabarmu? Apakah kamu masih sakit hati dengan orang lain? Sudahkah kamu memaafkan hari ini?" Jangan sampai kita kebanyakan menyapa orang lain, tetapi lupa menyapa diri sendiri. Jangan sampai kita kebanyakan menyapa teman di beberapa group WA, tetapi lupa menyapa diri sendiri. Cobalah lakukan ini setelah sholat tahajjud atau pun sholat shubuh. 

Kedua, belajar keahlian baru yang dibutuhkan masyarakat. Contohnya masyarakat saat ini selalu dihadapkan pada pembelajaran online. Begitu banyak aplikasi yanng harus mereka pelajari untuk menunjang pekerjaan mereka maupun pembelajaran anaknya, maka pelajari kondisi tersebut dan hadirlah untuk memberikan bantuan kepada mereka yang membutuhkan. Contoh lain, kondisi ini membuat banyak orang yang mengalami stres. Cobalah pelajari tentang apa itu stres dan cara mengelola stres. Bisa jadi Anda akan menjadi solusi untuk orang lain yang sedang membutuhkan.

Terakhir, jadilah Gardu EPos atai Gardu Energi Positif untuk orang-orang di sekitar Anda. Perbanyaklah berbagi kebahagiaan dengan orang lain, sekecil apapun. Jangan malah sibuk menebar energi negatif, berdebat di berbagai sosmed dan menguras banyak energi. Orang lain sudah sibuk menyiapkan diri tentang strategi menghadapi new normal, sementara kita masih sibuk protes dengan semua kondisi sekarang.

 So, sudah siap penghadapi Era New Normal?

Wallahu a’lam bi shawab


Rabu, 10 Juni 2020

ANAK MASUK SD, HARUSKAH BISA CALISTUNG?

Beberapa hari terakhir masuk beberapa chat yang pertanyaannya hampir sama, “Apa saja tes masuk SD?” Ketika saya bertanya kembali “Mengapa bertanya seperti itu?”Ternyata anaknya akan dites untuk masuk ke sekolah dasar. Salah satu syarat untuk masuk ke sekolah tersebut adalah anak akan diberikan beberapa tes. Saya pun meminta kepada mereka untuk menanyakan ke pihak panitia tentang tes apa saja yang akan diberikan. Saya sudah bisa menebak tesnya tidak akan jauh-jauh dari yang namanya CALISTUNG, membaCA, menuLIs, berhiTUNG.

Tahun lalu saya mendapatkan curhatan dari beberapa guru SD yang mengajar di kelas 1 SD. Mereka curhat karena hampir sebagian besar siswa yang mereka hadapi tidak bisa calistung. Hingga akhirnya mereka menyebut satu persatu nama sekolah TK dari anak yang tidak bisa calistung tersebut. Saya hanya tersenyum mendengar cerita mereka. Pengalaman menjadi guru kelas 1 membuat saya bisa  memahami kondisi mereka. Namun, yang membuat saya heran mengapa mesti harus dikeluhkan? Bukankah memang tugas guru kelas 1 SD untuk mengajarkan siswanya untuk bisa calistung?

Melalui tulisan ini, saya ingin memberikan gambaran tentang apa saja yang harus dikuasai oleh anak-anak di TK agar tak ada lagi yang bertanya, “Mengapa anakku sekolah di TK X tetapi koq gurunya tidak bisa membuat anak saya bisa membaca? Anak tetangga yang sekolah di TK Z koq bisa?”

Sebagian besar orang tua lebih senang ketika anaknya sudah jago membaca dibanding dengan anaknya bisa duduk tenang menyimak gurunya berkisah. Mereka lebih senang ketika anaknya jago menulis di usia dini dibanding ketika anaknya bisa fokus menggunting sebuah pola dengan sempurna. Mereka lebih bangga ketika anaknya bisa berhitung dibanding ketika anaknya jujur mengakui kebohongannya.

Pembelajaran di TK difokuskan pada enam aspek perkembangan, yaitu moral-agama, fisik-motorik, sosial-emosional, kognitif, bahasa, dan seni. Enam aspek inilah yang harus distimulasi oleh guru-guru Paud. Jadi bukan hanya sekadar mengurusi BCL siswa-siswanya, tetapi memastikan setiap peserta didiknya sudah menjalankan tugas perkembangannya pada enam aspek perkembangan tersebut.

Aspek moral-agama, terkait dengan kemampuan anak dalam menjalankan aktivitas ibadah sesuai agamanya masingn-masing dan mengaplikasikan nilai-nilai dari ibadah yang dilakukannya. Sebagai contoh ibadah sholat. Ketika mengajarkan anak tentang cara melakukan sholat, harusnya sebagai orang tua kita tidak hanya fokus pada hal tersebut, tetapi melatih kejujuran anak tentang berapa rakaat sholat yang dia lakukan saat itu. Sholat tepat waktu akan melatih karakter disiplin pada anak dan seterusnya.

Aspek fisik-motorik, terkait dengan pertumbuhan anak seperti tinggi badan, berat badan, gizi anak, kesehatan anak, dan semacamnya. Sementara motorik terbagi dua, yaitu motorik kasar dan motorik halus. Kemapuan motorik kasar berkaitan dengan aktivitas yang melibatkan otot-otot besar seperti melompat, berlari, berjalan, dan sebagainya. Kemampuan ini sangat penting untuk distimulasi karena akan sangat mempengaruhi apakah anak bisa duduk tenang di kelas atau tidak. Anak yang mampu fokus menyimak penjelasan gurunya di kelas, bisa jadi anak ini memiliki keseimbangan tubuh yang baik. Adapun kemampuan motorik halus melibatkan otot-otot kecil, seperti menggunting, mengancing baju, mengikat tali sepatu, dan sebagainya. Aspek ini kelak akan sangat mempengaruhi apakah anak mampu menulis dengan baik atau tidak.

Saya berikan satu contoh aktivitas yang akan sangat mempengaruhi kemampuan anak nantinya saat belajar. Aktivitas melempar adalah salah satu kegiatan motorik kasar. Aktivitas ini akan sangat mempengaruhi kelak apakah anak bisa menulis atau tidak. Ketika anak melempar, maka disitu ada aktivitas melatih kekuatan jari-jari dan tangan. Mata dan tangan pun harus melakukan koordinasi agar lemparan kita tepat pada sasaran. Pada saat anak menulis, dia sangat membutuhkan kekuatan tangan yang kuat. Apalagi jika yang ditulis itu tidak sedikit. Anak yang gampang lelah dalam menullis, boleh jadi dia memiliki kemampuan melempar yang kurang baik. Jadi, stimulasi motorik kasar dan motorik halus ini sangat penting bagi anak, maka sebagai orang tua fokuslah pada dua hal ini. Bukannya malah fokus mengikutkan anaknya les calistung tanpa pernah menanyakan ke anak, apakah anaknya suka atau tidak atau pun tanpa pernah mencari tahu apakah sudah waktunya atau belum.

Aspek sosial-emosional berkaitan dengan kemapuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya. Aspek ini perlu distimulasi sejak dini karena kita adalah makhluk sosial, tak bisa hidup sendiri. Pada aspek ini juga anak diajarkan untuk mengenali emosinya. Mengapa banyak anak yang suka tantrum ketika menginginkan sesuatu? Karena orang tua tidak pernah mengajarkan anak untuk mengenali emosinya. Oleh karena itu, aspek sosial-emosional adalah salah satu aspek yang harus distimulasi oleh orang tua dan pendidik.

Aspek kognitif berkaitan dengan kemampuan anak dalam menganalisis sebuah kondisi atau pun permasalahan. Jadi bukan sekadar mengajarkan anak tentang satu tambah satu berapa atau tentang kemampuan membaca anak. Akan tetapi sebaiknya lebih ditekankan kepada konsep. Sebagai contoh anak tidak sekadar diajarkan tentang angka 1 - 10, tetapi konsep dari angka 1 - 10 itu seperti apa. Berkaitan dengan aspek kognitif yang berhubungan dengan kemampuan calistung, maka untuk tingkat PAUD hanya sampai pada tahap pengenalan saja. Jadi, bukan sampai pada tahap anak benar-benar bisa calistung. Lalu bagaimana jika anaknya yang meminta untuk diajarkan calistung? Jika anak yang meminta, maka tidak mengapa. Dalam hal ini yang tidak boleh dilakukan adalah “memaksakan” anak untuk bisa calistung. Proses pengenalan pun harus dilakukan dalam suasana yang menyenangkan, yaitu melalui aktivitas bermain.

Aspek bahasa berkaitan dengan kemampuan anak dalam menyampaikan suatu informasi dan memahami instruksi. Aspek ini pun penting distimulasi sejak dini. Saat ini begitu banyak anak yang mengalami keterlambatan dalam berbicara hanya karena kurangnya stimulasi dari orang tua. Orang tua kebanyakan memberikan gadget kepada anak sehingga tidak terjadi komunikasi dua arah.

Aspek seni berkaitan dengan hal-hal yang berhubungan dengan keindahan, baik melalui gambar maupun nada. Sebagai contoh anak yang memiliki kemampuan seni yang baik dalam aktivitas menggambar, maka dia bisa menuangkan hal-hal yang dilihatnya menjadi sebuah gambar yang indah. Hal ini akan melatih kreativitas pada anak dan juga mengasah kecerdasan visual-spasial pada anak.

Keenam aspek ini harusnya menjadi fokus perhatian orang tua yang memiliki anak usia dini dan juga para pendidik, baik tingkat paud maupun SD. Mengapa demikian? Guru-guru paud harus fokus untuk menstimulasi keenam aspek ini, tidak perlu menghabiskan waktunya sampai memaksakan peserta didiknya untuk bisa calistung agar sekolahnya dikatakan sebagai sekolah terbaik. Sementara guru SD pun harus mengetahui keenam aspek ini agar menjadi bahan rujukan nantinya ketika melakukan observasi kepada calon siswa baru yang akan lanjut ke SD. Jika keenam aspek ini berkembang dengan sangat baik, maka mengajarkan anak tentang kemampuan calistung akan sangat mudah. Orang tua pun harus memahami keenam aspek ini agar tak perlu lagi memaksakan anaknya untuk ikut les calistung yang pada akhirnya akan merusak anak. Analoginya ada anak empat bulan dipaksa untuk bisa jalan, apakah fisik anak itu sudah siap? Apakah otot-otonya sudah siap? Begitu pun dengan ketika anak dipaksakan untuk bisa calistung, apakah otaknya sudah siap menerima? Apakah mental anak sudah siap?

Semoga bermanfaat

Wallahu a’lam bi shawab

Rabu, 03 Juni 2020

OLEH-OLEH RAMADHAN

Satu bulan sudah kita menjalani bulan Ramadhan. Pastinya banyak hal yang kita lakukan di luar dari kebiasaan di sebelas bulan lainnya. Kini Ramadhan telah berlalu, tetapi apakah kebiasaan selama Ramadhan juga ikut berlalu? Sungguh bulan Ramadhan memberikan kita banyak oleh-oleh. Oleh-oleh yang harusnya kita jaga baik selama sebelas bulan ke depan. Apa saja itu? Simak yuukkk!

Pertama, sholat tepat waktu. Saya mengambil contoh sholat shubuh yaa. Sebagian besar orang banyak yang suka telat sholat shubuhnya di luar bulan Ramdhan,. Bahkan saya kadang menanyakan ke mahasiswa yang terlambat masuk ke kelas di saat jadwal ngajar pagi, kalau dia telat masuk kelas bagaimana dengan sholat shubuhnya. Hampir sebagian besar menjawab mereka telat melakukan sholat shubuhnya. Kalau kata seorang guru, “Kalau sholat shubuhmu keteteran, maka yakin saja sholat yang lain pun akan ikut keteteran. Karena waktu pagi itu sangat menentukan produktivitas kita hari itu.” Selama bulan Ramadhan, banyak yang berusaha keras untuk tidak tidur lagi setelah sahur karena khawatir kelewatan sholat shubuhnya. Harusnya kebiasaan ini pun kita lanjutkan di sebelas bulan berikutnya. Berapa banyak orang yang rela begadang demi menonton tim sepakbola favoritnya, yang pada akhirnya berujung pada telat bangun dan berdampak pada sholat shubuh yang tidak tepat waktu.

Kedua, sholat tahajjud. Jika di sebelas bulan lainnya biasanya orang-orang memiliki target tiga kali dalam sepekan untuk sholat tahajjud, maka di bulan Ramadhan orang-orang berlomba untuk menghidupkan malamnya dengan sholat tahajjud. Apalagi di sepuluh malam terakhir, semua orang hampir memiliki tidur yang sedikit di malam hari demi bisa menghidupkan malamnya dengan sholat tahajjud. Mereka menjauhkan lambungnya dari tempat tidur demi menegakkan shalat malam. “Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang Kami bagikan kepada mereka” (QS. As-Sajadah: 16).

Shalat tahajjud memiliki pahala yang sangat besar. Hal ini dijelaskan dalam sebuah hadits: “Shalat yang paling utama setelah sholat wajib adalah shalat yang dilakukan di malam hari.” (HR. Muslim). Semoga kita bisa meneruskan kebiasaan baik menghidupkan malam-malam dengan sholat tahajjud.

Ketiga, sholat dhuha. Adanya anjuran dari pemerintah untuk WFH sangat membantu para pekerja kantoran yang kadang kesulitan untuk menunaikan sholat dhuha. Ditambah lagi WFH ini hadir di saat bulan Ramadhan, maka semakin menambah semangat orag-orang untuk menunaikan sholat dhuha.

Di pagi hari ada kewajiban bagi seluruh persendian kalian untuk bersedekah. Maka setiap bacaan tasbih adalah sedekah, setiap bacaan tahmid adalah sedekah, dan setiap bacaan takbir adalah sedekah. Demikian juga amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah sedekah. Semua ini bisa dicukupi dengan melaksanakan shalat dhuha sebanyak dua raka’at.” (HR Muslim)

Keempat, kebiasaan tilawah Al Qur’an. Sungguh saya sangat cemburu kepada para guru Al Qur’an. Berapa banyak pahala jariyah yang mereka dapatkan jika merekalah orang pertama yang mengajari orang-orang yang tilawah tentang huruf alif, ba, ta, dan seterusnya. Jika di luar bulan Ramadhan, mungkin orang-orang biasanya hanya tilawah satu hingga lima lembar. Di bulan Ramadhan ini orang-orang berusaha untuk tilawah minimal one day one juz karena mengejar target khatam satu kali selama bulan Ramadhan. Ini baru yang punya target khatam satu kali, bagaimana dengan mereka yang memasang target dua kali, tiga kali, hingga sampai sepuluh kali khatam selama bulan Ramadhan. Kebiasaan tilawah ini adalah oleh-oleh dari bulan Ramadhan yang sudah seharusnya kita jaga kebiasaan baik ini.

Siapa yang membaca satu huruf dari Al Qur’an maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan ‘alif lam mim’ satu huruf akan tetapi alif satu huruf laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

Kelima, sedekah lebih dari biasanya. Jika di sebelas bulan lainnya, sebagian besar orang hanya bersedekah di waktu-waktu tertentu misalnya hari Jumat, maka di bulan Ramadhan hampir semua orang berusaha untuk bersedekah setiap hari. Harusnya oleh-oleh Ramadhan ini pun harus kita jaga di sebelas bulan berikutnya.

Keenam, sholat syuruq. Sebagian orang biasanya melakukan sholat ini di akhir pekan karena harus masuk kantor. Namun, selama bulan Ramadhan banyak yang rela duduk berlama-lama berdzikir atau pun membaca Al Qur’an demi menunggu waktu syuruq untuk menunaikan sholat dua rakaat. Dari Anas bin Malik Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umroh.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna, sempurna.” (HR. Tirmidzi)

Ketujuh, rasa kepedulian terhadap sesama. Bulan Ramadhan tahun ini bersamaan dengan datangnya pandemi Covid-19. Kita semua bisa melihat sendiri betapa banyak orang yang akhirnya kena dampak dari pandemi ini. Banyak orang yang terpaksa harus kehilangan pekerjaan bahkan ada pula yang sampai harus gulung tikar tak bisa melanjutkan usahanya. Namun, ternyata masih banyak orang baik di negeri ini. Selama bulan Ramadhan orang-orang berlomba-lomba untuk ikut berdonasi pada mereka yang kena dampak pandemi ini. Jumlah relawan tiba-tiba bertambah dan semua sibuk membagikan sembako kepada mereka yang kurang mampu. Rasa kepedulian ini harusnya kita jaga dan terus kita lanjutkan selama sebelas bulan berikutnya.

Kedelapan, semua perempuan ramai-ramai menjaga auratnya. Meskipun masih ada yang menutup aurat hanya karena menghormati bulan Ramadhan, bukan karena menjalankan kewajibannya maka harusnya kita terus menjaga kebiasaan ini di sebelas bulan berikutnya. Menutup aurat adalah kewajiban yang sudah Allah tetapkan seperti yang dijelaskan dalam Al Qur’an surah An Nur: 31: “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Kesembilan, puasa di bulan Ramadhan membuat semua orang menjaga diri dari melakukan perbuatan dosa dan maksiat. Mereka yang pacaran tiba-tiba menghentikan sejenak komunikasinya selama bulan Ramadhan karena katanya takut dosa. Sayangnya setelah Ramadhan dilanjutkan lagi. Harusnya hal ini terus dijaga karena Allah sudah jelas mengaturnya dalam Al Qur’an tentang perbuatan zina. Mereka yang terbiasa korupsi mikir seribu kali untuk melakukan hal tersebut, kecuali bagi mereka yang benar-benar sudah ditutup mata hatinya oleh Allah. Semoga kebiasaan baik selama bulan Ramadhan ini membuat kita betul-betul terlatih untuk menjauhi perbuatan dosa dan maksiat.

Boleh jadi masih banyak oleh-oleh yang sudah diberikan oleh bulan Ramdhan, teman-teman boleh menambahkan. So, setelah bulan Ramdhan berlalu jangan sampai kita menjadi manusia amnesia, melupakan semua kebiasaan baik selama Ramadhan. Tadinya yang semangat nge-rem dari perbuatan maksiat, Ramadhan berlalu malah jadi melepas rem dan maksiatnya malah di gaspollll.

Ujian kita sebenarnya adalah di sebelas bulan berikutnya, apakah Ramadhan kita kemarin benar-benar memberikan peningkatan dalam kualitas ibadah dan memberikan pengaruh positif pada pribadi kita atau malah kita hanya menjadi manusia amnesia Ramadhan?

Wallahu a’lam bi shawab

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...