Rabu, 29 Oktober 2014

Jika Isterimu Seorang Bunda Paud...

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Aku ingin memohon restumu. Kumohon berikan aku waktu untuk mewujudkan satu mimpiku yang belum sempat kuraih. Sejak aku jatuh cinta pada dunia anak-anak, aku bermimpi ingin membuat sekolah Paud atau pun TK di tempat yang kita sepakati bersama. Mungkin waktu kita akan banyak dihabiskan untuk membahas sekolahku. Lebih tepatnya sekolah kita bersama karena aku akan meminta izinmu terlebih dahulu untuk mewujudkannya.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Maafkan aku jika rumah kita agak sedikit ribut oleh suara anak-anak. Karena aku ingin membangun sekolah itu di samping rumah impian kita. Agar aku tetap bisa menjalankan tugasku sebagai seorang isteri. Aku pun tetap bisa menjalankan tugasku sebagai seorang ibu bagi anak-anak kita.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Maafkan aku jika sebagian waktuku akan kuhabiskan untuk mengembangkan sekolah kita. Toh semua ini kulakukan untuk kita. Kelak, aku ingin mencetak generasi-generasi Rabbani yang sholeh dan sholehah. Aku berharap semoga ilmu yang kuajarkan kepada mereka kelak akan bermanfaat dikala dewasa. Bukankah semua itu akan menjadi amal jariyah kita? Tentu saja amal jariyah ini untukmu juga karena aku tak akan melakukan semua ini tanpa izin dan ridho darimu.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Maafkan aku jika waktuku banyak kuhabiskan dengan buku-buku parenting. Aku hanya ingin menambah pengetahuanku tentang cara mendidik siswaku menjadi anak yang sholeh dan sholehah. Dan tentu saja semua itu pertama kali akan kuterapkan pada anak-anak kita. Jadi kumohon, semoga engkau tak keberatan jika anak-anak kita menjadi "anak-anak eksperimen". Sebelum kuajarkan ke anak ideologisku, maka semua ilmuku akan kuberikan kepada anak-anak kita. Toh aku jauh-jauh menuntut ilmu, semuanya untuk anak-anak kita kelak.

Jika kelak engkau menemukanku sebagai isterimu...
Semoga engkau tak kaget jika sewaktu-waktu engkau menemukanku bersikap seperti anak kecil. Semua itu hanya bagian dari dunia yang kucintai selama ini. Kadang aku harus menjadi seperti mereka agar aku bisa memahami dunianya. Kadang aku harus berperilaku seperti anak kecil agar mereka mau menganggapku seperti temannya. Aku pun akan berperilaku yang sama pada anak-anak kita. Agar mereka selalu merasa nyaman berada di rumah.

Jika kelak engkau menemukanku sebagai isterimu...
Tak perlu engkau khawatirkan darimana modal untuk mewujudkan mimpiku itu. Aku hanya butuh dukunganmu ketika orang-orang menertawakan mimpi-mimpiku. Sama seperti keyakinanku bahwa menikah itu akan mengayakan, maka aku selalu yakin kalau Allah punya banyak cara untuk mewujudkan mimpiku. Selama mimpi-mimpi ini kulakukan untuk-Nya, maka aku akan terus menjaga keyakinanku. Bukankah dulu kita tak saling mengenal? Hingga kita dipertemukan oleh Allah dengan cara yang tak pernah kita duga. Aku hanya memintamu tetaplah disampingku memberiku dukungan untuk mewujudkan semuanya.

Jika kelak engkau menemukan aku sebagai isterimu...
Kumohon tegurlah aku dengan penuh kasih sayang jika aku sudah tak punya lagi waktu untukmu. Kumohon tegurlah aku dikala berdua jika waktuku lebih banyak kuhabiskan bersama dengan siswa-siswaku. Aku hanyalah perempuan biasa yang dulunya adalah manusia bebas yang seluruh waktunya digunakan hanya untuk mewujudkan mimpi-mimpinya. Mungkin saat itu aku lupa kalau amanahku sudah bertambah. Maka kumohon ingatkan aku akan tugas utamaku sebagai seorang isteri untukmu dan ibu bagi anak-anak kita kelak. Namun, satu hal yang perlu engkau tahu bahwa aku tak akan melakukan semua itu tanpa izinmu. Karena aku menyadari bahwa surgaku saat itu berada dalam keridhaanmu.

# Lagi ikut proyek "Jika" dari Kurniawan Gunadi...
Iseng aja sih, plus seru2an sama teman...
Hehehehe... ^_^

Sabtu, 25 Oktober 2014

Mensyukuri Hati yang Senantiasa Bersyukur...

"Andai dulu aku menunda untuk menikah muda, mungkin aku juga sudah menyelesaikan kuliah S2-ku diluar seperti kamu."

"Andai dulu aku tak langsung mengiyakan tawaran dari Bapak, mungkin sekarang aku bisa seperti kamu saat ini."

Apakah kamu pernah mengatakan kalimat-kalimat seperti di atas?

Baru-baru ini aku bertemu dengan beberapa sahabat lama. Kami saling bercerita dengan kehidupan masing-masing. Setelah sekian lama tak bertemu, tentunya banyak hal yang berbeda dalam kehidupan kami. Dan seperti biasa, aku hanya menjadi seorang pendengar. Mendengarkan pengalaman-pengalaman menakjubkan yang mereka lewati hingga saat ini.

Terkadang mereka bercerita kebahagiaan yang didapatkannya hingga saat ini. Proses mereka mencapai kehidupannya yang sekarang. Sesekali aku mendengarkan ada kalimat penyesalan dari cerita mereka. Penyesalan atas keputusan yang pernah mereka ambil. Hingga beberapa kali aku mendengar kata-kata "andai dulu".

Sahabatku...
Sutradara terbaik itu adalah Allah. Skenario terbaik itu telah ditulis dan kita tinggal menjalankan peran kita masing-masing. Bukankah tugas kita hanya taat bukan?

Melihat teman yang bisa melanjutkan kuliahnya, sementara kita sibuk mengurus anak membuat kita menyesal. Mengapa dulu saya menikah muda? Melihat teman yang sudah diberi keturunan, sementara Allah belum mengizinkan kita untuk mendengarkan tangisan bayi dalam rumah tangga yang kita jalani. Melihat teman yang sudah berumah tangga, sementara kita masih sibuk bekerja atau pun berkutat dengan tugas-tugas kuliah. Masih banyak cerita-cerita lain yang sering kudengarkan dari teman-temanku.

Aku lebih banyak diam setelah mendengarkan cerita mereka. Aku pernah berada di posisi mereka. Bertanya kepada Allah, "Mengapa" harus seperti ini alur ceritanya? Hingga akhirnya aku sampai pada sebuah titik yang membuatku seperti habis ditampar di depan umum.

Ketika nada penyesalan itu terus keluar dari bibir kita, lalu kapan kita akan bersyukur?
Ketika kata-kata "andai dulu..." terus terlontar dari bibir kita, lalu dimana letak kesyukuran kita?

Mencoba kembali merenungkan setiap nikmat yang diberikan oleh Allah kepada setiap hamba-Nya. Bahkan yang tak pernah kita minta pun Allah beri dengan cuma-cuma. Nikmat udara, jantung yang masih berdetak, tangan yang masih mau menolong, kaki yang terus melangkah, dan masih banyak nikmat yang patut kita syukuri.

Dari semua nikmat yang diberikan Allah swt, sungguh nikmat terbesar yang diberikan-Nya adalah nikmat Islam, iman, dan ihsan dalam hati kita. Setiap kali aku ingin mengeluh, aku kembali mengingat betapa besar kasih sayang Allah untukku ketika aku berproses menjemput hidayah-Nya. Sebuah proses pencarian yang panjang hingga akhirnya Dia menyapaku lewat hidayah-Nya.

Namun, proses itu tak berhenti sampai disitu. Hal yang tak mudah adalah mempertahankan sesuatu yang berharga yang telah kita miliki. Hanya air mata dalam setiap sujud panjangku yang menjadi penguat untuk bisa melewati semuanya. Hingga akhirnya aku bisa memetik hasilnya. Orang-orang yang selama ini menolak perubahanku, akhirnya menjadi saudara yang selalu mengingatkanku ketika melakukan kekhilafan. Proses pencarian panjang itulah yang membuatku belajar untuk terus bersyukur, bersyukur, dan bersyukur.

Teringat taujih dari ustadz Salim A. Fillah, "ada hal penting yang harus kita miliki untuk bisa bersyukur, yaitu hati yang senantiasa bersyukur karena memiliki rasa syukur itu sendiri. Ketika kita bisa bersyukur, maka bersyukurlah karena rasa syukur itu masih ada dalam hati kita."

Sahabatku...
Bahagia itu sederhana...
Bahagia itu tak perlu engkau cari jauh-jauh...
Bahagia itu ada di dalam hatimu...
Di dalam hati yang senantiasa mensyukuri setiap nikmat pemberian Allah swt...
Karena itu tersenyumlah...
Waktumu akan terbuang sia-sia jika hidupmu hanya engkau habiskan untuk terus bertanya "Mengapa, Mengapa, dan Mengapa..."
Setiap kali engkau terbangun, maka bertanyalah pada dirimu, "Apa yang sudah kulakukan untuk Tuhanku? Apa yang akan kuberikan untuk Islam?"
Dengan begitu, tak ada waktu bagimu untuk menjadi pribadi yang lupa mensyukuri setiap nikmat-Nya...

Wallahu a'lam bi shawab...

#reminder_my_self
#Rumah Perenungan, 25 Oktober 2014

Rabu, 22 Oktober 2014

Terima Kasih Komentatorku... ^_^

Betapa banyak yang suka berkomentar tentang hidupmu. Entah itu tentang dirimu, keluargamu,  hingga orang-orang yang ada disekitarmu. Lalu apakah aku harus mendengarkan semua itu?

Dulunya aku memilih jalan ekstrim. Memilih untuk tak peduli dengan komentar-komentar yang diberikan oleh orang lain. Memilih untuk terus melakukan apa yang kuyakini selama ini benar.

Hingga akhirnya aku tiba di sebuah titik. Titik yang mengubah caraku dalam bersikap. Aku mencoba keluar dari zona nyamanku selama ini. Aku mencoba belajar dari semua komentar yang diberikan oleh orang lain tentang hidupku. Akhirnya, aku menemukan sesuatu yang berbeda.

Ketika ada yang berkomentar tentang hidupmu, maka satu hal yang harus engkau tahu bahwa mereka menghabiskan waktunya untuk mencari informasi tentangmu.

Komentar orang akan membuatmu belajar bahwa tidak semua orang menilai positif setiap tindakanmu. Ada yang menilai kurang baik. Maka jadikan saja sebagai bahan introspeksi diri untuk menjadi lebih baik.

Komentar orang akan membuatmu belajar bahwa ada orang yang memiliki karakter A, B, C, dan seterusnya. Kamu bisa menilainya dari komentar yg diberikannya padamu.

Berterima kasihlah, karena keberadaan mereka membuat hidupmu menjadi lebih baik. Bukankah kamu belajar menjadi lebih baik dari semua penilaian mereka?

So, jadilah dirimu sendiri. Lakukan apa yang engkau yakini sebagai sebuah kebaikan dan biarkan saja orang lain yang menilai. Seperti kata salah satu sahabatku, "Hidup itu manusia yang berencana, Allah yang menentukan, dan orang lain yang berkomentar... ^_^

#Makassar, 14 November 2014
Di Ruang Perenungan

Minggu, 19 Oktober 2014

Akhir Cerita Dua Tahun Lalu...

Aku duduk sambil membuka beberapa lembaran bukuku. Dua tahun telah berlalu. Berlalu begitu saja dengan cerita seperti saat ini. Tetapi aku belum tahu apa akhir dari semua cerita ini...

Banyak yang menyalahkanku ketika aku mengambil keputusan ini. Mungkin juga dirimu salah satu orang yang menyalahkanku...

Aku hanya terdiam ketika mereka menyalahkan keputusan yang kuambil. Aku hanya bisa berbicara dalam diamku, bertanya dalam diamku. Ya Allah, apakah keputusan yang kuambil ini salah?

Sahabatku...
Bukan hal yang mudah bagiku untuk mengambil keputusan itu. Aku harus melawan diriku sendiri hingga akhirnya aku memilih pilihan sekarang...

Maaf jika aku lebih memilih Tuhanku...
Aku pun sebenarnya berharap engkau memilih dengan alasan yang sama...
Namun aku tak punya waktu untuk menjelaskan semuanya...
Ya...
Aku tak bisa memaksa setiap orang untuk menyukai setiap keputusanku...

Sahabatku...
Ceritanya mungkin akan berbeda...
Jika aku mengambil pilihan yang berbeda saat itu...

Maafkan aku jika engkau belum menerima keputusanku saat itu...
Semua hanyalah masalah waktu...
Hingga kita benar-benar bisa menerima semuanya...
Menerimanya sebagai ketetapan Allah yang terbaik...
Untukku...
Untukmu...
Dan untuk mereka...

Lalu apa akhir dari semua cerita ini?
Entahlah...
Aku tak mau menduga-duga...
Biarkan semuanya berjalan seperti skenario yang ada...
Skenario terbaik dari Sang Maha Sutradara...

#Ruang Perenungan, 20 Oktober 2014

Sabtu, 11 Oktober 2014

Tanpa Kata...

Bukan hal yang mudah...
Karena semua butuh waktu...
Hingga sampai pada titik yang seharusnya...
Namun sampai saat ini pun...
Tetap saja tak ada kata yang tereja...

Entah sampai kapan...
Hanya waktu yang bisa menjawab...
Mungkin besok...
Lusa...
Tahun depan...
Hanya Tuhan yang tahu...

Lagi-lagi diam membisu...
Diam seribu bahasa...
Tanpa sepatah kata...

Sunyi...
Sepi...
Dalam keheningan...
Tetap saja tak ada kata yang keluar...
Mungkin saat ini diam menjadi senjata yang paling ampuh...
Entahlah...

Kamis, 09 Oktober 2014

Surat untuk Bapak... (Bagian Pertama)

Bapak...
Bagaimana kabar Bapak?
Apakah engkau baik-baik saja?
Semoga Allah memberikan tempat terbaik di sisi-Nya....
Aamiin yra....

Bapak...
Hhheemmm...
Entah mengapa akhir-akhir ini aku selalu merindukanmu...
Setiap kali ada kejadian dihadapanku, maka ingatanku akan kembali kepadamu...
Setiap kali aku melihat seorang anak perempuan berjalan bergandengan dengan ayahnya, aku kembali teringat kebersamaan kita...
Melihat seorang bapak yang baru pulang dari masjid, lagi-lagi aku teringat padamu...
Ahhh sudahlah...

Bapak...
Banyak hal yang ingin kuceritakan...
Semuanya...
Semua yang pernah engkau minta padaku...
Semua yang pernah engkau harapkan dariku...
Sekarang sudah bisa kuberikan untukmu...
Tetapi rasanya biasa saja...
Sama seperti yang engkau katakan, "semua sama saja jika semuanya untuk Allah..."

Bapak...
Sungguh...
Aku ingin engkau hadir disampingku saat ini...
Aku ingin berbaring dilenganmu...
Memelukmu dan mendengar nasehatmu...
Mendengarkan setiap kalimat...
"Kamu itu anak perempuan, jadi kamu harus......."

Bapak...
Tahukah engkau kalau aku sudah wisuda...
Tahukah engkau betapa aku mengharapkanmu ada duduk disana...
Duduk disamping Mama dan aku berlari menunjukkan semuanya kepadamu...
Seperti dulu...
Dan hanya ada Mama disana...
Tahukah engkau, lagi-lagi Mama menyebut namamu...
Matanya berkaca-kaca...
Dan aku berhasil memberikan senyuman terbaikku untuk Mama...
Kakak bilang aku gak boleh nangis dihadapan Mama...
Tapi...
Semuanya tak bisa kutahan saat kakak datang menghampiriku...
Aku berlari dan memeluk K'Amir...
Bapak...
Tahukah engkau saat itu aku merasa sedang memeluk dirimu...
Dan akhirnya aku mengaku kalah...
Aku menangis...
Ya...
Aku menangis merindukanmu...
Bukankah ini semua yang ingin engkau lihat dulu?
Melihat perempuan kecilmu memakai toga...
Dan sekarang aku sudah mewujudkan semua mimpi-mimpimu yang pernah ingin engkau lihat...

Bapak...
Banyak hal yang ingin kuraih, tetapi lagi-lagi aku selalu mengingatmu...
Tiap kali memandangi wajah Mama, ada wajahmu disana yang seolah ingin bertanya, "Apakah aku tega meninggalkan Mama sendiri?"
Tahukah engkau, kalau aku sering melihat Mama menangis merindukanmu...
Aku bisa merasakan kehilangan yang dirasakan oleh Mama...
Berpuluh-puluh tahun kalian mengarungi bahtera rumah tangga bersama...
Ditambah lagi kehadiran kami anak-anakmu yang sudah membuat waktu istirahatmu tak ada lagi...
Membanting tulang untuk membiayai sekolah kami...
Aku masih mengingat nasehatmu, "Kamu harus sekolah lebih dari Bapak dan Mamamu..."
Yaaa, buat kamu Education is number one...
Bahkan aku masih mengingat saat engkau marah padaku karena tak mau ke sekolah saat TK...
Sejak saat itu aku tak mau lagi bolos ke sekolah...
Aku takut kalau aku membuatmu marah lagi...
Karena engkau yang selalu membelaku saat kakak-kakak menjahiliku...
Yaahhh, sekarang aku mengerti...
Begitulah cara mereka menyayangi perempuan kecilnya...

Bapak...
Sekarang aku tak punya keinginan yang muluk-muluk...
Keinginanku saat ini sederhana...
Mimpi bagi semua anak perempuan di dunia ini...
Mimpi bersama dengan ayahnya...
Dan aku sadar kalau semua itu tak mungkin...
Biarlah mimpi itu tetap kujaga...
Toh kakak selalu hadir disaat aku membutuhkan sosokmu...
Mungkin itu sebabnya hingga kini aku masih bisa merasakan kehadiranmu...

Bapak...
Masih banyak yang ingin kuceritakan kepadamu...
Terlalu banyak yang ingin kuceritakan...
Maukah engkau menemuiku?
Meski hanya dalam mimpi...

Bapak...
Apakah engkau masih ingat pada Aliya cucumu?
Sekarang Aliya sudah SD dan sudah punya adik, namanya Azizah...
Engkau pasti masih ingat dengan Aliya kan?
Kemarin aku mengajak mereka menziarahi tempatmu...
Dan tiba-tiba mereka menangis merindukanmu...
Aku sudah berusaha untuk tidak menangis dihadapan mereka...
Tetapi aku sudah tak sanggup menahan air mataku...
Aku memeluk mereka dan tiba-tiba Aliya membisikkan sesuatu di telingaku, "Aliya rindu sekali sama Kakek Mahmud!"
Ya Allah...
Tahukah engkau Bapak...
Dadaku sesak dan air mataku mengalir deras...
Sungguh aku sangat merindukanmu...
Aku ingin memelukmu dan mengatakan, "Terima kasih untuk semuanya. Terima kasih sudah menjagaku, melindungiku, mendidikku hingga aku bisa sampai di titik ini. Maafkan aku yang dulu belum bisa memahami caramu menunjukkan kasih sayangmu."

Bapak...
Perempuan kecilmu ini sudah menjadi perempuan dewasa...
Aku masih terus belajar untuk menjadi lebih baik...
Agar disisa umurku ini, aku bisa menjadi manusia bermanfaat bagi orang lain...
Seperti yang selalu engkau ajarkan padaku...

#Rumah Kerinduan, 9 Oktober 2014

Selasa, 07 Oktober 2014

Duhai Pagiku...

Pagi mentari...
Bagaimana kabarmu?
Sepertinya hari ini kabarmu baik-baik saja...
Kehangatanmu mulai terasa...
Menemaniku pagiku hari ini...

Pagi langit biruku...
Hari ini tak ada awan yang menutupimu...
Dan aku bebas memandang langit birumu...
Kemarin, esok, dan lusa...
Engkau masih saja sama...
Tetapi aku tak boleh seperti dirimu...
Aku tak mungkin seperti ini terus...
Akan banyak hal yang berubah...
Sang waktulah yang mengubah segalanya...

Pagi udaraku...
Sampai hari ini engkau masih setia bersamaku...
Maafkan aku yang hina ini...
Yang jarang mensyukuri kehadiranmu...

Pagi duniaku...
Dunia yang lebih baik dari sebelumnya...
Biarkan aku berdamai denganmu...
Agar aku bisa menyiapkan bekal terbaikku...
Bekal dalam perjalanan panjangku...
Menuju kampung di ujung sana...

Pagi ujianku...
Seperti apa wujudmu hari ini?
Semoga aku masih bisa tersenyum menghadapimu...
Maafkan aku...
Ujian yang kemarin belum bisa aku tuntaskan...
Kumohon berikan aku sedikit ruang...
Untuk menyelesaikan dan menerima semuanya...
Biarlah waktu yang akan menjawab semuanya...
Hingga akhirnya aku mengerti akan arti kehadiranmu...

Pagi senyumanku...
Tetaplah bertahan disana...
Meski apapun yang akan engkau hadapi...
Tetaplah tersenyum... ^_^

Pagi bahagiaku...
Tak perlu aku mencarimu jauh-jauh...
Karena engkau begitu dekat...
Sangat dekat...
Mensyukuri setiap pemberian-Nya...
Semua itu sudah cukup bagiku...

#Sinjai, 7 Oktober 2014
Karena bahagia itu sederhana...
Karena bahagia itu begitu dekat...
Karena bahagia itu pilihan...
Terima kasih ya Allah untuk setiap nikmat-Mu... ^_^

Senin, 06 Oktober 2014

Lihatlah Aku Apa Adanya...

Ada banyak hal yang bisa engkau kontrol dalam hidupmu. Bahkan engkau bisa mengontrol setiap kali engkau akan mengambil sebuah keputusan tentang hidupmu. Namun, ada satu hal yang tak bisa engkau kontrol sesuka hatimu.

Komentar orang-orang tentang hidupmu...

Yaaa, engkau tak bisa mengontrol komentar orang-orang tentang dirimu bahkan tentang hidupmu sekali pun. Mereka punya hak untuk memberikan komentar tentang dirimu dan kehidupanmu.

Si A memberikan komentar berdasarkan pendapat orang-orang tentangmu...
Si B memberikan komentar berdasarkan postingan-postinganmu di FB, twitter, ataupun di berbagai sosmed yang engkau miliki...
Si C memberikan komentar berdasarkan penampilanmu dari luar...
Si D memberikan komentar berdasarkan orang-orang yang ada disekitarmu selama ini...
Si E, F, dan seterusnya akan berkomentar berdasarkan sudut pandang mereka...
Dan engkau tak bisa mengontrol semua komentar itu. Bahkan tak bisa menjelaskan jika ada pendapat yang menurut kamu tak seperti yang ada dalam kehidupanmu.

So, apa yang harus aku lakukan untuk menghadapi komentar-komentar mereka?

Hadapi dengan senyuman... ^_^
Jika semua komentar itu harus aku tanggapi, mungkin hidupku tak akan tenang. Di saat seperti itulah sifat cuek itu akan kumunculkan. Cuek bukan berarti tak peduli sama sekali. Semua komentar orang akan kutampung dan kujadikan sebagai bahan pelajaran bahwa ada beberapa orang yang menilaiku seperti A, B, C, dan seterusnya. Jika penilaian itu positif, maka akan kujadikan sebagai bahan masukan untuk menjadi lebih baik lagi. Jika penilaian itu negatif, maka akan kujadikan sebagai bahan instrospeksi diri untuk menjadi lebih baik.

Simple kan?
Meskipun terkadang harus mengelus dada setiap kali mendengarkan pendapat orang-orang yang kadang tak seperti yang mereka pikirkan, tetapi itulah hak mereka untuk menilai dan memberikan komentar. Dan aku hanya bisa berdoa, "Ya Allah, terima kasih Engkau masih menutup aib-aibku. Dan hamba berharap, Engkau menutupnya hingga di hari pembalasan kelak..."
Aamiin Ya Rabbal 'alamin...

#Sinjai, 6 Oktober 2014

Kenali aku apa adanya...
Bukan karena apa yang engkau lihat dihadapanmu..
Dan bukan karena apa yang ada di sekitarku...
Meskipun kutahu aku tak bisa lepas dari mereka...
Tetapi tak bisakah engkau melihat aku apa adanya?

Sabtu, 04 Oktober 2014

Perempuan...

Perempuan...
Betapa bersyukurnya dirimu menjadi seorang perempuan...
Nikmat dari Allah yang patut disyukuri...
Hingga bidadari pun cemburu kepadamu...

Perempuan...
Aku tak pernah meminta agar diciptakan menjadi seorang perempuan...
Bahkan pilihan itu pun tak pernah ada...
Hanya Ibu dan Ayahku yang begitu besar harapannya...
Agar anak yang dilahirkannya adalah seorang perempuan...
Anak perempuan yang telah lama dinantikannya...
Dan Allah mengabulkan semua doa-doa mereka...

Perempuan...
Bukan hal yang mudah menjadi dirimu...
Bukan hal yang mudah menjalani setiap peranmu...
Banyak hal yang harus kupelajari untuk menjadi dirimu...

Hampir setiap hari...
Mungkin setiap jam...
Atau setiap detik...
Aku mendengarkan semua tentangmu...
Aku mendengarkan semua hal tentang bagaimana menjadi dirimu...

Perempuan itu...
Harus menjaga dirinya baik-baik...
Sekali saja engkau melangkah keluar rumah dan auratmu terlihat...
Maka tindakanmu itu menjadi tanggung jawab ayah...
Setiap kali engkau ingin bepergian jauh, pergilah dengan mahrommu...
Dan mintalah izin dari mahrommu setiap kali engkau ingin melangkah keluar rumah...
Entah dari ayah, ibu, kakak, atau suamimu...
Berteman dengan lawan jenismu boleh, tetapi lebih dari itu tak boleh...
Semuanya akan indah jika engkau menjalinnya dalam sebuah ikatan suci yang diridhoi oleh Allah...
Yaaaa...
Itu hanya sebagian kecil dari ayahku tentang dirimu...

Perempuan itu...
Harus punya siri'...
Saat engkau menjaga kehormatan dirimu, maka engkau pun turut menjaga kehormatan keluarga...
Jaga dirimu baik-baik...
Kelak jika engkau telah menikah...
Hormati dan sayangi suami dan anak-anakmu...
Tak perlu engkau mengejar karirmu di luar sana...
Karena karir terbaikmu adalah ketika suamimu berhasil menjadi orang sukses dan anak-anakmu menjadi anak bermanfaat yang sholeh dan sholehah...
Hingga orang-orang akan bertanya, "Siapa perempuan yang ada dibalik kesuksesan suami dan anak-anakmu?"
Dan kelak engkau bisa masuk surga dari pintu mana pun yang engkau inginkan...
Bukankah itu kebahagiaan yang dicari oleh sebagaian perempuan?
Itulah versi perempuan dari ibuku...

Hai engkau Sang Perempuan...
Masih banyak yang sering kudengar tentangmu...
Menjalani kehidupanmu, versi ayah dan ibuku, dulu membuatku sering bertanya-tanya...
Mengapa harus perempuan?
Hidup dalam aturan-aturan yang seakan mengekang setiap langkahku...

Hingga akhirnya sampai di sebuah titik...
Allah menunjukkan kepadaku betapa berharganya semua cerita tentang dirimu...
Yang selama ini selalu kudengarkan dari ayah dan ibuku...
Namun, kadang kuabaikan...

Perempuan...
Memang bukan hal yang mudah untuk menjadi dirimu...
Ketika aku belajar untuk menjadi dirimu yang seutuhnya...
Betapa banyak suara-suara miring yang kudapatkan...
Banyak yang meragukan keputusanku...
Dan memintaku untuk mempertimbangkannya kembali...
Bahkan menentang setiap keputusanku...
Tahukah engkau duhai Sang Perempuan...
Saat itulah sujud-sujud panjang menjadi sahabatku...
Doa-doa memohon kekuatan dari-Nya agar diberi kekuatan untuk menjaga hidayah ini...
Dan air mata menjadi sahabat untuk mengeluarkan semua kepenatan menghadapi orang-orang yang tak pernah menginginkan perubahan ini...

Perempuan...
Waktu akhirnya menjawab setiap doa dan air mataku...
Orang-orang yang selama ini menertawakanku...
Akhirnya mendapat hidayah dari-Nya...
Dan belajar untuk menjadi seorang perempuan di hadapan-Nya...

Duhai Sang Perempuan...
Engkau pikir ujianmu hanya sampai disitu?
Tidak...
Ketika ujian hati datang menyapamu...
Maka disaat itulah engkau harus kembali bertanya pada dirimu, "Apakah Allah ridho dengan semua yang engkau jalani?"
"Apakah Allah menyukai dengan semua yang engkau lakukan saat ini?"
Ketika engkau menjaga prinsip yang engkau pegang selama ini...
Ketika engkau menjaga dirimu dari hal-hal yang tidak diridhoi-Nya...
Mungkin banyak yang menyalahkanmu keputusanmu...
Hingga membuat kamu ragu...
Maka yakinkan dalam hatimu bahwa engkau melakukan semua itu karena kecintaanmu kepada Allah...
Biarlah Allah yang mengatur jalan hidupmu...
Hingga waktu yang tepat untukmu benar-benar datang...

Duhai Sang Perempuan...
Masih banyak ujian yang harus engkau hadapi...
Maka bersabarlah...
Lewati setiap ujian dengan sabar dan sholat...
Karena sesungguhnya engkau tak sendiri...
Ada Allah yang selalu bersamamu...
Hingga akhirnya waktu itu tiba...
Waktu untuk bertemu dengan Yang telah menciptakanmu menjadi seorang perempuan...
Bukankah menyebut nama-Nya disaat terakhirmu adalah cita-citamu?
Maka teruslah belajar berbuat baik...
Belajar menjadi manusia bermanfaat...
Untuk orang-orang di sekitarmu...
Dan untuk orang-orang yang telah mengajarimu menjadi seorang perempuan...

#Sinjai, 4 Oktober 2014
Terima kasih ya Allah untuk setiap nikmat-Mu...
Terima kasih karena tahun ini masih bisa merasakan nikmatnya berkurban...
Semoga kelak bisa merasakan suasana kurban di Baitullah...
Aamiin yra...

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...