Selasa, 23 Desember 2014

Bersyukur Atas Pilihan Hidup

Tak terasa sudah hampir tiga bulan aku kembali dari perantauan. Dua tahun bukan waktu yang singkat buat aku yang baru merasakan jauh dari keluarga. Dua tahun telah memberiku banyak pelajaran moral untuk menjalani sekolah di Universitas Kehidupan.

Terkadang rasa rindu itu datang menghampiriku. Rindu pengen jadi mahasiswa lagi. Rindu dengan aktivitas sabtu-minggu, buka twitter, dan cari info di masjid mana lagi yang ada kajian bagus. Rindu dengan orang-orang yang telah dikirimkan oleh Allah untuk menjadi guru dalam kehidupanku.

Dua bulan terakhir ini aku kembali belajar beradaptasi. Menjalani kembali kehidupanku seperti sebelum aku meninggalkan semuanya. Tentunya dengan orang-orang baru dan suasana baru. Meskipun aktivitasku masih tetap sama, mengajar. Kalau dulu ngajarnya anak-anak, sekarang aku harus menghadapi mahasiswa. Dunia anak-anak dan orang dewasa tentunya sangat berbeda untuk bisa memahaminya. Dan jujur, aku lebih menyukai mengajar anak-anak. Mengajari anak-anak membuat hari-hariku selalu penuh warna. Cerita hari ini pasti akan berbeda dengan cerita esok hari karena dunia mereka yang tidak mudah untuk ditebak.

Kembali ke dunia kampus membuat waktuku jauh lebih fleksibel. Jadwal mengajar yang tidak tiap hari, membuat waktuku lebih banyak kuhabiskan di rumah. Dan inilah hal yang baru kembali kurasakan, menjalani aktivitas ibu rumah tangga. Mengapa aku menyebutnya seperti itu?

Dua tahun menjadi seorang mahasiswa tentunya membuat aktivitasku lebih banyak di kampus. Perpustakaan, depan laptop, membaca buku-buku, dan makan seadanya menjadi aktivitas rutinku. Maklumlah anak beasiswa, jadi harus kejar-kejaran dengan waktu biar bisa selesai tepat waktu... heheehehe...

Dan sekarang aku harus kembali mengatur waktu, antara pekerjaan dan rumah. Ternyata bukan hal yang mudah untuk bisa menjalani semuanya.

Baru-baru ini aku punya pengalaman yang membuatku semakin mencintai ibuku. Pengalaman yang membuatku tersadar betapa beratnya tugas ibuku selama ini. Menjadi ibu rumah tangga seutuhnya untuk suami dan anak-anaknya. Aku bahkan meragukan kemampuanku, apakah aku bisa seperti dia. Tetapi satu hal yang kutanamkan pada diriku, "Aku ingin belajar seperti ibuku!"

Beberapa hari yang lalu, kakak lagi ada kerjaan. Aku yang lagi gak ngajar hari itu menawarkan diri untuk menjaga anaknya. Daripada aku sendirian di rumah, alhamdulillah ada bocah yang bisa kuajak bercerita. Jadilah seharian itu aku bersama Azizah. Salah satu keponakanku yang super duper cerewet dan usianya baru mau empat tahun.

Seharian bersamanya memberiku banyak pelajaran betapa tak mudahnya menjadi seorang ibu. Belajar mengelola emosi, lebih banyak bersabar, dan tak boleh mengeluh. Apalagi buat aku yang sudah terlanjur tahu teori-teori perkembangan anak, harus bisa menerapkannya dan tidak hanya menjadi sekedar jago berteori. Saat aku harus melakukan aktivitas di dapur, dia mulai banyak bertanya.

"Apa dikerja Tante Boni?"
"Apa itu yang kita pegang?"
"Boleh saya bantu?"
"Kenapa dikasi begitu?"

Dan masih banyak lagi daftar pertanyaannya. Sebenarnya mudah sekali membuat dia diam dan berhenti bertanya. Tetapi betapa jahatnya diriku jika aku melakukan semua itu. Tidak menjawab pertanyaannya sama saja aku mematikan rasa ingin tahunya dan aku pun membuat dia tak mau belajar lagi nantinya.

Belajar mengelola waktu, antara mengurus pekerjaan rumah dan memenuhi setiap kebutuhannya, bukanlah pekerjaan yang mudah. Harus punya banyak stok kesabaran untuk menyelesaikan semuanya. Hingga akhirnya aku menyadari betapa tak mudahnya ibuku menjalani tugasnya selama ini. Aku juga semakin paham akan kisah beberapa temanku yang pernah curhat. Mereka bingung harus memilih, antara menjadi seorang wanita karir atau menjadi ibu rumah tangga.

Aku tak pernah meminta mereka untuk memilih. Aku hanya mengingatkan mereka akan tugas utamanya setelah menikah. Meskipun aku belum tahu seperti apa kehidupan mereka, tetapi penglaman kemarin telah memberiku pelajaran bahwa menjalani dua hal tersebut bukanlah hal yang mudah. Dan boleh dibilang, inilah salah satu alasanku memilih menjadi seorang pendidik.

Aku jadi teringat dengan salah satu sahabatku ketika aku bertanya, "Mengapa kamu memilih menjadi seorang guru?". Jawabannya saat itu sederhana, "Aku perempuan Boni dan kelak aku akan menjadi seorang Ibu." Saat itu aku belum memahami jawabannya. Dan sekarang aku baru memahami pilihan hidupnya yang kini menjadi pilihan hidupku juga.

Buat teman-temanku yang memilih menjadi ibu rumah tangga...
Syukurilah apa yang menjadi pilihan hidup kalian. Tak perlu engkau banding-bandingkan hidupmu dengan orang lain. Cobalah buka mata hatimu dan lihatlah betapa banyak nikmat yang diberikan oleh Allah untukmu.

Buat teman-temanku yang memilih menjadi wanita karir...
Syukurilah apa yang menjadi pilihan hidupmu. Engkau pasti sudah tahu konsekuensi dari pilihan hidupmu. Engkau pun pasti punya alasan dengan pilihan hidupmu saat ini. Maka jalanilah pilihanmu dengan konsekuensi tersebut. Titipkan anakmu pada Allah. Karena hanya Dia-lah sebaik-baik penjaga.
Wallahu a'lam bi shawab...

#Makassar, 23 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...