Bismillah...
Ide tulisan ini muncul saat aku sedang menunggu hujan reda. Aku tadi keluar sebentar untuk memenuhi permintaan kakak. Aku sengaja tidak membawa HP atau pun buku bacaan yang selalu kusediakan jika aku harus menunggu. Aku pikir hanya sebentar, ternyata hujan memaksaku untuk berdiri di antara orang-orang yang sedang menanti hujan reda.
HP gak ada, buku gak ada. Mengutuk keadaan pun tak ada gunanya. Hingga akhirnya kuputuskan untuk menikmati semua kondisi tersebut. Aku berdiri menatap hujan yang belum juga ada niat untuk berhenti. Aku melirik jam tanganku. Jarumnya sudah menunjukkan pukul 08.30 Wita.
"Semua akan baik-baik saja Boni".
Aku menenangkan diriku sendiri. Aku kepikiran Mama yang kutinggal sendiri di rumah. Semoga dia tak khawatir karena aku tidak membawa handphone.
Menikmati hujan turun dan ditemani oleh sang waktu. Hingga akhirnya aku menemukan satu kata yang membuatku tersenyum-senyum sendiri.
MENERIMA...
Satu kata yang kedengarannya mudah, tetapi kadang tak mudah untuk melakukannya. Aku belajar menerima kondisi saat itu tanpa harus mengutuk keadaan.
Aku tak tahu apakah ini benar atau salah. Aku menemukan definisi kebahagiaan menurut pemahamanku sendiri.
"Bahagia itu Menerima"...
Menerima setiap kondisi yang kita hadapi...
Menerima setiap pemberian Allah, banyak atau sedikit...
Menerima setiap skenario yang telah dituliskan Allah untukmu...
Menerima kehidupan yang telah diberikan oleh Allah...
Satu kata itu tiba-tiba muncul di benakku...
Hujan tadi mengingatkanku pada cerita sahabat-sahabatku yang masih saja mempercayaiku menjadi "tempat sampahnya". Mungkin ini salah satu hal yang harus kuterima sebagai anak psikologi. Harus selalu siap menjadi pendengar yang baik, hehehe...
Aku teringat pada cerita sahabatku yang menyesali beberapa keputusan hidupnya. Aku hanya berpikir, "berapa lama mereka akan menghabiskan waktunya untuk sebuah penyesalan?"
Bukankah seorang lelaki sangat bahagia ketika wali perempuan menerima lamarannya?
Atau seorang laki-laki yang akan memulai kehidupan barunya dengan mengatakan, "saya terima nikahnya...."
Atau saat pemilik perusahaan berkata, "Saya terima kamu bekerja disini..."
Atau saat ibu mengatakan, "Ibu terima keputusan kamu..."
Mungkin pemahamanku ini masih dangkal. Tetapi satu pelajaran moral yang bisa kuambil dari semua cerita mereka adalah terkadang kita sulit menerima suatu kondisi karena si pelaku sendiri yang tidak mau menerima. Sebagian besar hanya sibuk berandai-andai. Padahal sudah jelas bahwa perbuatan berandai-andai adalah perbuatan syaithon.
Ya...
Belajar menerima setiap kondisi dengan lapang dada...
Belajar menerima setiap skenario Allah dengan tetap berprsangka baik kepada-Nya...
Belajar menerima setiap pemberian rezeki dari Allah, banyak atau sedikit harus tetap disyukuri...
Belajar menerima setiap ketetapan-Nya yang tak sejalan dengan keinginan kita...
Lalu bagaimana aku harus menerima kondisi yang tak sejalan dengan keinginanku?
Yaaa, terimalah semua kondisi tersebut. Kondisi yang kamu hadapi saat ini adalah sebuah konsekuensi dari sebuah keputusan yang pernah engkau ambil. Dalam kondisi seperti ini mungkin akan lebih membutuhkan waktu yang banyak. Waktu untuk menerima semua kondisi tersebut. Perlahan-lahan waktu yang akan mengajarimu untuk menerima semuanya.
Yakinlah bahwa Allah adalah sebaik-baik sutradara kehidupan...
Dia telah mengatur kehidupanmu dengan sebaik mungkin...
Karena Dia lebih tahu yang terbaik untukmu...
Karena hanya Dia yang lebih berhak mengatur hidupmu...
Saat engkau bisa menerima semuanya...
Hatimu akan terasa lapang...
Dan katakanlah pada dirimu, "Cukup bagiku Allah"...
Bibirmu akan tersenyum dengan sendirinya...
Karena saat itu hatimu sudah melepaskan semua fatamorgana dunia...
Dan engkau menerima setiap ketetapan yang telah dituliskanNya untukmu...
Engkau ridho dengan semua hal yang telah dituliskan olehNya untukmu...
Wallahu a'lam bi shawab...
# 1 Januari 2015
Di sebuah tempat yang tenang...
Ditemani oleh suara hujan...
Dan senyum simpul penuh kebahagiaan... ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar