Selasa, 01 April 2014

Untukmu Ayah Ideologisku...



Ayah...
Bagaimana kabarmu sekarang?
Apakah engkau baik-baik saja?
Bagaimana kabar imanmu?
Ahhh, aku yakin...
Imanmu jauh lebih baik disana...
Itu yang kudengar dari cerita orang-orang yang pernah menemuimu...

Ayah...
Bolehkah aku bercerita?
Aku ingin bercerita tentang kisahku...
Tentang kisah kita...

Ayah...
Tahukah engkau...
Setiap kali aku menemui orang-orang, mereka selalu menanyakan kabarmu...
Menanyakan kondisi terakhirmu...
Dan aku pun selalu menjawab, “Insyaa Allah Beliau baik-baik saja. Mohon doanya semoga Beliau selalu dalam lindungan Allah”...

Ayah...
Tahukah engkau apa yang kami dapatkan?
Cacian...
Makian...
Penolakan...

Ayah...
Bisa engkau bayangkan bagaimana perasaanku saat itu?
Saat mereka bercerita hal-hal yang sebenarnya tidak pernah engkau lakukan...
Saat mereka menceritakan sesuatu yang sebenarnya tidak seperti itu...
Saat mereka mengungkit-ungkit semua tentangmu...
Dan aku hanya bisa tersenyum sakit...
Karena ibu selalu berkata, “ketika mereka bercerita tentang ayahmu, tak perlu engkau bantah. Cukup dengarkan saja semua yang mereka sampaikan dan tetap tersenyum. Sampaikan permintaan maaf dari ayah kepada mereka”...

Ayah, tahukah engkau...
Aku sempat protes kepada ibu, “Mengapa kita harus diam? Kenapa kita tidak memberikan penjelasan kalau masalahnya tak seperti itu? Ayah hanya korban dari semua ini, tetapi kenapa kita tak bisa membela diri? Kenapa???”

Ayah, tahukah engkau...
Ibu lagi-lagi hanya tersenyum dan berkata, “Anakku, bersabarlah. Kelak Allah akan menunjukkan kalau yang benar itu pasti benar dan yang salah pasti salah. Tetap tersenyum dan dengarkan semua isi hati mereka. Mereka sudah lama tak menemukan pendengar yang baik. Dan engkaulah pendengar yang baik itu. Biarlah Allah yang menyelesaikan urusan ayahmu...”
Dan akhirnya...
Sekarang aku hanya bisa tersenyum...
Mendengarkan semua cerita mereka tentangmu...
Sakit...
Sangat sakit...
Tetapi aku harus tetap tersenyum, begitu kata ibu...

Dan ketika mereka telah selesai bercerita, aku kembali melakukan pesan ibu...
“Bapak, terima kasih untuk semua nasehatnya untuk kami. Saya mewakili ayah, menyampaikan minta maaf yang sebesar-besarnya. Beliau hanya manusia biasa yang pastinya tak luput dari kekhilafan. Sekali lagi, maafkan Beliau ya Pak kalau ayah sudah mengecewakan Bapak. Doakan kami agar kami bisa tetap istiqomah berjuang memperjuangkan aspirasi masyarakat.”
Akhirnya, kalimat itu meluncur dari bibirku dengan suara yang bergetar...
Aku rasanya ingin menangis dan berkata, “Tidak seperti itu Pak. Tolong beri saya waktu dan akan kujelaskan semuanya.”
Tetapi nasehat ibu masih selalu terngiang-ngiang...
Dan tahukah engkau ayah apa yang kudapatkan...
Bapak itu tiba-tiba meminta maaf kepadaku lalu bercerita tentang semua kebaikan yang pernah engkau lakukan...
Bapak itu tiba-tiba bercerita tentang kebaikan yang pernah dilakukan oleh teman-temanmu...
Dan dia pun mendoakanmu...
Ya... mendoakanmu agar engkau segera mendapatkan solusi dari semua masalah ini...

Ayah, maafkan aku...
Aku hanya baru mendapatkan cacian, makian, bahkan diusir tetapi sudah mengeluh...
Aku sadar semua itu belum seberapa dengan apa yang engkau dapatkan saat ini...
Dan seperti yang selalu engkau sampaikan, “ujian ini belum seberapa dibanding ujian yang telah didapatkan oleh Rasulullah saw. Maka bersabarlah, terus bekerja. Biarlah Allah dan orang-orang beriman yang melihat kerja-kerjamu...”

Ayah...
Lagi-lagi aku belajar darimu...
Belajar akan kekuatan dari sebuah kata “maaf”...
Meskipun kita tahu kebenaran itu...
Dan tetap tersenyum meskipun ujian datang bertubi-tubi...
Karena ujian adalah bukti bahwa Allah sayang kepada kita...
Ayah...
Terima kasih...
Semoga Allah selalu menjagamu dengan sebaik-baik penjagaan-Nya...

# Tulisan sederhana untuk seorang lelaki yang tak pernah kutemui secara langsung. Aku hanya selalu belajar dari tulisan-tulisannya atau pun taujih-taujihnya yang biasa disampaikan oleh Murabbiku alias ibu ideologisku. Sejak itulah aku merasa dekat dengannya dan kusebut dia sebagai satu dari sekian banyak ayah ideologisku. Aku terkadang protes dengan keputusan yang diambilnya, tetapi ibu ideologisku selalu berkata, “Para qiyadah selalu punya alasan mengapa mereka mengambil semua keputusan itu dan kita tak perlu tahu akan semua alasan mereka. Insyaa Allah mereka sudah berusaha untuk selalu mengambil keputusan terbaik diantara yang terbaik. Doakan saja agar mereka selalu dijaga oleh Allah.”
Semoga wajah-wajah para qiyadah kita selalu menghiasi doa-doa kita...
Wallahu a’lam bi shawab...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NUTRISI UNTUK PASIEN COVID-19

    Pasca postingan tulisan pengalaman saya menghadapi Covid-19 di instagram  (@cerita_bonita), banyak teman yang DM dan japri bertanya ...